“Kak, eh Mas,” Tiara yang berjalan di belakang Januar bingung harus memanggilnya dengan sebutan yang mana.
Januar berhenti dari langkahnya lalu berkata.
“Terserah kamu nyamannya panggil apa.” Kemudian melanjutkan langkahnya lagi.
“Ok, kita mau kemana?”
Januar merasa tidak nyaman harus berbicara dengan posisi seperti ini. Posisi dia di depan dan istrinya di belakang. Januar pun berhenti mendadak membuat Tiara menubruk punggungnya.
“Aduh, Mas Jan, kenapa berhenti, udah sampai ya?” Tanya Tiara yang masih terdiam di belakang Januar.
Januar menoleh ke belakang, lalu menggenggam tangan Tiara dengan tersenyum.
Tiara pun sontak kaget dengan perlakuan Januar, jantungnya kembali berdegup kencang seolah akan meloncat keluar. Tiara mencoba tuk melepas genggaman Januar, namun Januar malah semakin mengeratkan pegangannya. Seperti biasa seperti itu.
“Nah, kita sudah sampai, Dek,” Januar menghentikan langkahnya di sebuah restoran yang ada di penginapan itu.
Restoran itu bernuansa sederhana, tidak ada kursi untuk duduk hanya ada meja makan saja. Semua yang ada di sana duduk di lesehan di atas papan yang di alasi samak.
“Dek, cari tempat yang Adek mau sebelah mana saja,” Januar tak melepaskan genggamannya, ia mengekor ke mana arah Tiara berjalan. Sepertinya sudah terpasang lem di tangan sepasang pengantin baru itu. Lengket bener dah.
“Di situ mau gak, Mas?” Tiara menunjuk tempat yang paling pojok karna tidak terlalu ramai oleh orang lewat.
“Boleh,” Januar tak berkomentar yang ia inginkan sekarang hanya makan karena perutnya sudah berdemo dari tadi subuh.
Mereka pun memesan makanan yang mereka inginkan. Sembari menunggu pesanan mereka datang Januar terus memegang tangan Tiara. Januar memandang wajah Tiara lalu menopang wajahnya dengan tangan yang satunya melihat gerak-gerik wajah Tiara.
“Apa sih, Mas?” Tanya Tiara yang merasa malu dari tadi terus di pandang Januar.
“Kamu cantik, Dek,”
Wajah Tiara langsung terasa panas, ia ingin tersenyum tapi malu ingin marah tapi untuk apa.
“Mau pulang sekarang atau besok?” tanya Januar yang tidak tahan melihat wajah Tiara hampir matang, ia mencoba mengalihkan perbincangan karena takut Tiara nanti kabur karna merasa malu.
“Terserah,” singkat Tiara yang sedang mencoba menenangkan hatinya.
“Terserah melulu sih,” Januar memanyunkan bibirnya tanpa lepas menatap Tiara.
“Ya, terserah Mas aja. Tiara mah ikut aja, Mas.” ucap Tiara yang menatap layar ponselnya.
“Kalau ngomong bisa tatap muka aku gak?,” Januar mulai kesal karena Tiara selalu menatap layar ponselnya seolah dia tak ingin menatap Januar."Eh, iya," Tiara mendengar nada bicara Januar telah berubah, ia tahu Januar pasti kesal dengan segera ia menaruh ponselnya di meja. Padahal maksud Tiara hanya tak ingin terlihat salah tingkah oleh Januar.
Januar melepaskan tangan Tiara, ia merogoh sakunya untuk mengambil ponsel. Januar pun memainkan ponsel karna kesal terhadap Tiara."Ini Mas, Mbak pesanannya." Salah satu pelayan menghampiri mereka membawakan makanan yang telah di pesan mereka.
"Oh iya, makasih Mbak." Jawab Tiara.
Tiara menoleh ke arah Januar, tidak ada sama sekali respon darinya saat makanan mereka tiba. Tiara pun mencoba menegur Januar yang sedang asyik dengan ponselnya.
"Mas, ayo makan," ucap Tiara dengan menyodorkan sendok dan garpu pada Januar.
"Hemz," tidak ada ucapan, hanya di balas deheman saja dari Januar.
Acara sarapan pagi itu berlangsung dengan hening hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar. Sepi sekali ya man teman. Tiara merasa tidak enak, ia pun mencoba menegur lagi Januar.
"Mas, mau nambah lauknya?"
Tidak ada jawaban yang terdengar bahkan nafasnya pun tak terdengar oleh Tiara.Tiara semakin di buatnya bingung, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Tiara merasa sesak di acuhkan, memang di acuhkan menyakitkan sekalipun oleh orang yang tak ia kenal.
"Apakah ini sifat aslinya Mas Januar?" Tanya Tiara dalam hati. Matanya mulai berkaca-kaca, namun segera ia tepis dan melanjutkan kembali makannya.
"Apa yang terjadi pada diriku, kenapa aku begitu kesal dengan sikapnya? Bukankah dia hanya memainkan ponselnya, tapi aku malah mendiamkannya. Tapi ya sudahlah biar nanti dia tak mengacuhkan aku lagi," Januar merutuk dirinya dalam hati, namun tak ada penyesalan atas tingkah lakunya.
Januar selesai dengan sarapannya, ia melangkah keluar dari tempatnya tanpa sepatah katapun.
Tiara yang melihat Januar pergi hanya terdiam, ingin bertanya tapi tak berani. Mungkin pergi ke toilet pikir Tiara.
Sepuluh menit berlalu Januar belum juga kembali, Tiara semakin bingung dengan apa yang harus ia lakukan."Duh, Mas Jan mana ya, Kok lama perginya, apa ia sudah ke kamar duluan ya, atau masih di toilet?" Tiara mulai panik, dengan ragu-ragu ia mencoba menghubungi ponsel Januar namun ternyata sibuk.
"Yaah sibuk lagi, gimana ya sekarang apa aku bayar aja dulu terus nyusul ke kamar," Tiara terdiam lalu melihat isi tas kecilnya yang tadi ia bawa. Tiara melihat isi dompetnya yang hanya berisi beberapa lembar saja uangnya.
"Alhamdulillah, masih ada lima ratus ribu, cukup gak ya, coba dulu aja lah."
Tiara menutup kembali dompetnya dan menghampiri kasir restoran itu.Bersambung..
______________________________________
Assalamualaikum, selamat pagi.
Hai hai hai, apa kabar para pembaca kuuh.
Ada yang tahu gak, kira-kira Januar kemana ya?
Terus uang Tiara cukup gak nih?Jangan lupa vote ya
👇
Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiara, Aku Memilihmu
Lãng mạn"Assalamu'alaikum," ucap pria itu dari arah pagar dengan tersenyum dan juga melambaikan tangannya. "Siapa dia?" pikir Tiara. "Waalaikum salam," jawab Bu Dania dan Bu Syamsiah "Loh kok ke sini juga kamu?" Ucap Bu Syamsiah membalas senyumannya. ...