Ayah dan ibu. Bagi sebagian orang, kedua sosok ini adalah mereka yang paling dekat dengan kamu, mengenal pribadi kamu luar dalam dan yang paling tau cara menghibur dikala kamu sedang sedih.
Kata 'sebagian orang' aku garis bawahi lagi, karena ternyata tidak semua orangtua dari kita ingin mengambil peran itu. Seperti pada kasus ku misalnya. Alih-alih menjadi tempat pengaduanku, orangtua ku justru sosok yang ingin aku adukan kepada dunia.
***
Bagian III - Dua kehidupan.
"Bunda kapan baliknya?" Piring-piring sudah tertata diatas meja. Ada lauk pauk seperti ikan goreng, sayur bening kesukaan Alio dan kerupuk yang selalu ada di meja makan. Wanita baya yang biasa dipanggil mbak Ratih itu tersenyum, menatap Alio yang sudah duduk anteng.
"Nanti sore bang." mbak Ratih masih sibuk meletakkan makanan yang dibuatnya kedalam kulkas. Menyusun susu kemasan Alio sambil sesekali melirik pada putra satu-satunya.
"Abang ga takut kan tinggal sendirian?" Alio menggeleng.
"Udah biasa juga bund." katanya sambil mencocol kerupuk kedalam sambal.
Selesai menutup lemari es Ratih duduk disebelah Alio, menggenggam tangan hangatnya lalu tersenyum lagi. "Selesai urusan ayah yang di Medan, nanti kita tinggal sama-sama lagi."
Alio bergumam, kembali mengambil kerupuk didalam toples hingga bunda tertawa dibuatnya.
"Kamu ini."
Siang minggu itu pun Alio habiskan berbincang dengan sang bunda. Mengingat orangtuanya yang sibuk mengurus usaha kakek yang ada di Medan, Alio jadi berpikir saat-saat bersama mereka adalah saat yang paling berharga dan Alio tidak ingin menyia-nyiakan itu.
Pukul empat sore Alio hanya mengantar bunda sampai kehalaman depan. Tersenyum pada pak Hasbi -supir pribadi bunda- hingga mobil akhirnya berbelok kejalan raya. Hilang dari pandangan Alio seutuhnya.
Sore itu mendung, langit kelabu dan matanya tertarik dengan langkah gontai Elmar yang sudah jauh dari pandangannya. Punggungnya mengecil dan sama seperti hari-hari sebelumnya, gadis itu selalu mengenakan model baju yang sama. Hoodie kebesaran dan rok mini diatas lutut.
Alio mencoba tidak peduli dan masuk kedalam rumahnya, namun berselang 10 menit, dia tertegun saat menyadari kakinya yang kini hanya berjarak satu meter dari radius tempat Elmar memakan ice creamnya.
Benar-benar tidak bisa Alio pungkiri bahwa Elmar bagai magnet yang kerap menarik dirinya.
"Oh?" dibangku taman yang penuh dedaunan Elmar duduk, melambai sumringah pada Alio.
"Hai Al." pekiknya kelewat senang. Pemuda dengan tinggi 173 cm itu geleng-geleng, berjalan mendekat lalu duduk disebelahnya.
"Lo ngapain?" Alio menatap tepat ke manik Elmar, menyadari kesedihan yang lagi-lagi berusaha gadis itu tutupi. Dia nyengir, mengangkat plastik putih ditangannya pada Alio. "Cemilan sore gue."
Katanya lalu memberi satu cup ice cream pada Alio. Diterima dengan helaan nafas dan gelengan kepala.
Kini keduanya duduk dalam diam, mata sibuk memandangi burung-burung yang hinggap di perosotan namun pikiran sedang melayang jauh entah kemana.
Seorang ibu dengan gadis kecil kini ikut meramaikan taman yang semula sepi. Kedua nya bermain sambil sesekali tertawa. Perosotan merah yang semula dihinggapi burung-burung itu pun kini dinaiki si gadis kecil, tertawa saat ibunya yang menunggu dibawah berhasil menangkapnya kedalam pelukan.
Begitu saja senyum kecil terbit dibibir Elmar. Matanya menyipit sendu hingga sebuah tawa lolos tiba-tiba.
"Lucu."
ucapnya sambil kembali menjilati ice cream coklat favoritnya, membuat Alio yang sejak tadi menatapnya jadi menghela nafas. Dilihatnya cairan ice cream yang berantakan itu, risih dan berakhir dengan tangannya yang mendarat pada bibir Elmar.
"Kaya anak kecil." Alio menunjuk ibu jarinya yang kini kotor, membuat mata Elmar yang semula membola karena kaget atas perlakuan Alio, kembali merileks.
Alio menatap depan lagi. Pada anak kecil yang Elmar sebut lucu.
"Gue jadi kangen rumah lama." ucap Alio tiba-tiba. Sambil berbicara sesekali dia menggigit lembut cup ice cream ditangannya, memakannya dengan santai dan lama.
Kicauan burung kembali, menemani obrolan mereka hingga menjelang malam tiba.
Perbincangan singkat yang penuh tawa itu berhasil membuat Alio menyadari satu hal baru dari diri Elmar, bahwa gadis itu berbeda dari yang dia duga selama ini.
Alio sudah salah menyangka namun tetap tidak menaruh banyak harap atas gadis itu.
Pelan-pelan.
Dia ingin mengenali gadis itu dengan caranya sendiri.
"El?" panggilnya ditengah langkah mereka menuju rumah. Gadis yang rambutnya kini sudah digulung membentuk buntalan itu menoleh, bergumam dengan bibir tipisnya.
"Rok lo kependekan, pake celana training lebih nyaman kalo lo mau duduk lama ditaman kaya tadi."
Elmar tersenyum, menunjuk wajah Alio dengan menggoda. "Cie perhatian." katanya gemas. Alio hanya menatapnya datar lalu berjalan lebih dulu, meninggalkan Elmar yang kini tertawa dibelakang nya.
"Berarti sekarang kita beneran temen kan?!" teriak Elmar lagi. Dia berada diseberang rumahnya, atau lebih tepatnya sedang berdiri dibelakang Alio, didepan pagar karatan pemuda itu.
Alio berbalik, matanya bergantian menatap wajah manis Elmar lalu pada rumah gelap gadis itu.
Sepi bagai tidak memiliki penghuni.
"Dirumah lo juga sendirian?" Alio balik bertanya. Elmar menatap rumahnya lalu mengangguk santai. "Cuma ada gue." katanya lalu menarik jaket Alio, tersenyum dan menunjuk rumah pemuda itu.
"Karna sekarang kita udah temenan, bolehkan gue main ke rumah lo?"
***
Dua minggu sejak Alio menolak permintaan Elmar yang ingin mengunjungi rumahnya, sejak itu pula gadis itu diam dan tak mengganggunya lagi. Baik saat mereka papasan di supermarket, atau bahkan saat sedang disekolah.
Diam-diam Alio jadi merasa menyesal dan kini fokus belajar nya jadi terbagi.
Dikelas Elmar juga tidak banyak bicara. Hadirnya hanya untuk absen dan selalu berakhir dengan tertidur dimeja paling belakang.
Guru-guru pun tidak ada yang ingin dan berniat menegur karena meskipun bertingkah seperti itu, Elmar selalu mendapat nilai bagus saat musim ujian tiba.
Bel istirahat berbunyi nyaring, membuat Alio yang sudah gatal ingin menghampiri Elmar langsung melancarkan niatnya. Dia berjalan cepat menuju meja belakang, membuat beberapa gadis yang ada diantara meja Elmar jadi saling menyikut. Penasaran dengan tindakannya yang mendadak dan tiba-tiba.
Salah satu diantara mereka menyenggol tubuh Elmar, mengguncang bahunya hingga gadis itu melenguh kesal.
"Kenapa sih?" alisnya bertaut, dan semakin kesal saat melihat Alio yang kini berdiri dihadapannya.
Mendadak ingatannya kembali pada hari itu.
"Gue penasaran sama dia. Tiap malem keluar cuma buat duduk diayunan taman sambil ngomong sendiri kaya orang gila. Jujur gue tertarik buat nyari tau soal dia, tepatnya mata sedih itu."
Hari itu Elmar mengutuk dirinya yang repot-repot ingin berbelanja di supermarket menggantikan bi Ranum. Karena jika saja dia mengurungkan niat itu, saat ini yang dia hadirkan untuk Alio bukanlah tatapan tajam, melainkan cengiran konyol yang selalu ditunjukkannya.
Elmar mungkin bersikap terlalu baik selama ini.
YOU ARE READING
AL IS EL (Renjun)(END)
Fiksi PenggemarDalam semalam Alio sadar bahwa kehidupan Elmar, yang selama ini dielukan oleh semua orang, ternyata tidak lebih dari sebuah neraka. *** "Lo salah masuk toilet El, lo ga lihat ini toilet cowok?" start, 1 juli 2021. end, 14 agustus 2021.