Setelah pulang kemarin bersama gus azmi aku langsung terjatuh sakit karna kemarin aku kedinginan hingga aku jatuh pingsan.
Penglihatan ku pun mulai samar-samar.
Aku pun melihat atap putih dan tembok dinding berwarna biru langit dan aku mengenalinya.
Yahhh... aku di kamar gus azmi, aku melihat ke arah sekeliling dan ternyata aku sendiri di sana.
Aku pun mencoba mengingat kejadian semalam dan hasilnya nihil aku tidak bisa mengingat nya karna kepalaku sangat pusing.
Aku pun mencoba untuk mengambil posisi duduk, ketika aku ingin bangun tiba-tiba saja tangan ku lemas dan tidak bisa menahannya, tiba-tiba saja seseorang berhasil menahan kepalaku yang hampir terbentur ranjang.
Aku pun melirik ke arah gus azmi begitupun gus azmi dan tatapan mereka pun terkunci.
Aku pun mengalihkan pandangan mu dan beristighfar beberapa kali.
"Jangan dulu bangun kamu masih lemah" ucap seseorang itu yang tak lain gus azmi.
"Siapa bilang aku lemah gus?" celoteh ku.
Gus azmi pun melepaskan tahanan tangannya dan kepalaku pun jatuh ke bantal yang sepertinya azmi simpan di sana.
"Aaww... sakitt...." ucap ku yang merasa sedikit sakit.
"Katanya ngga lemah" ledeknya.
"Ngga ko ini cuman kaget tau..." jawab ku sambil mengambil membenarkan posisi dudukku.
Tiba-tiba seorang berparu baya pun masuk ke dalam kamar ia membawa satu porsi makan dan segelas air mineral.
"Alhamdulillah kamu udah sadar" ucap bu nyai.
Aku hanya tersenyum ke arahnya yang mendekati ku.
"Ini kamu makan dulu" ucap bu nyai yang duduk di pinggir kasur yang aku tempati.
"Ngga nyai izma lagi ngga mau makan" tolak ku.
"Tapi kamu belum makan dari kemarin loh" bu nyai.
"Kan kemarin izma sama gus azmi dah makan" ucap ku
"Izma... kamu pingsan seharian nak" ucap bu nyai.
"Apa..... seharian......" kagetku.
Bu nyai hanya mengangguk.
"Tapi izma kaya ngerasa kenyang"
"Kan kamu di infus trus di kasih cairan buat menahan perut kamu" ucap bu nyai lagi.
"Udah makan aja nanti tambah sakit, nanti tambah lemah..." ledek gus azmi yang duduk di sofa, dan sibuk mengotak atik ponselnya.
"Iyah makan biar nanti ngga di bilangin lemah lagi" ucap bu nyai terkekeh.
Aku hanya mengangguk dan memaksakan diri untuk makan.
Ketika aku ingin mengambil piringnya tiba-tiba bu nyai menjauhkan piringnya.
"Biar saya yang suapin" ucap bu nyai dengan lembut.
"Ngga papa sama izma aja" jawab ku.
Tetapi bu nyai terus memaksaku dan akhirnya aku pun menurutinya.
Baru saja dua suap aku pun menolak yang ketiga kalinya, karna semakin aku banyak makan semakin pahit lidahku.
"Udah nyai izma ngga kuat sama pahitnya"
"Eummm.... baru aja beberapa suap... dikit lagi ya..." bu nyai.
Aku hanya menggelengkan kepala pertanda tidak mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta bukan pehalang untuk perasaan [END]
Ficção AdolescenteIzma lailatunnisa adalah seorang anak yang terlahir dalam keluarga sederhana, ia mempunyai cita-cita yang besar ya itu membahagiakan kedua orangtuanya. Azmi askandar ia adalah seorang gus yang terlahir dalam keluarga mewah, azmi pun salah satu pemud...