Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, matahari sudah mulai meninggi dan Tiara masih terdiam depan meja rias penginapan itu.
“Mas Januar, ke mana sih?” Ucap Tiara sambil menatap layar ponselnya.
Sudah satu jam lebih Tiara berdiam di kamar menunggu kedatangan Januar. Ketika Tiara sedang mandi suara ketukan pintu dan memanggil namanya. Tiara kira itu Januar, ia langsung mempercepat mandinya tapi setelah keluar kamar mandi tidak ada siapa-siapa.
Setelah penuh pertimbangan yang lama akhirnya Tiara memberanikan diri menghubungi Januar. Panggilan pertama sudah terhubung namun tidak ada yang mengangkat. Tiara semakin kesal dan juga khawatir ia mencoba menghubunginya lagi tapi masih tidak aja jawaban.
Tiga puluh menit pun berlalu, ponsel Tiara akhirnya berdering. Tertulis nama Mas Januar di sana.
“Halo, assalamu’alaikum,” suara dari seberang sana terdengar sangat berisik.
“Iya Mas, Waalaikum salam,” Tiara mencoba menebak-nebak dalam pikirannya sedang berada di mana kini suaminya itu.
“Dek, kakak sedang di rumah sakit, Putri lagi sakit, kamu tunggu di sana ya jangan ke mana-mana nanti kakak jemput, tut tut tut,” panggilannya berhenti. Seseorang di sana mematikan panggilan tanpa ada pemberitahuan.
“Astagfirullah, kok di matiin sih,” Tiara menghela nafas dan mengusap dadanya.
“Mas Januar main pergi aja sih, aku kan jadi bingung di sini sendirian,” air matanya tak terasa sudah keluar membasahi pipinya. Rasanya begitu menyesakkan, rasanya seperti menjadi bukan siapa-siapanya dia. Padahal mereka sudah menjadi suami istri.
Tiara ingin memberitahu orang tuanya, tapi ia urungkan karena mereka pasti panik dan langsung menyusul Tiara.
Hari sudah semakin siang, rasa lapar pun sudah menyerang, namun Januar pun tak kunjung datang.Akhirnya Tiara memutuskan untuk pulang sendiri, ia membuka aplikasi taksi Online. Mungkin akan lebih cepat menggunakan ojek online, tapi ada dua koper yang harus ia bawa, punya Tiara dan Januar. Walaupun ukuran koper mereka kecil, tapi tetap saja ini perjalanan agak jauh mana mungkin dengan ojek.
A
“Hah, 150 ribu ongkosnya lumayan juga, cukup gak ya,” Tiara menghitung uang yang ia punya saat ini.
“Alhamdulillah, Masih ada sisa buat jaga-jaga,” Tiara mulai membereskan semua barangnya, tak lupa ia pun mengetik untuk mengirim pesan ke Januar.
Mas Januar
-Mas, Tiara mau pulang sendiri ya!
-Boleh kan?
-Mas?
-Mas, Tiara sudah pesan taksi online.
Tiara lagi-lagi menghela nafas, pesannya masih belum di baca oleh Januar. Ia memutuskan untuk pergi saja tanpa menunggu balasan dari Januar.
“Dengan Ibu Tiara,” suara yang pertama ia dengar ketika mengangkat telepon dari nomor yang baru. “Saya dari taksi online yang ibu pesan, saya sudah sampai kira-kira saya harus menunggu di mana ya Bu?”
Oh sopir taksi, dahi Tiara kembali normal tidak berkerut lagi.
“Oh iya Pak, tolong tunggu sebentar, saya sedang menuju keluar,” Tiara langsung mempercepat langkahnya dengan memboyong dua koper itu.
“Selamat siang Bu,” ucap sopir itu ketika Tiara sudah duduk di kursi belakang, “habis liburan ya Bu?”
Tiara hanya terkekeh mendengar pertanyaan sopir itu dan hanya mengatakan iya. Tiara malu jika harus menjawab yang sebenarnya, seorang wanita yang di tinggalkan suaminya di hari pertama menjadi seorang istri, apa itu seperti judul sinetron ku menangis haha. Jika Tiara menceritakan itu mungkin si sopir itu bisa-bisa nanti menertawakan dirinya.
Macet, pasti tak terlewatkan di kota ini. Tiara menghembuskan nafasnya, bukan hanya kemacetan yang membuatnya merasa lelah hatinya tapi juga layar ponselnya yang seperti kuburan. Tak ada balasan dari suaminya dan telepon dari ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiara, Aku Memilihmu
Romantizm"Assalamu'alaikum," ucap pria itu dari arah pagar dengan tersenyum dan juga melambaikan tangannya. "Siapa dia?" pikir Tiara. "Waalaikum salam," jawab Bu Dania dan Bu Syamsiah "Loh kok ke sini juga kamu?" Ucap Bu Syamsiah membalas senyumannya. ...