episode 8

30 5 1
                                    

Deg...

     'Apakah pria ini benar ingin melamarku?, bagaimana ini Ayah, Bunda tolong aku’ gumam tiara menjerit dalam hati.

“Bagaimana Sayang dengan pertanyaannya, ayo di jawab?” Pak Darwis menyerahkan semua pada anaknya, karna ia tidak ingin memaksanya.

“Iya Ayah,” Tiara menunduk bingung harus berkata apa, kemudian ia berkata “Belum ada, Pak.”

“Alhamdulillah, kalau begitu putra saya, Aa Aden ingin melamar Neng Tiara, apakah Neng Tiara berkenan?” ucap Pak Iwan.

“Maaf Pak, untuk hal ini saya tidak dapat memutuskan sendiri, yang berhak adalah Ayah dan Bunda saya.” jawab Tiara masih dengan menunduk.

“Baiklah, bagaimana dengan pendapat Pak Darwis?” ucap Pak Iwan menatap muka Pak Darwis dengan tersenyum.

“Maafkan kami sebelumnya Pak, ini adalah pertemuan pertama keluarga kita alangkah baiknya kita bersilaturahmi terlebih dahulu untuk saling mendekatkan.” Pak Darwis menegakkan posisi duduknya yang sedari tadi menyandar di kursi. Kemudian ia melanjutkan ucapannya, “Dan kami pun perlu waktu untuk menjawab pinangan Nak Aden.”

Keheningan terjadi dalam beberapa menit, Bu Dania memecahkan keheningan itu dan mempersilahkan kepada keluarga Pak Iwan untuk mencicipi kue yang berada di depan mereka.

“Silahkan Pak, Bu cicipi kuenya, maafkan kami hanya menghidangkan sekadarnya saja,” ucap Bu Dania.

“Ah iya Bu, terima kasih, maafkan kami pula bertamu tanpa pemberitahuan,” Bu Iwan segera mengambil kue nastar yang ada di depannya.

“Ah tidak mengapa, Bu.” jawab Bu Dania.

“Kalau boleh saya tahu, Nak Aden sejak kapan mengenal putri saya,” tanya Pak Darwis pada pria itu.

     Tiara pun ikut memperhatikan akan jawaban yang di berikan oleh pria itu, sebabnya ia baru pertama kali melihatnya.

“Saya sudah mengenal Neng Tiara dari sejak dahulu sewaktu bersekolah di Madrasah Tsanawiyah, dan terakhir saya bertemu dengan Neng Tiara sewaktu seminggu lalu di Toko **ka.” jelasnya Aden dengan tersenyum.

“Oh ternyata kalian satu sekolah dulu,” ucap Bu Dania lalu mendapat tatapan tajam dari suaminya.

     Perbincangan pun dimulai, mereka berbincang tentang sekolah anaknya sampai jam menunjukkan pukul sembilan, dan keluarga Pak Iwan berpamitan karna malam sudah mulai larut, mereka pun tak lupa memberi hadiah kepada Tiara, isinya dua pakaian muslimah beserta hijabnya dan sepucuk surat yang terselip di antaranya.

  "Assalamu’alaikum Neng Tiara, apa kabar?

  Mungkin kedatangan kami terlalu mendadak untukmu dan keluargamu.

  Namun aku tetap memberanikan diri dan tidak ingin menunda hal yang baik, bukankah lebih cepat itu lebih baik tapi bukan maksudku untuk terburu-buru.

  Tiara, apa kau masih mengingatku?

  Aku masih sangat mengingatmu dengan jelas. Kamu gadis berseragam Madrasah Tsanawiyah kelas delapan yang pernah menolongku membayar biaya naik angkot waktu itu, aku hampir kena marah Pak supir karna keteledoranku meninggalkan dompetku di rumah.

  Dari semenjak kejadian itu aku mulai menyukaimu, tapi baru sekarang aku memberanikan menyatakan itu padamu.

  Tiara, sudikah engkau menjadi pendampingku?

  Sudikah engkau melalui sisa hidupmu denganku?

  Sudikah engkau menjadi Madrasah dari anak-anakku?

  0856***

  Jikalau kamu hendak menyapa kepadaku aku amat sangat bersyukur.

  Terima kasih Tiara, aku akan menunggu jawaban mu.

  Aden Mahesa

  Wassalamu’alaikum."

Bersambung...

______________________________________

Hai, hai, hai!
Kita ketemu lagi, terima kasih telah membaca tentang Tiaraku.
Jangan lupa bantu aku dengan komen dan bintangnya ya...🤗

Tiara, Aku MemilihmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang