Keadaan putri sudah membaik setelah di tangani oleh dokter, Januar mulai merasa lega tinggal menjemput istrinya.
Januar mengambil ponsel yang ada di atas meja ruangan karna ia rasa sudah cukup untuk mengisi baterainya itu, ia ingin menghubungi istrinya. Setelah mengaktifkan ponselnya, langsung terdengar bunyi notifikasi pesan yang selalu ia rindukan beberapa bulan ke belakang ini.
Tiara, gumamnya sambil tersenyum. Januar membuka pesan itu, matanya langsung melebar. Ia tak percaya Tiara bisa melakukan itu. Segera ia menghubungi istrinya.
Istriku
Begitulah yang tertera di layar ponselnya Januar.
Satu panggilan tak terjawab, Januar semakin panik marah kesal khawatir semua menjadi satu.
Ibunya yang melihat Januar berjalan tak tenang mencoba menghampirinya.
“Kenapa Jan?” Bu Syamsiah menepuk pundak Januar.
“Tiara Mah, ia pulang sendiri naik taksi,”
“Terus gimana, dia sedang di mana sekarang?”
“Belum tahu mah, teleponnya belum di angkat,” Januar mengusap wajahnya, ia mengucap istigfar berkali-kali mencoba menenangkan dirinya.
“Halo, Assalamu’alaikum,” setelah panggilan yang ke tiga baru ada yang menjawab panggilannya.
“Waalaikum salam, Dek kamu di mana?” Januar mencoba menenangkan diri agar tidak emosi kepada istrinya, Januar tidak marah pada Tiara ia hanya marah pada dirinya sendiri.
“Masih di jalan Mas, sebentar lagi sampai kok,”
“Oh, ya sudah hati-hati, kasih tahu Mas kalau sudah sampai, Assalamu’alaikum,” Januar mematikan panggilannya tanpa menunggu jawaban dari Tiara.
Januar menghela nafas, dan langsung duduk menyandarkan punggungnya di sofa.“Bagaimana, Jan?” tanya ibunya.
"Sudah di jalan Mah, bentar lagi sampai katanya," jawab Januar lemah."Ya udah kamu susulin gih ke rumahnya, tungguin tiara pulang," saran ibunya, ia tak tega melihat anaknya yang seperti sedang kebingungan.
"Malu aku, Mah," ucap Januar kemudian menutupa matanya.
***
"Main langsung matiin aja ni orang," hatinya kembali merasa sesak terhadap perlakuan Januar yang tiba-tiba menutup panggilannya tanpa pamit dahulu.
Tiara sampai di rumah, tak ada sambutan dari siapapun, pintunya pun tak terkunci jadi ia langsung masuk saja setelah mengucap salam.
Kamar yang selalu Tiara rindukan terlihat rapi pasti ibunya yang telah merapikan kamarnya itu. Setelah merapikan kopernya di pojok ruangan ia langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tak sabar ingin segera menemui ibunya tapi tak enak jika dengan keadaan keringetan seperti ini, penampilannya harus fresh agar ia terlihat baik-baik saja oleh ibunya menurut Tiara.
"Segarnya," itu yang tiara ucapkan setelah membersihkan diri, ia menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil.
"Aaaaaa Astagfirullah, ya Allah," Tiara berteriak ketika melihat ada seseorang yang sedang memperhatikannya di atas ranjang.
Januar, ia memperhatikan Tiara sejak ia keluar dari kamar mandi dan Tiara pun tak menyadarinya. Ingin Januar tertawa melihat ekspresi wajah terkejut Tiara sampai-sampai handuk yang melilit di tubuhnya itu terlepas, namun ia tahan.
Kini Tiara salah tingkah, apa yang harus ia lakukan kembali masuk ke kamar mandi atau menyapa Januar dalam keadaannya seperti ini. Kalaupun kembali ke kamar mandi percuma saja karena ia tidak membawa pakaian.
"Sini," kata yang pertama terucap dari keheningan itu, januar menepuk ke samping tempat ia duduk. Jujur Januar sangat tergoda oleh Tiara.
"Sebentar, Tiara pakai baju dulu," bulu kuduk Tiara merinding, ia segera berjalan ke lemarinya dengan jantung yang berpacu sangat tak beraturan.
"Gak mau nurut ma suami," ucap Januar membuat langkah Tiara terhenti.
"Tiara malu, Mas,"
"Apa aku harus mematikan lampunya agar kamu tidak malu,"
Kamu, kata itu menusuk dada Tiara. Rasanya aneh mendengar Januar menyebut kata kamu untuknya, ada rasa sesak yang menjalar dalam hatinya. Ia lebih nyaman di sebut nama atau panggilan adek yang biasa januar ucapkan padanya.
"Kenapa diam?" Mata Januar mencari letak stop kontak lampunya. Ingin rasanya ia segera menghampiri Tiara.
"Aku ganti baju dulu, gak akan lama," Tiara segera masuk ke kamar mandi.
Januar tersenyum melihat tingkah Tiara yang terburu-buru. Semua rasa yang tadi ada kecewa marah kesal kini telah hilang setelah melihat istrinya baik-baik saja.
"Sudah lama Mas sampai?" Pertanyaan pertama yang Tiara ucapkan pada suaminya yang sedang berbaring di atas ranjangnya itu.
"Harusnya aku yang bertanya kan?"
Januar malah balik bertanya."Aku baru mau memberi tahu Mas, tapi Mas sudah ada di sini," ucap Tiara datar lalu menarik kursi meja belajarnya untuk duduk.
"Telat kamu,"
Lagi-lagi kata kamu membuat Tiara semakin sesak. Oke Tiara mencoba menarik nafas dalam-dalam untuk memberikan ruang pada hatinya yang terasa sesak itu.
"Maaf," ucap Tiara. Kecanggungan mulai terasa, mereka saling berdiam untuk beberapa menit.
"Bagaimana keadaan Putri?" tanya tiara.
"Alhamdulillah, sudah membaik, sudah bisa tersenyum lagi,"
"Aku belum menjenguknya, boleh aku ke rumah sakit untuk menjenguknya,"
"Kenapa harus minta ijin, sekarang kan dia anak kamu juga." Januar merasa ada yang aneh dari suara Tiara. Mungkinkah Tiara sedang marah terhadapnya, tapi kenapa. Tadi di telepon nada bicaranya masih terasa hangat, tapi sekarang terasa getir pikirnya.
"Eh iya, aku laper, Mas mau ikut makan gak?" Tiara berdiri dari duduknya, ia ingat belum menemui ibundanya dan perutnya pun mulai terasa perih. Sebelum tiara keluar ia mengambil ponselnya terlebih dahulu dalam tas yang berada di samping Januar.
"Maaf Mas, aku mau ambil ponsel," ucap Tiara yang telah berdiri di depan Januar.Januar tak menjawab ia hanya sedikit menggeser tubuhnya membiarkan Tiara mengambil tasnya.
Setelah keluar dari lembah keheningan itu, hihi kamar Tiara maksudnya. Tiara memanggil bundanya.
"Bunda," Tiara mengetuk kamar Bu Dania namun tak ada jawaban. Biasanya Tiara akan menemukan ibunya itu di dapur atau di kamarnya tapi ini tidak ada.
"Bunda pergi ke rumah sakit," ucap seseorang keluar dari kamar Tiara.
"Kapan?" Tanya Tiara.
"Tadi pas aku nyampe bilang kalau Putri di rumah sakit, dan aku juga udah jelasin kamu pulang sendirian dan aku kesini mau mastiin kamu udah pulang atau belum." Jelas Januar.
"Kenapa harus cerita ke bunda sih," tiara menarik nafasnya.
"Aku gak mau nanti Bunda salah paham anaknya pulang sendiri, pas aku cerita malah bunda gak tahu kamu udah pulang, terus bunda lihat ke kamar sudah ada suara mandi dan koper, baru kami tahu kamu sudah sampai," jelas lagi Januar.
"Oh, oke," Tiara langsung pergi ke dapur tanpa menghiraukan lelaki yang di belakangnya terus memandanginya. Tiara mencari sesuatu untuk di masak, karna di meja makan tidak ada lauk untuk makan.
"Katanya lapar, ayo cari makan," ajak Januar yang melihat tiara sedang mencari-cari sesuatu.
"Iya, ini lagi nyari buat di makan," jawabnya ketus.
"Pergi ke rumah makan maksud aku," Januar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kalau mau pergi ya udah gak papa, Mas pergi aja, aku mau bikin telor ceplok,"
"Gak mau kalau sendiri, Mas makan apa yang kamu masak aja,"
______________________________________
Jangan lupa vote ya
Kasih bintang sama komentarnya, biar mimin makin semangat nih buat ngehalunya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiara, Aku Memilihmu
Romance"Assalamu'alaikum," ucap pria itu dari arah pagar dengan tersenyum dan juga melambaikan tangannya. "Siapa dia?" pikir Tiara. "Waalaikum salam," jawab Bu Dania dan Bu Syamsiah "Loh kok ke sini juga kamu?" Ucap Bu Syamsiah membalas senyumannya. ...