Tak peduli dengan memastikan identitas, semua yang bukan polisi ditangkap malam itu dan dikumpulkan di aula 3V, karena tak mungkin cukup di ruangan interogasi kecil polisi lokal kota. Ketika polisi datang, truk-truk membawa penuai daun telah datang, sehingga komplotan yang terciduk berlipat-lipat ganda. Bantuan dari aparat negara cepat datang karena ternyata kegiatan komplotan itu di 3V sudah menjadi sorotan rahasia aparat rahasia negara. Yang tertangkap termasuk tiga remaja laki-laki dan satu anak perempuan kecil yang sudah tak terlihat jelas raut mukanya. Ia masih berjalan dibantu CP karena kakinya yang sakit diinjak. Di kantor polisi, semua pengakuan mereka direkam dan mereka tak lama dilepaskan.
Cita dibawa ke rumah sakit untuk diobati luka-lukanya, ditemani oleh pak Besar dan istrinya, Kato, dan tiga sahabat laki-lakinya. "Pak, ketangkapkah Bos Mark?" tanya Cita yang duduk di atas tempat tidur pemeriksaan, menunggu tangannya dijahit karena sobek terkena pisau. Pak Besar tersenyum, berkata bahwa Cita sekarang harus tenang dan tak memikirkan apa-apa dulu. Cita tahu arti jawaban itu, berarti Mark berhasil melarikan diri. Pundak Cita melemas.
"Gak papa, Cit. Nanti mereka pasti ketangkep semua. Bayangin, perkebunan coca yang luasnya minta ampun itu ketahuan, dan walaupun banyak yang udah dibakar, polisi masih banyak bisa mengumpulkan bukti banyak yang bisa dipakai untuk menahan mereka untuk waktu yang lamaaa banget," hibur Aziz sambil menepuk-nepuk pundak Cita. Cita tak menjawab.
"Tapi sekarang lo ketahuan perempuan, Cit..." kata Yayank. Asrama 3V memang gempar karena hutan yang sebagiannya adalah properti sekolah dipakai sebagai perkembang biakan tanaman yang dipakai untuk obat-obatan ilegal. Kemudian lebih gempar lagi karena beberapa muridnya terlibat dalam pembongkaran dan penangkapan komplotan itu. Walaupun pak Besar tahu keterlibatan Harlan dan Dani yang lebih dalam dan mendekati tingkat kriminal itu, ia memilih untuk tak memberi tahu polisi mengenai mereka. Yang mendeskripsikan secara detail anggota komplotan adalah Cita. Peta-peta gudang dan lab mereka yang berada di base camp semuanya disita polisi dan secara serempak pengejaran di kota-kota lain yang berhubungan dengan komplotan pun mulai berlangsung.
"Jadi Cita harus pindah, Pah?" tanya Kato kepada ayahnya. Pak Besar tak tahu mau berkata apa. "Masih akan ada rapat dengan board of directors dan guru-guru, To," jawabnya terus terang. "Gak papa, Pak...aku pindah aja," jawab Cita melemah. "Daripada cuma nyusahin aja..." dan suaranya terputus sesak. Bu Besar mendekat dan memeluk Cita di dadanya, "Sshh...udah...don't talk anymore. I got you...it's okay."
THE END
ps: Buat pembaca, jangan ngambek...aku udah bilang kan kalau Asrama Di Lian adalah buku ke-satu dari serial buku? In Shaa Allah ada lanjutannya. Tapi ini ending dari buku pertama. (Dilanjutkan dengan Cerita di Syka)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asrama Di Lian
AdventureCerita ini mengenai kehidupan Cita, yang menjadi yatim piatu di umur 13 tahun ketika ia menyaksikan ayahnya dibunuh di depan matanya. Ia diangkat dan disembunyikan oleh kepala sekolah sebuah asrama di kota Lian. Asrama ini adalah sekolah khusus laki...