SEPULUH

3.2K 213 57
                                    

Fio menatap langit-langit ruangan itu. Sudah dua hari ia dirawat di rumah sakit dan sampai sekarang ia masih ingat kejadian dua hari yang lalu.

Pintu ruangan itu terbuka menampilkan Mifta dengan wajah bahagianya. Ia membawa satu botol madu berukuran kecil dan meletakkannya di atas nakas.

"Coba tebak deh tadi gue makan siang sama siapa?" Mifta menaik turunkan alisnya sambil tersenyum hingga deretan gigi rapinya itu terlihat.

Fio menggeleng malas. Lalu ia meraih botol madu yang tadi dibawakan Mifta. Ia menyedot madu itu layaknya minuman biasa.

"Gue makan bareng Daniel, Fi! Daniel! Akhirnyaaa yang gue tunggu-tunggu kesampean juga," ucap Mifta sambil bersorak riang.

"Bagus deh," kata Fio.

"Cuma itu doang respon lo?" Raut wajah Mifta langsung berubah masam.

"Jadi gue harus gimana?" Fio mulai sibuk menghabiskan madunya. "Itu berarti Daniel gak bakalan ganggu-ganggu gue lagi."

"Iya juga sih," kata Mifta. Lalu ia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangan itu. "Tapi nih ya, gue rada heran, tadi tuh gue ngajak Daniel buat ngejenguk lo ke sini, tapi dia malah diam terus pergi gitu aja. Aneh 'kan?"

Fio hanya manggut-manggut tak jelas. "Ooh, bagus dong."

"Ck, biasanya kan dia yang paling care sama lo. Lah sekarang kenapa dia seakan-akan gak peduli sama lo coba?" Mifta berdecak sebal.

"HELOW! HELOW! HELOW! DAVIN DAN KEENAN GANTENG DATANG LAGI NIH CYIN!" Seru Keenan dengan suara yang menggelegar.

Sedangkan Davin yang disampingnya sudah cekikikan melihat Fio dan Mifta yang sudah menutup telinga mereka masing-masing dan menatap Keenan dengan tatapan horor.

"Eh, bahlul! Lo kira ini hutan apa? Berisik banget perasaan," sewot Mifta.

"Hehe ... maapkeun, saya khilaf." Keenan menunjukkan cengirannya dan mengambil posisi duduk di samping Mifta.

Davin berjalan ke samping bangkar Fio, "kata dokter lo udah bisa pulang besok." Dan Fio hanya mengangguk.

Davin duduk di kursi yang berada di samping Fio. "Gue penasaran deh sama cowok yang bawa lo ke rumah sakit."

"Siapa?" Fio mengerutkan dahinya.

"Kalo gak salah sih dia pernah datang ke rumah buat ngembaliin tas lo," kata Davin memastikan.

"Maksud lo Dika?" Raut wajah Fio berubah sedikit kaget.

"Ya mana gue tau. Iya kali."

***

"Teruntuk Mas Tugi, hari ini aroma kuah baksomu begitu harum, dan ntah mengapa aku merasa kalau kadar ketampananmu terus meningkat, hingga aku selalu terbayang akan dirimu." Dika menarik napas, "Mas Tugi, gue laper nih. Tapi gue lupa bawa uang." Kemudian Dika mengedip-ngedipkan matanya manja bermaksud menggoda si penjual bakso itu.

"Bilang aja kalo kamu mau ngutang lagi 'kan?" Orang yang dipanggil 'Mas Tugi' itu sudah tau apa sebenarnya maksud dari pelanggan setianya.

"Hehe, iya Mas. Boleh dong?"

"Enggak! Utangmu sudah banyak begini, malah mau ngutang lagi," kata Mas Tugi.

Dika langsung mengerucutkan bibirnya, "ini yang terakhir deh Mas, besok gue bayar semuanya. Boleh dooong?"

"Yaudah, buat sendiri sono."

"Nah, gini kek daritadi," ucap Dika sambil berjalan ke arah gerobak itu dan membuat makanannya.

Tak butuh waktu lama, ia sudah menyiapkan satu mangkuk bakso. Lalu ia berjalan ke arah meja yang sudah di tempati oleh teman-temannya.

"Hus, hus, gue mau makan." Dika mengusir Fathan yang menempati bangkunya tadi.

"Songong banget dih, dapat makanan juga karena ngutang," sindir Fathan sambil menggeser badannya ke samping Gerry.

"Yeeeh, suka-suka gue dong." Dika mulai melahap makanannya.

"Eh, Dik. Cewek yang waktu itu lo tolong, udah keluar dari rumah sakit?" Tanya Gerry. Mendengar Gerry yang menanyakan hal itu membuat Daniel yang sedaritadi diam, langsung melirik ke arah Dika untuk melihat responnya.

"Gak tau gue," kata Dika sambil mengedikkan bahu.

"Lo deket sama Fio?" tanya Daniel to the point.

"Enggak lah, deket dari mananya? Orangnya galak gitu," ucap Dika.

Daniel terdiam. Ia merasa kalau dirinya harus mundur mulai dari sekarang.

"Kenapa?"

"Gue cabut duluya, mau ketemu gebetan, bye!" Daniel keluar dari kantin dan menuju ke kelas 12 IPA 2.

Daniel berhenti di depan pintu kelas yang ditujunya, ia mencondongkan badannya untuk mengintip ke dalam kelas itu dan melihat apakah ada guru yang sedang mengajar.

"WOI! NGAPAIN LO?" teriak Dika tepat di samping telinga Daniel.

Semenjak Daniel keluar dari kantin, Dika sudah penasaran dan memutuskan untuk mengikutinya.

"Astaghfirullah, Dik. Goblok dah, suara lo kenceng banget, bego!" Daniel meninju lengan Dika kuat.

Hal itu membuat semua orang di kelas itu melihat ke arah pintu kelas termasuk Bu Aisyah yang sedang mengajar di kelas itu. "Heh! Ngapain kalian? Jangan mengganggu proses belajar di kelas ini!"

"Maaf, Bu. Tadi saya berbuat kebaikan kok, saya udah menegur teman saya yang mengintip ke arah kelas ini, Bu. Seriusan. Gak bohong," ucap Dika membela dirinya.

Negur apaan? Yang ada malah budeg gue. Batin Daniel.

Bu Aisyah berjalan ke arah mereka, "kamu ada perlu apa, Daniel?"

"Eh, anu Bu, itu-" kata Daniel gugup.

"Nah, kan Bu. Teman saya ini emang gak sopan, Bu. Masa dia bilang 'anu' di depan guru?" Potong Dika cepat-cepat.

"Sudah-sudah. Sana masuk ke kelas!"

Dika dan Daniel serentak masuk ke dalam kelas itu. Tiba-tiba kerah baju mereka ditarik oleh guru berhijab itu. "Kelas kalian bukan di sini, ya Allah," geram Bu Aisyah. Sontak membuat seisi kelas itu tertawa. Termasuk Mifta yang sedaritadi memperhatikan Daniel. Sedangkan Fio yang sudah bisa beraktivitas seperti biasa hanya menatap keduanya datar.

"Lah tadi 'kan Ibu sendiri yang nyuruh masuk kelas, kok malah kita yang ditarik-tarik sih, Bu?" tanya Dika sok polos.

"Terserah kalian saja, sekarang masuk ke kelas! Atau saya laporkan ke wali kelas kalian?!" Ancamnya.

"Yaudadeh, kita pamit dulu ya, Bu," ucap Daniel sambil merangkul Dika untuk berjalan.

"Lo mau liat siapa sih tadi?"

"Mifta."

"Mifta? Mifta Taleetha maksud lo?"

Daniel mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Mifta yang temen masa kecil lo itu, plus sahabatnya si Fio."

"Jadi lo naksir sama Mifta? Anjaaaaaay!" Dika tertawa. "Kejar deh, jangan sampe lepas," kata Dika sambil menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu.

"Iya dong! Doain gue ya, teman!" Kemudian Daniel berlari meninggalkan Dika yang terkekeh melihatnya.

Saat Dika ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas, ia mengambil ponselnya yang bergetar dari saku celananya dan melihat pesan masuk.

Deka : datang ke tempat biasa sekarang. Bantu gue.

Deg!

Dika membatalkan niatnya untuk mengikuti pelajaran. Ia berlari ke arah taman belakang dan melompati pagar tinggi itu. Deka butuh bantuannya.

***

Part ini gaje banget sumpah :(

Tapi jangan lupa vote dan commentnya ya :')

Ja, matta ne!

DIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang