“Maaf Kak, Tiara harus pergi,”
“Tapi Dek,”
“Maaf Kak, Assalamualaikum,”
Tiara memutus sambungan teleponnya, Tiara merasa lebih baik tidak melanjutkan obrolannya karena Tiara harus tetap pergi ke Pondok.
Tiara meratapi setiap sudut rumah yang ia lewati dari kaca jendela mobilnya, matanya mulai berkaca-kaca, hatinya mulai merasa sesak, ingin ia menangis menjerit tapi Tiara mencoba bertahan.
***
Satu bulan berlalu kepergian Tiara, setiap harinya Januar mencoba menghubungi ponsel Tiara, namun tidak ada respons. Januar sudah merasa lelah karna tak ada jawaban dari Tiara, akhirnya ia memutuskan untuk menemui orang tua Tiara. Bagaimana tanggapan mereka Januar harus siap, mau di tolak atau terima itu terserah nanti.
“Aku tak ingin kehilanganmu lagi, Tiara,” ucap Januar bertekad.
Januar meminta izin pada sang ibundanya untuk melamar Tiara, dia pun menyetujuinya dan menyarankan untuk di temani ayahnya, Pak Sanusi.
“Jan, apa sebaiknya di temani oleh Bapak,” ucap Bu Syamsiah.
“Tidak Ma, aku akan berusaha dulu, nanti kalau mereka sudah setuju aku akan mengajak Bapak dan Ibu melamarnya resmi,”
“Baiklah jika itu maumu,”
Setelah meminta izin, Januar pergi menuju rumah Tiara, berbekal bingkisan yang di beli sepulang kerja tadi.
Januar sampai di depan rumah Tiara, ia memandangi pintu rumah Tiara dan memantapkan lagi hatinya agar nanti tidak ragu dalam pengucapan.“Bismillahirrahmanirrahim,” ucap Januar mengusap dadanya. “Assalamualaikum,” ucap Januar mengetuk pintu rumah Tiara.
“Waalaikum salam,” terdengar suara Bu Dania dari dalam rumah itu.
Januar berdiri menunggu seseorang membukakan pintu yang di depannya itu. Terdengar suara langkah kaki mendekat dan membukakan pintu.
“Eh Januar, apa kabar? Ayo sini masuk,” ucap Bu Dania mempersilahkan.
“Iya Bunda, Alhamdulillah,” ucap Januar kemudian masuk menuruti perintah Bu Dania.
“Bagaimana Mama dan Putri sehat?,”
“Alhamdulillah Bunda, bagaimana juga kabar Bunda sama Om Darwis?”
"Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat Bunda sangat sehat. Om Darwis pun sehat," jelas Bu Dania.
“Ada apa ni malam-malam main ke sini, kok Putri gak di ajak?”
“Maaf Bunda mengganggu, ada yang ingin Jan sampaikan sama Om Darwis.” Januar tak ingin lama berbasa-basi karena itu bisa membuatnya semakin salah tingkah.
“Oh begitu, Bunda panggilkan sebentar ya,” Bu Dania berlalu meninggalkan Januar di ruang tamu untuk memanggil Pak Darwis.
Januar memandang pintu kamar Tiara, karna letaknya paling depan. Januar berharap Tiara muncul dari dalam sana, tapi nihil ia malah di kagetkan dengan suara langkah kedatangan Pak Darwis.
“Assalamualaikum, ini Januar,” tanya Pak Darwis mengulurkan tangannya.
“Waalaikum salam, iya Om,” Januar langsung berdiri dan mencium punggung tangan Pak Darwis.
“Sudah lama tidak bertemu ya,”
“Iya Om, maaf malam-malam mengganggu,”
“Tidak apa, saya belum tidur kok, jadi apa yang mau sampaikan nih?” Tanya Pak Darwis santai, ada sedikit rasa curiga terhadap apa yang akan Januar sampaikan namun segera ia tepis.
“Saya langsung aja ya Om,” Januar menghela napas. “Maksud saya datang ke sini ingin meminang Dek Tiara,”
“Silahkan lanjutkan,” Pak Darwis belum puas dengan perkataan Januar.
“Sebelum Tiara berangkat saya sempat memberitahu Tiara saya akan melamarnya, namun Tiara tidak menjawab. Tiara hanya meminta maaf karena harus tetap pergi ke Pondok,” Januar terdiam sebentar, “satu bulan saya sudah bertekad ingin melamar Dek Tiara, dan ini waktunya untuk saya menyampaikan pada Om,” jelas Januar.
Bersambung...
______________________________________
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa vote yaa...
👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiara, Aku Memilihmu
Roman d'amour"Assalamu'alaikum," ucap pria itu dari arah pagar dengan tersenyum dan juga melambaikan tangannya. "Siapa dia?" pikir Tiara. "Waalaikum salam," jawab Bu Dania dan Bu Syamsiah "Loh kok ke sini juga kamu?" Ucap Bu Syamsiah membalas senyumannya. ...