Chapter 25

1.3K 29 3
                                    

"Halloooo!" seru bu Besar begitu mobil pak Besar parkir di halaman rumah mereka yang luas. Bu Besar berlari tanpa alas kaki menyambut mereka. Perempuan cantik dan tinggi itu terlihat begitu senang melihat sosok mereka. Setelah mengecup bibir pak Besar tipis, ia peluk Kato yang terlihat jengah dengan perhatian bu Besar yang intense. Cita mengulum senyum melihat ekspresi di muka Kato.

"And how are you, my young lady?" bu Besar menghampiri Cita dan memeluknya erat. Cita tersenyum lebar membalas kedipan mata bu Besar. "So how does it feel to be a woman?" lanjut bu Besar. Senyum Cita seketika menghilang dan mukanya pias. Aaghhh...moga-moga Kato gak ngerti, moga-moga pak Besar gak ngerti. Ibuuuu kenapa ditanya di depan orang-orang?? dalam hati Cita teriak-teriak gak rela ditanyakan perubahan kewanitaannya. "Oops...malu ya sayang? Maaf, ibu penasaran...apalagi kamu harus tinggal di asrama laki-laki semua itu. Hmm, mungkin semester depan kamu pindah aja ke asrama perempuan yang gak jauh dari 3V itu ya?" Bu Besar masih terus berbicara sambil menggamit lengan Cita mengajaknya masuk. Sementara ia melirik Kato dengan sebal karena Kato sedang menutup mulutnya tertawa terbahak-bahak. Yup, Kato tahu persis arti pertanyaan ibunya ke Cita. Gak percuma ia bereputasi sebagai "player" dengan pacar beruntun.

Makan malam pertama itu terasa hangat. Tapi Cita merasa ada yang hilang. Telah tiga bulan ia bangun tidur, makan tiga kali sehari, dan setiap langkahnya ditemani sosok sahabat-sahabatnya. Cita yang memang tak pernah terlalu banyak bicara di tengah keluarga Besar, sering terlihat menerawang dan memandangi telepon. Bu Besar sadar akan perubahan Cita. "Kok kamu lebih banyak diamnya, sayang? Kenapa? Ada yang dikangenin?" pertanyaan terakhir bu Besar hanya dimaksudkan untuk candaan kecil. Tapi sungguh, Cita kangen.

"Bu, sesudah thanksgiving day, boleh gak aku nginap di rumah teman sampai liburan berakhir?" tanya Cita memberanikan diri.

"Yah, kenapa? Kalo gitu kamu disini gak sampai seminggu dong?"

"Kan teman-teman Kato juga nanti kesini, aku masa harus pura-pura jadi laki-laki juga selama liburan?" bujuk Cita.

"Hmm...terus kamu mau tinggal dimana, dong?"

Kato tiba-tiba nyeletuk, "Dia mau tinggal di tempat cowoknya yang baru, Mah. Namanya Rizky."

"Enak aja! Nggak bu, bukan, dia bukan cowok aku, kok!" protes Cita terlalu semangat.

Bu Besar tersenyum terkulum, tapi kemudian serius bertanya pada Cita, "Loh kalo kamu disana bukannya kamu harus pura-pura jadi laki-laki juga?"

"Nggak, bu. Teman-teman aku udah tau kok kalo aku perempuan. Terus Rizky punya kakak dan adik perempuan juga, jadi aku bukan perempuan sendiri disana."

"Udah tau kalau kamu perempuan? Ohh...mereka teman-teman sekamar kamu ya, Cit?" tanya pak Besar sambil matanya tetap menatap bukunya. Ia telah mengambil posisi nyaman tiduran di atas paha istrinya.

"Udah tau kalau kamu perempuan?! Tahunya gimana? Kok kamu gak cerita, Cita? Mereka gak pernah nyoba macem-macem sama kamu kan? Pah, gak mendingan Cita ditransfer aja ke asrama perempuan? Atau tinggal di kamar sendiri? Dia anak gadis loh, Pah!" celetuk Bu Besar.

Cita tak menjawab pertanyaan Bu Besar, tetapi dalam hati komat-kamit berharap pak Besar tak sependapat dengan istrinya.

"Coba tanya Cita, mau gak dia ditransfer ke asrama Teratai?" pak Besar bijak bertanya.

"Mana mau dia, Pah. Papa tahu gak sih Quartet of 3V itu siapa?"

Pak Besar tertawa dengan suara baritonnya. "Emang kamu kira kepala sekolah itu gak tau istilah-istilah kalian, To? Iya, iya...papa juga ngira kamu pasti gak mau pindah, iya kan Cit?"

Cita lagi-lagi hanya tersenyum menjawab pertanyaan pak Besar.

"Tapi tantemu ada benarnya, kamu semakin dewasa dan sudah gadis. Mungkin lebih baik kalau kamu dipindahkan ke kamarmu sendiri, ya? Anak-anak laki-laki itu gak ada yang bisa dipercaya. Mungkin ke kamar yang lebih dekat dengan ruangan-ruangan guru, gimana menurut kamu?"

Yang terpikir oleh Cita adalah gimana caranya dia dan sahabat-sahabatnya bisa meneruskan penyelidikan mereka kalau ia tinggal di asrama guru? Untuk beberapa saat tangan Cita terasa dingin karena panik.

"Kalau tinggal di rumah ayah dulu boleh gak, Pak?" tanya Cita.

"Alasannya aku aja yang ngurusin rumah kaca untuk bantuin bu Tati, kan rumah itu yang paling dekat dengan rumah kaca."

"Hmm..boleh juga...coba nanti bapak pikirkan dan musyawarahkan dulu sama guru-guru, ya? Gimana test herbologi kamu kemarin? Kalau gak salah bu Tati bilang nilai kamu paling tinggi, sama dengan Heriansyah, untuk angkatanmu, ya?"

Cita mengangguk. Heriansyah, nama lengkap Yayank. Tentu saja dia nilainya paling tinggi untuk herbologi. Dia asik belajar dengan proses membaca, sementara Cita belajar herbologi karena ayahnya yang rajin membawanya ke hutan.

Asrama Di LianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang