TIGA PULUH DUA

255 30 2
                                    

Dengan langkah panjangnya Dika berjalan menuju ruangan Fio dengan hati yang merindu.

Senyum masih mengembang setia di bibir lelaki itu. Dika terus memikirkan kira-kira apa kata pertama yang harus ia ucapkan ketika bertemu kembali dengan gadis bernama Fio.

"Ih tai, kok gue dugun-dugun gaje mampus gini, sih?!" batin Dika.

Di koridor panjang rumah sakit, jalan menuju ruangan Fio. Kara melihat Dika dari kejauhan. Memandangnya dalam hingga dirinya berani melangkahkan kakinya untuk mengejar Dika.

"Dika!" panggil Kara.

Si empunya nama langsung menoleh dan memandang aneh gadis yang sedang berlari mendekatinya.

"Kara? Ngapain lo di sini?"

"Gue... Ada yang mau gue omongin ke lo," ucap Kara sambil menunduk.

"Ooh, ada apa?" tanya Dika sambil menatap Kara.

"Dika, lo sayang sama gue?" Kara masih menunduk.

Mendengar itu Dika terkekeh pelan. "Kok lo nanya gitu sih? Ya gue sayang lah sama lo, lo kan sahabat gue, lo udah gue anggap kayak sodara gue sendiri, Kar."

Kara tersenyum miris setelah mendengar ucapan akhir dari Dika. "Saudara ya?" ulangnya.

"He'em." Dika tersenyum. "Kenapa nunduk sih? Lo ada masalah? Cerita ke gue, Kar."

Tes.

Entah apa yang gadis itu alami, Dika tidak tau. Dika semakin bingung melihat Kara yang masih menunduk dan bahkan terlihat sedang sesenggukan menahan tangis.

"Kara.. hey... lo kenapa?" Dika mengangkat dagu Kara agar ia bisa melihat jelas raut wajah gadis itu.

"Lo kenapa nangis, Kar? Ada yang salah? Ada yang buat lo sedih? Atau gue punya salah sama lo, Kar? Bilang ke gue, gue salah apa? Jangan malah nangis gini.. Gue jadi gagal paham sama kondisi lo," ucap Dika lembut.

Wajah gadis itu semakin memerah menahan tangisnya. Rasa sesak dan bersalah sangat terasa di sekujur tubuhnya. Bagaimana ia harus memberitau lelaki itu yang sebenarnya?

Dika semakin tidak paham. Kara tak juga membuka suara. Akhirnya Dika menarik Kara ke dalam pelukannya untuk menenangkan gadis itu.

Tubuh Kara bergetar hebat. Dika dapat merasakannya dengan jelas. Pikiran Dika benar-benar terbagi sekarang. Tadinya ia sangat ingin menemui Fio. Tapi sekarang dirinya malah menenangkan gadis lain dan bahkan memeluknya.

Di sisi lain. Di ujung koridor yang tak jauh dari posisi Dika sekarang. Fio yang duduk di atas kursi rodanya sedang menatap kedua orang itu yang tengah berpelukan.

Fio diam. Fio tidak marah. Tetapi, dirinya kecewa.

Rasa rindu tadi berubah menjadi sesak. Bukan sesak karena terlalu menahan rindu. Tetapi sesak karena kecewa.

"Vin, gue mau balik ke kamar," ucap Fio lirih.

Davin yang saat itu sedang membawa Fio yang katanya ingin menghirup udara segar setelah tertidur lama dalam komanya.

Davin tak tau harus bagaimana hanya mengiyakan dan membawa Fio balik ke kamarnya.

***

Setelah memastikan Kara pulang dari rumah sakit. Akhirnya Dika kembali mengingat rencana awalnya yang ingin menjenguk Fio.

Ini sudah larut malam. Butuh waktu yang lama untuk Dika dan Kara habiskan bersama hari itu. Hingga akhirnya Kara pulang dari rumah sakit sekitar pukul 12 malam.

DIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang