-Khawatir

548 43 0
                                    

Kini malam pun tiba aku baru saja pulang dari mesjid, aku pun menuju ruang ustadzah mae, sesampainya di sana aku pun langsung mengetuk pintunya.

Tok...Tok...Tok...

"Assalamualaikum"

Tidak ada respon dari dalam.

"Sepertinya ustadzah mae masih di rumahnya" gumam ku.

Akhirnya aku pun beranjak dari sana dan memutuskan menuju asrama.

Ntah mengapa akhir-akhir ini tubuhku merasa lemas, aku pun menguatkan diri untuk sampai di asrama.

Aku pun membuka pintu asrama, "Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawab nazwa, syifa dan aisyah.

"Izma... hp kamu dari tadi dering terus" ucap nazwa.

Aku hanya mengangguk, lalu menuju ranjang ku.

Aku pun membuka layar ponsel ku dan di sana terdapat notif WhatsApp dari azmi, aku pun segera membukanya.

Gus azmi

Izma... ustadzah mae belum kembali, kamu setor hafalan lagi sama saya.
Saya tunggu kamu di rumah.

Nggih gus nanti izma ke sana●

Setelah itu tidak ada balasan dari azmi, ntah itu karna aku memanggilnya gus, dan aku tidak menyadari bahwa aku menyebutnya lagi dengan panggilan gus.

"Siapa iz?" tanya nazwa.

"Gus azmi, aku di suruh setor hafalan sama beliau"

Nazwa hanya mengangguk, "Iz... muka kamu kaya pucat gitu, kamu sakit?"

"Ngga ko" jawab ku.

"Tapi kamu pucat iz..."

"Aku ngga papa ko, mungkin ini cuman ke capean aja" jawab ku tersenyum.

Aku pun mengganti mukena ku dengan kerudung yang cukup panjang.

"Kalo gitu aku berangkat dulu ya, assalamualaikum"

"Iyah, hati-hati iz... wa'alaikumsalam"

Selang beberapa menit akhirnya aku pun sampai di depan rumah keluarga askandar aku pun langsung mengetuk pintu.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam" jawab seseorang sambil membukakan pintu.

Ternyata itu abah Iskandar aku pun mencium punggung tangannya.

"Mari nduk masuk"

Aku pun antusias langsung mengangguk, "Nggih abah" jawab ku tersenyum.

Aku pun masuk ke dalam, sesampainya di ruang tamu tiba-tiba ahmad pun datang menghampiri ku.

"Mba imaaa... ayo... mba udah di tunggu mas amii di kamarnya" ucapnya sambil menarik tangan ku.

"Nggih dek mari, abah izma permisi dulu"

Abah pun antusias langsung mengangguk, aku pun beranjak dari sana dan menuju kamar gus azmi yang ada di lantai dua.

Sesampainya di sana aku pun mengetuk pintunya.

Harta bukan pehalang untuk perasaan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang