Role-call di hari Minggu dilakukan lebih cepat dari hari Sabtu. Karena walaupun hari Minggu tidak ada kegiatan belajar, pagi hari Minggu adalah waktu untuk semua siswa membersihkan kamar mereka masing-masing bersama dengan hallway dan kamar mandi yang dipakai bersama.
Aku sudah bangun lebih pagi untuk memakai kamar mandi lebih dulu dan bebas dari gangguan, ketika tiba-tiba kudengar suara berlari ke arah kamar mandi tempatku sedang mandi. Kamar mandi asrama kami adalah model kamar mandi locker, dimana tempat pancuran kamar mandinya tak ada sekatnya sama sekali. Badanku masih dipenuhi sabun dan rambutku penuh shampoo. Dengan panik kuterpeleset dan jatuh ke lantai ketika sosok tubuh anak laki-laki berlari dan menyeruduk pintu kamar mandi yang tak bisa terkunci langsung membelok ke arah toilet. Sepertinya Angga, anak 3 Cahaya yang berlarian sakit perut. Aku menyegerakan menyelesaikan urusanku, terbirit-birit ke arah toilet untuk memakai baju agar selamat dari pandangan tak sengaja orang lain. Huh...melelahkan sekali sembunyi di tengah asrama laki-laki ini! Perlu mandi jam berapa sih biar bebas gangguan?? Ketika ku akhirnya selesai mematut diri dan keluar dari toilet, kuberpapasan dengan Angga yang terbungkuk-bungkuk memegang perutnya.
“Kenapa, Ngga?” tanyaku
“Sakit perut gue, Vit. Kemaren sore kita rame-rame ke kota dan gue makan kerang, kayaknya kerang gak bagus. Anjrit gue mencret dari malem!”
“Ouch! Bentar gue cariin obat yah?”
“Ugh, percuma, klinik gak buka kan ampe besok?”
“Hmm, gue cariin daun-daun yang bagus buat obat sakit perut, bentar ya?”
“Makasih ya Vit, gue lemes nih, mau balik ke kamar dulu.”
“Iya, nanti gue anterin ke kamar lo.”
“Ngapain lo mandi sepagi ini?”
“Gue males mandi rame-rame, rebutan.”“Ooh...” Angga kembali ke kamarnya yang beda dua pintu dari kamar kami dengan muka meringis.
Aku pun melangkah kembali ke kamarku dengan mengusap pantatku yang sakit karena terpeleset. Nasib, nasib...
Selesai role-call jam 8 pagi, aku bersegera ke arah hutan ditemani Aziz. Aku mencari daun kemangi yang ditumbuhkan ayahku di rumah-rumahan kaca kecil tak jauh dari rumahku dulu. Aku sendiri tak tahu apakah tanaman-tanaman itu masih hidup, karena tak ada yang mengurusnya sebelum aku kembali tinggal di asrama 3V kembali. Ketika kumasuki rumah kaca itu, pandanganku mengelilingi pot-pot yang telah pecah dan tanah-tanah yang berserakan tak terurus. Suara kucing yang mengeong kaget melihat dua sosok manusia setelah berbulan tak melihat siapa pun disitu.
Aku berkeliling beberapa saat untuk mencoba kembali familiar dengan keadaan rumah kaca ayahku kembali. Ketika ku menemukan tanaman kemangi yang sudah terjatuh di tanah, aku memunguti daun-daunnya yang kusyukuri masih segar satu per satu.
“Mau buat apaan, Vit?”
“Ini mau gue rebus, terus kalau diminum bisa ngobatin sakit perut. Angga lagi mencret.”
“Kok lo tau?”
“Tadi pas gue mandi dia masuk ke kamar mandi juga.”
“Ya ampun? Terus?? Elo gimana tuh?”
“Huahh...jangan ditanya deh Jis, gue cuma bersyukur dia sakit perut jadi gak ngeliat-liat ke arah tempat shower.”
“Huahahahahaha! That would be such a sight!”
“Enak aja lo! Gimana sih? Katanya janji mau bantuin gue ampe kita lulus?”
“Iyaaa, gue penuhin janji gue. Cuma pasti lucu banget itu kejadian! Ah, what would I do to see it!”
Jdugg!
“Ampun Vit, sakiiittt!” Aziz meringis mengelus lengannya yang ditonjok keras olehku.
“Huh! Sial? Selamat mimpi deh lo ditonjok ama cewek yang lemah lembut.”
“Iyaaa...kalo lo gak ngaku juga gue seumur idup gak pernah ngira lo cewek...”
“Jis, gue rasa itu bukan pujian sama sekali, tapi yah...I’ll take it as a compliment ajalah...”
“Hahahahaha!” Aziz ketawa sambil merangkul bahuku bersahabat.
Ketika ku hendak melangkah, kumelihat sekerumunan tanaman yang tak kukenal dan belum kulihat sebelumnya. “Hmm...tanaman apa nih? Apa ayah yang menanam? Kok aku gak tau?”
Ketika Aziz menutup pintu rumah kaca di belakang kami, di balik rimbunnya semak-semak, sepasang mata memperhatikan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asrama Di Lian
AdventureCerita ini mengenai kehidupan Cita, yang menjadi yatim piatu di umur 13 tahun ketika ia menyaksikan ayahnya dibunuh di depan matanya. Ia diangkat dan disembunyikan oleh kepala sekolah sebuah asrama di kota Lian. Asrama ini adalah sekolah khusus laki...