Entah apa yang membawa Fio untuk segera tiba di rumah sakit tempat Dika dirawat. Ia hanya merasa bahwa ia harus secepatnya melihat keadaan cowok yang belakangan ini mengisi hari-harinya.
Suara langkah kaki Fio memenuhi lorong rumah sakit yang sepi itu. Mifta tidak bersamanya. Setelah ia mendapat kabar bahwa Dika kecelekaan, ia langsung pergi meninggalkan sekolah dan menuju rumah sakit.
Ditatapnya pintu ruangan tempat Dika di rawat. Dengan perlahan dibukanya pintu itu.
Dika terbaring dengan selang infus di tangan kanannya.
Langkah kaki Fio membawanya ke samping Dika yang sedang tertidur pulas. Tanpa sadar, Fio mengelus pelan rambut Dika.
"Jadi lo yang namanya Fio?"
Suara yang terdengar sinis itu berhasil menyita perhatian Fio.
"Iya," jawab Fio seadanya. Dia ingat siapa cowok yang dihadapannya sekarang. Itu Deka.
Cowok dengan kalung hitam di lehernya itu bersedekap dada sambil menatap Fio. "Lo sepupunya Davin 'kan?"
"Gue gak pernah anggap dia sebagai sepupu gue."
Deka berdecih. "Mau lo anggap dia ataupun enggak sama sekali, itu gak ngaruh. Tapi yang pasti, darah pembunuh sama-sama mengalir di tubuh kalian."
Deg!
"Jaga omongan lo," kata Fio setenang mungkin.
"Lo denger baik-baik, ya, Fionandya Calandra." Dimajukannya selangkah kakinya mendekati Fio. "Sepupu lo, Davin, udah bunuh adik gue, Kayla."
Fio membalas dengan decihan. "Lo juga harus denger baik-baik, mau sebejat apapun Davin, sepupu gue, dia gak pernah yang namanya bunuh adik lo."
"Sepercaya itu lo sama sepupu brengsek lo itu?" Deka tertawa sinis. "Lo harus tau, dia ikut nyandu sama gue."
"Tanpa lo sadari, lo udah ngebuka aib lo sendiri kalo lo juga sakau," kata Fio dingin sambil meninggalkan ruangan itu.
Sial!
Kaki gemetarnya terus membawa Fio menuju parkiran rumah sakit.
Kata-kata yang dilontarkan Deka tadi benar-benar membuatnya drop.
Dengan segera dipakainya helm dan menjalankan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata.
Drt. Drt.
Getaran di saku celananya membuat dia harus menepikan motornya.
Davin : nyokap lo ada di rumah. Pulang sekarang.
Pesan itu benar-benar membuat mood Fio semakin turun. Tak ada pilihan lain selain pulang ke rumahnya.
Kecepatan motor Fio yang diatas rata-rata itu sangat menandakan bahwa si pengendaranya sedang dikuasi oleh emosi.
"Gue juga sayang sama lo, Dik." Tiba-tiba kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Fio.
Pikirannya kali ini benar-benar terbagi. Sampai ia tidak tau harus memikirkan yang mana dulu.
Motor dengan stiker lambang taekwondo itu sudah terparkir sempurna di garasi ruman mewah itu.
Dengan setenang mungkin Fio berjalan masuk ke rumah.
"Fio!"
Semenjak kedatangan Fio yang menyusul Bundanya ke Bandung waktu itu, membuat rasa tidak suka kepada Bundanya hadir begitu saja.
"Kenapa?" Sahut Fio dingin.
"Kenapa kamu nyusul Bunda ke Bandung? Bunda 'kan udah bilang kalo kamu gak perlu tau urusan Bunda!"

KAMU SEDANG MEMBACA
DIKA
Teen Fiction"Kenapa gak sekalian lo buang aja tas gue?" Tanya Fio ketus. "Yeeeeh, masih mending gue balikin." Fio merampas tasnya dari tangan Dika. "Pergi!" "Kayaknya lo hobi banget ngusir orang ya?" Dika mengerutkan dahinya. "Kenapa lo sembunyiin tas gue?" Fio...