-Rumah Sakit

511 38 1
                                    

Kini waktu sudah menundukkan pukul 18.23 aku pun mulai sadar dari pingsan ku, tapi aku masih memejamkan mataku, tapi telinga ku bisa mendengarnya.

Aku mendengar suara orang mengaji siapa lagi jika bukan azmi, ummik dan abah, sepertinya mereka sudah lama mengaji akhirnya mereka pun mengakhiri ngajinya, aku masih saja belum membuka mataku.

"Mas... mas suka sama dia?"

Azmi terdiam, "ngga tau mik... mas juga ngga paham sama perasaan mas sama dia"

"Mas udah coba sholat istikharah?"

Azmi menggeleng "belum mik"

"Nanti di coba ya nak"

Azmi pun mengangguk.

"Dia baik loh mas, sering bantu ummik, keliatannya dia juga kaya ke Ibuan gitu"

"Iyah mik... itu yang buat mas kagum sama dia, selain itu dia juga penyabar mik"

"Kalo dia bener-bener jodoh yang Allah takdirkan buat kamu, abah sama ummik setuju dan dukung mas ko" ucap abah.

"Aamiin makasih mik... bah..."

Mereka hanya membalasnya dengan senyuman.

Ya.... aku tak sengaja mendengar obrolan dari mereka.

"Ya allah.... apa bener mas azmi punya pilihan sendiri? astagfirullah ya allah kenapa dengan hamba ini..."

Tiba-tiba air mataku pun mengalir.

Azmi pun yang melihat air mata ku menetes langsung mendekat ke arah gadis yanga ada di ranjang rumah sakit itu.

"Mik... izma nangis"

"Ya allah nduk... kenapa?" ucap ummik khwatir.

Tanpa azmi sadari ia menyusut air mataku dengan tangannya.

Setelah menyusutnya baru azmi sadari apa yang telah ia lakukan.

Azmi pun membulatkan matanya seakan-akan tak percaya, "astagfirullah... ya allah..." ucap azmi. yang berdiri dari tempat duduknya, sambil mengelus-ngelus tangannya.

"Astagfirullah mik... bah... mas khilaf" ucap azmi merasa bersalah.

Ummik pun yang tahu bahwa azmi tidak sengaja ia pun tersenyum, "iyah mas ummik paham ko, mas khawatir kan sama izma?"

Azmi hanya terdiam.

Aku pun mencoba untuk membuka mataku dengan perlahan, ternyata di sana ada abah, ummik dan azmi yang menemaniku.

"Alhamdulillah ya allah nduk kamu udah sadar..." ucap ummik bersyukur.

Lalu ummik pun duduk di kursi yanga ada di pinggir ranjangku.

Akun hanya membalasnya dengan senyuman.

"Nduk... kamu tadi kenapa nangis?"

Bingung aku harus menjawab apa, "na... nangis?"

"Iyah nduk kamu tadi nangis, kamu mimpi buruk?"

"Eumm... ngga tau mik izma ngga inget apa-apa" jawab ku berbohong.

"Ya udah nih kamu minun dulu, ini air do'a" ucap ummik sambil membantuku mengambil posisi duduk.

Lalu aku pun meminum air yang sudah abah iskandar do'akan.

Tiba-tiba ada dokter dan satu suster masuk ke dalam ruangan.

"Alhamdulillah pasien sudah sadar"

"Maaf bu, pak, sama mas mohon tunggu di luar karna pasien akan di priksa dulu" ucap dokter.

"Oh... iyah dok"

Harta bukan pehalang untuk perasaan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang