Suara kelakson yang kencang membuat Tiara menegang, perihal bukan sekali saja bunyinya tapi berkali-kali. Setiap ada mobil yang menyalip mobil Januar, langsung klakson itu berbunyi. Tiara tahu Januar sedang kesal padanya, jadi ia tak berani menegurnya.
Mereka saling berdiam, Januar yang fokus terhadap jalanan Tiara pun hanya menunduk melihat ke arah tangan yang sedang ia remas di atas pahanya. Tiara gugup? Iya sangat, bukan cuma itu saja Tiara pun takut terjadi sesuatu dalam perjalanannya.
"Turun, aku mau parkir mobil dulu,"
"I iya, Mas" Tiara dengan segera membuka pintu mobil itu, namun tak bisa. Tiara pun menoleh kepada si tuan mobil ini.
"Maaf Mas, masih di kunci," ia berbicara dengan pelan dan sangat hati-hati."Oh," itu saja, ternyata Januar sengaja menjahili Tiara. Kemudian Ia pun segera menekan tombol di sampingnya.
Tiara langsung keluar, ia berdiam sejenak menunggu mobil Januar berlalu. Mobil pun sudah memasuki kawasan parkir, Tiara segera mengeluarkan ponselnya.
"Assalamu'alaikum bunda," Tiara menghubungi Bu Dania.
"Waalaikum salam, sudah sampai, dek?"
"Iya bunda, kamarnya no berapa ya?"
"Kamar 302, adek gak bareng sama mas Jan?'
"Bareng ko bun, mas Jan lagi parkir mobil dulu."
Tiara masih menunggu di depan pintu masuk rumah sakit, tapi yang di tunggu kian tak muncul. Akhirnya ia menyerah karena sudah hampir lima belas menit tak ada tanda kemunculannya.
Sesampainya di kamar 302, Tiara melihat Januar sedang menggendong bayi mungil sambil bercanda sesekali. Sungguh miris pikirannya, ia menunggu lama namun yang di tunggu telah sampai duluan.
"Kamu ke mana aja, Dek?" Tanya bunda begitu melihat Tiara masuk setelah memberi salam.
"Aku tadi di depan, Bun?" Tiara menjawab sambil menatap mata Januar yang sedang menatapnya pula, matanya seperti sedang mengartikan alasan apa yang akan ia buat jujur atau tidak.
Januar sebenarnya melihat Tiara sedang menunggunya, namun ia biarkan karena ia melihat Tiara sedang menelepon. Ia masih kesal rupanya pemirsa
Tiara mencium satu persatu tangan wanita separuh baya itu, bundanya dan ibu mertuanya. Setelah itu ia menghampiri bayi mungil itu yang sekarang berstatus sebagai anaknya.
"Hallo Putri yang cantik," sapa Tiara, jujur dalam hatinya ia takut mendekat ke arah Januar tapi ia terpaksa karena tak ingin menunjukkan masalah yang sedang terjadi pada mereka.
"Udah sembuh ya, sini gendong sama kakak,"
Gerrrrr
Semua tertawa mendengar ucapan Tiara, Tiara mengerutkan dahinya pasalnya kenapa mereka tertawa.
Januar yang ikut tertawa menyentil dahinya dan berkata.
"Kamu lupa, atau pura-pura lupa?"
Tiara terdiam atas perlakuan Januar, ia pun menuduk. Rasanya kata-kata Januar begitu menusuk.
"Maaf," hanya itu yang keluar dari mulut Tiara.
"Udah dapet bapaknya masa masih mau di panggil kakak sih, Dek, kamu ini ada-ada aja ya," Bu Dania mulai bersuara setelah tawanya selesai.
"Permisi," suara seseorang datang berpakaian rapi, ia seorang suster.
"Iya, suster," Bu Syamsiah menghampiri suster itu.
"Kata dokter kesehatan Putri sudah membaik jadi sudah di perbolehkan untuk pulang," jelas suster itu.
Semua mengucap hamdalah, langsung membereskan barang-barang dan bersiap untuk pulang.
Tiara mencoba membantu Bu Syamsiah membereskan semuanya namun malah di tolak, akhirnya Tiara mati kutu ia hanya terdiam lalu menghampiri bundanya."Tiara kangen Bunda," itu ucapan yang lontarkan sambil memeluk Bu Dania.
"Gendong Putri sana, bukannya bermanja-manja sama bunda," ucap Bu Dania.
"Tapi, bunda," Tiara menatap Januar.
"Belajarlah untuk lebih dekat dengan anakmu, sayang," Bunda mengusap kepalanya, ia mengerti anaknya mungkin belum terbiasa tapi tetap harus di biasakan dari sekarang.
"Mas, boleh Tiara gendong Putri," dengan ragu-ragu Tiara menghampiri januar dan menyodorkan kedua tangannya untuk menggendong Putri.
"Kalau kata aku gak boleh, apa kamu akan memaksa," ucap Januar ketus.
"Eemmm," Tiara tak tahu harus menjawab apa. Tangannya ia turungkan karena tak ada respon dari sang ayah bayi itu.
"Kamu siapanya Putri?" Januar membisikkan ke telinga Tiara.
"Aku, aku," Tiara terbata-bata menjawab pertanyaan itu.
"Kenapa gak bisa jawab, emang berat ya atau belum siap?" Januar bertanya kembali.
"Ayo, kita pulang, becandanya lanjutin d rumah aja," ucap Bu Syamsiah menghentikan bisikkan januar.
Januar langsung pergi memadu perjalanan merek tempat parkir.
"Ini," Januar menyodorkan bayinya pada Tiara, dengan sigap langsung tiara memeluknya.
Perjalanan tak lagi sepi, karena Putri sudah mulai mau berceloteh dan para ibu-ibu di belakan pun ikut bercanda dengan Putri.
Akhirnya sesampainya di rumah Januar, semua turun dan masuk ke rumah bercat hijau itu taman kecil dan bunga-bunga yang terawat menghiasi teras rumah ini.
"Dek Tiara, nanti tidur di kamar itu ya mamah udah rapiin kok,"
"Kayaknya Tiara, masih di rumah saya deh Bu, kan bentar lagi persiapan resepsi, biar sekalian di pingit," jawab Bu Dania.
"Oh iya, aku lupa Bu, tapi apa nanti mereka tak masalah," mata Bu Syamsiah tertuju pada arah Tiara dan Januar.
"Sabar dulu ya Mas, tiara bunda ambil dulu sampai minggu depan, tapi kalau Mas mau ketemu tinggal ke sana,"
"Eh, iya bunda, siap bunda, kayaknya Januar bakalan sering ke sana,"
"Gak papa, bawa Putri ya biar cepet jadi mama Tiaranya, bukan kakak lagi,"
Semua kembali tertawa, mengingat perkataan Tiara tadi di rumah sakit.
______________________________________
Assalamu'alaikum, apa kabar semuanya, jangan lupa tinggalkan jejak kalian..
Mau tanya sama pembaca setiaku..
Kira-kira putri ganti nama gak ya?
Komen dong please 🙏13102021
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiara, Aku Memilihmu
Romance"Assalamu'alaikum," ucap pria itu dari arah pagar dengan tersenyum dan juga melambaikan tangannya. "Siapa dia?" pikir Tiara. "Waalaikum salam," jawab Bu Dania dan Bu Syamsiah "Loh kok ke sini juga kamu?" Ucap Bu Syamsiah membalas senyumannya. ...