DUA PULUH ENAM

2.1K 111 7
                                    

"Gar," panggil Dika setelah lima menit lebih keduanya hanya terdiam.

Deka segera mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah kembarannya.

Suasana ruang kunjungan itu benar-benar hening dan membuat mereka canggung.

"Maksud lo ngelakuin ini semua apa?"  Dika memberanikan diri untuk langsung menanyakannya.

Tak ada jawaban.

"Mungkin selama ini lo mikir kalo cuma lo doang yang sakit atas kematian Kayla," ucap Dika sambil menatap Deka yang sedang menundukkan wajahnya.

"Mungkin emang lo yang dijebak buat nyandu, tapi itu semua gak lo bikin jadi pelajaran untuk diri lo." Dika mulai mengepalkan untuk menahan emosinya.

"Lo balas dendam ke orang yang gak bersalah, Gar," kata Dika akhirnya.

Mendengar itu sontak membuat Deka mengeraskan rahangnya sambil menatap Dika.

"Lo datang cuma mau belain cewek lo doang?" tanya Deka.

"Gue gak ada bela siapapun. Fio gak tau apa-apa di masalah ini, tapi lo malah libatin dia bahkan lo jadiin dia target balas dendam lo?"

"Dia sepupu orang yang udah bunuh Kayla, Dik. Dan lo mati-matian belain dia?" Deka memasang wajah tak sukanya.

"Dia cuma sepupu, bukan orang yang bunuh Kayla. Lo ngotak gak sih?" kata Dika menggebu.

Deka berdecih. "Gak ngerti gue sama jalan pikiran lo. Ini yang buat gue makin percaya kalo kepedulian lo ke Kayla tuh gak ada."

"Gue yang lebih gak ngerti sama jalan pikiran lo, Gar. Gue harap selama lo ditahan lo bisa memperbaiki diri lo. Gue cabut." Dika bangkit dari duduknya dan berjalan keluar ruangan meninggalkan Deka dengan pikirannya yang masih kacau.

Berulang kali Dika menghela napasnya gusar. Kemudian dibukanya pintu mobil dan segera menjalankan mobilnya kembali ke rumah.

"Assalamualaikum." Dika masuk ke dalam rumah tanpa menyadari keberadaan Fio di ruang tamu.

"Dika, itu ada Fio nungguin kamu dari tadi," kata Rizka lembut.

Dika tak bisa menutupi wajah kagetnya. "L-lo ngapain?"

"Lo ke mana tadi?"

"Gue?" tanya Dika sambil menunjuk dirinya sendiri.

Fio mengangguk dengan wajah tanpa ekspresinya.

"Gue abis ngadem di ATM tadi," jawab Dika asal. Dika mendudukkan dirinya di samping Fio.

"Maaf," ucap Fio sambil menghela napas. "Lo tadi liat gue sama Genta, gue tau."

Seketika Dika ingin meluapkan tawa, tetapi berhasil ditahannya karena melihat ekspresi Fio yang serius.

"Gue males ngomong banyak, lo tau itu. Tapi gue juga gak tau kenapa gue harus minta maaf sama lo. Gue gak mungkin ninggalin Genta gitu aja tadi, makanya gue obatin dia dulu. Lo ngerti posisi gue 'kan?" Fio menatap wajah Dika yang berada di sampingnya sambil menaikkan kedua alis matanya.

Dika langsung cekikikan tak jelas. "Lucu sumpah, lo lucu anjir."

"Apanya yang lucu?"

"Lo lagi berusaha jelasin semuanya supaya gue gak cemburu?" tanya Dika sambil tersenyum.

"Gak." Fio berusaha agar wajahnya tak memerah saat ini juga. Belum pernah sebelumnya ia mengatakan hal seperti itu kepada orang lain.

"Iya deh gue percaya." Dika masih tersenyum sambil menatap wajah malu gadis di sampingnya itu.

DIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang