Chapter 29

1.3K 27 0
                                    

Untuk beberapa lama CP dan Yayank terpana melihat van yang telah melaju penuh di hadapan mereka, tak tahu harus mengejar Cita kemana. Mereka kemudian memutuskan untuk memberi tahu Kato akan hilangnya Cita. Pertunjukan musik masih harus berjalan, Aziz masih sibuk mengatur semuanya dibantu oleh grupnya.

"Apaan? Cita hilang?" desis Kato terkesiap.

"Tepatnya sih bukan hilang, dia masuk ke van orang," jawab Yayank.

"Kita mau cari kemana?" tanya CP.

"Gue harus kasih tau bokap gue dulu kalo kayak gini caranya. Lo bilang elo ngeliat Harlan dan Dani di van itu?" Kato gak menjawab pertanyaan CP.

"Gue gak liat Dani, tapi gue yakin gue ngeliat Harlan."

Di tengah keriaan hari, ketiga anak remaja itu terlihat berwajah tegang ketika memberi tahu pak Besar. Pak Besar memilih tidak memberi tahu istrinya, dan ia membawa kelompok remaja itu untuk berbicara dengan kepala polisi yang juga ia kenal baik. Kepala polisi, Mike Schneider, menjawab bahwa Cita tidak bisa diumumkan hilang karena belum sampai 24 jam. Dan dari cerita anak-anak itu, jelas Cita bukan diculik. Pak Besar mengangguk mengerti, tetapi ketiga remaja itu terlihat menahan geram.

"Pa, kita mau nyari Cita dulu ya?" Kato berkata kepada ayahnya setelah Schneider pergi.

"Mau cari kemana, kamu?" pak Besar menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Yang paling mungkin sih balik ke asrama, pak. Karena ada yang aneh dengan hutan Chesne." CP kemudian menceritakan penemuan mereka akan tanaman-tanaman yang ternyata sumber poppy tersebut.

"Kalian perlu polisi, gimana kalau ada banyak kriminal disana?" tanya pak Besar.

"Kalau ternyata ada bukti kriminal kami pasti kirim berita, pa. Kami cuma perlu tahu Cita sekarang ada dimana," jawab Kato.

"Ya udah kalau gitu. Ini ambil kunci mobil papa. Papa tahu kamu belum boleh nyetir, tapi kalian harus bisa kembali ke 3V secepat mungkin. Di bagasi selalu ada tas yang berisi survival kit, kamu tau kan To?"

"Iya, Pa. Makasih ya." CP dan Yayank menatap pak Besar dengan mata penuh terima kasih. Ketiga remaja itu pun berlari ke arah mobil pak Besar, dan mereka melaju. Sudah dua jam yang lalu Cita pergi. Kemana, dia?

Sementara itu, Cita meringkuk diam di bagian belakang van barang. Ia berusaha keras mendengar percakapan yang berlangsung di bagian depan, tetapi ia sendiri sibuk memegangi barang-barang yang penuh mengelilinginya dari menimbun dirinya. Tanpa ia tahu sampai dimana, van itu berhenti. Cita menyesali kenapa ia dengan nekat pergi sendirian tanpa memberi tahu sahabat-sahabatnya. Tapi penyesalan sudah terlambat. Ia hanya ingin mencari tahu seperti apakah muka laki-laki bersepatu orange itu. Ketika ia melihatnya pertama kali di bar XYZ, ia terlalu shock untuk memperhatikan lelaki itu dengan seksama. Cita membiarkan suara pintu terakhir tertutup. Ia akan menunggu beberapa saat sebelum keluar dari pintu dan mengikuti grup itu dari belakang. Setelah menunggu yang ia rasa berjalan begitu lambat, Cita perlahan membuka pintu van. Tetapi...."Eh, loh kok kebuka sendiri?" tegur kaget suara laki-laki dewasa. Cita secepat kilat meloncat sambil menendang laki-laki yang tak berbadan besar di hadapannya.

"Siapa ini?" lelaki itu menyengir sinis. Ia mengeluarkan pisau dari samping pinggangnya. Untuk beberapa lama mereka bergumul, tetapi laki-laki itu jauh lebih kuat dari anak perempuan berumur 13 tahun di hadapannya. Lengan Cita berdarah terluka pisau di genggaman lelaki itu. Cita tak mengeluarkan suara, tetapi ia tak menyerah menendang-nendang walau kini tangannya telah diikat dengan bantuan dua orang laki-laki lain yang datang ketika laki-laki kecil itu berteriak meminta bantuan. Dengan keras mereka menyeret tubuh kecil Cita masuk ke arah hutan Chesne.

Asrama Di LianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang