Kini aku pulang ke asrama di antar oleh gus azmi, karna bu nyai sedang memandikan dek ahmad, tadinya aku meminta untuk pulang sendiri tetapi gus azmi dan bu nyai melarang ku.
Ketika aku dan gus azmi hendak melewati taman aku dan gus azmi melihat mbah dan aisyah yang sedang duduk di bangku taman.
Sepertinya mbah memberikan sesuatu pada aisyah dan sepertinya gus azmi mengenali sesuatu yang akan mbah berikan pada aisyah.
Gus azmi pun menarik tangan ku, aku dan gus azmi pun mengintip mbah dan aisyah, aku dan gus azmi mengintipnya di semak-semak yang dekat dengan taman.
"Iyh ini azmi yang kasih buat kamu" ucap seseorang yang duduk di bangku taman yang tidak lagi mbah.
"Ya allah... aku seneng banget mbah..." ucap aisyah.
Gus azmi sepertinya sudah geram dan ia pun sepertinya akan menghampiri mbah dan aisyah tetapi aku melarangnya.
"Jangan guss... sudah ngga papa" bisik ku.
"Ngga... aku ngga akan biarkan ini semua" bisiknya lagi.
Gus azmi pun keluar dari persembunyian dan menuju taman, aku pun mengikutinya.
ketika mba ingin memberikannya tasnya pada aisyah gus azmi pun dengan cepat langsung mengambil tasnya.
"Ngga mbah bohong... hadiah ini bukan buat kamu tapi buat izma... ini hadiah milad izma..." ucap azmi.
"Azmi apa-apaan kamu.... izma sama sekali tidak berhak karna yang akan menjadi istri mu aisyah bukan si miskin itu" bentak mbah.
"Jaga ucapan mbah... sudah berapa kali azmi bilang sama mbah azmi ngga mau di jodohin karna azmi punya pilihan azmi sendiri, izma berhak menerima hadiah ini karna ini azmi yang kasih bukan izma yang minta" bentak azmi.
"Ngga papa mbah izma emang keturunan keluarga miskin tapi izma masih syukuri, udah gus ngga papa izma emang ngga berhak menerima hadiah nya, emang aisyah yang pantas menerimanya" ujar ku tersenyum palsu.
"Syukur deh kalo kamu nyadar" ujar mbah.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman palsu ku itu.
"Kalo gitu izma permisi dulu assalamualaikum" ucap ku meninggalkan mereka tanpa menunggu jawaban dari mereka, karna aku tak mau mendengarkan ucapan mbah yang slalu merendahkan ku.
Senyuman yang tadi aku perlihatkan kepada mereka kini telah hilang, bibir yang tadi mengembang kini berubah dengan suara isakan.
Banyak santri yang menanyakan ada apa dengan ku, dan aku hanya menjawabnya "tidak apa-apa" itu sangat sakit, tapi aku tidak mau jika santri lain tau apa masalah ku dengan keluarga askandar.
Sesampainya di kamar aku pun menemukan nazwa san mba syifa.
"Assalamualaikum" ucap ku.
"Wa'alaikumsalam" jawab mereka.
"Ya allah izma....." ucap nazwa menghampiri ku dan memelukku.
"Kamu kenapa?" tanya syifa dengan khawatir.
"Aku ngga papa mba" jawab ku tersenyum.
"Ngga papa gimana.. kamu kelihatan abis nangis" nazwa.
Tak lama kemudian aisyah pun datang dengan wajah tertekan.
"Izma..." panggilannya.
Aku hanya melirik nya tanpa menjawabnya.
"Eum... gus azmi tunggu kamu di taman" ucapnya.
"Ya udah naz... mba aku ke sana dulu ya" pamit ku pada nazwa dan syifa tapi tidak dengan aisyah.
Sesampainya di taman aku melihat gus azmi sepertinya ia merasa bersalah, aku pun menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta bukan pehalang untuk perasaan [END]
JugendliteraturIzma lailatunnisa adalah seorang anak yang terlahir dalam keluarga sederhana, ia mempunyai cita-cita yang besar ya itu membahagiakan kedua orangtuanya. Azmi askandar ia adalah seorang gus yang terlahir dalam keluarga mewah, azmi pun salah satu pemud...