DUA PULUH DUA

2K 136 14
                                    

"Ya gue gak tau Dika pergi ke mana, anjir!" Gerry menatap wajah Deka dengan ekspresi kesal. "Lagian kenapa lo nyari-nyari Dika? Biasanya juga lo bodo amat sama dia," lanjutnya.

"Lo gak tau apa-apa soal masalah ini, bangsat!" teriak Deka di depan wajah Gerry. Baru saja Deka tiba di rumah sakit, dan ia langsung mendapat kabar bahwa Dika pergi entah ke mana.

"Lo bilang gue bangsat?" Gerry tertawa remeh, "lo lupa? Kalo lo jauh lebih bangsat dari gue," katanya sambil berjalan keluar dari ruang inap Dika.

Deka mengepalkan tangannya dan langsung mengejar Gerry yang sudah berjalan di koridor rumah sakit itu.

Deka menarik kerah baju Gerry dan segera melayangkan tinjuannya. "Maksud lo bilang itu apa?! Hah?! Lo udah ngerasa lebih sempurna dari gue?"

Lagi-lagi Gerry tertawa meremehkan. Tapi tidak berlangsung lama hingga akhirnya dia berhasil membalas dengan menonjok pipi kiri lawannya. "Harusnya gue yang bilang itu, anjing!"

Pertarungan terus terjadi. Keduanya sama-sama telah dikuasi oleh emosi mereka.

"Penyandu dan muka dua kayak lo gak cocok hidup di samping Dika. Sahabat gue." Gerry tidak memberi ampun dan terus menghajar kembaran sahabatnya itu.

"Woy!"

Fathan dan Daniel langsung melerai keduanya. "Berhenti, anjir. Lo berdua ngapain berantem di rumah sakit, sih? Biar kalo luka langsung ditangani Dokter gitu? Lembek banget lo berdua," cerocos Fathan.

Daniel geleng-geleng kepala sambil menatap Fathan yang masih sempat-sempatnya menceramahi orang yang sedang dikuasi emosi dengan ceramah absurdnya. "Pisahin dulu, bege! Ntar aja Pak Ustadz ceramahnya," ucap Daniel sambil menahan Gerry agar tidak melanjutkan aksinya.

"Oke-oke," sahut Fathan.

"Lepasin gue, anjir! Biar gue habisin nih orang." Gerry berontak ketika tangannya ditahan oleh Daniel.

"Gak mau, zeyeng. Nanti kamu luka," kata Daniel sambil cemberut.

"Lepas." Suara yang terdengar dingin itu berasal dari Deka yang satu kakinya ditahan Fathan dari bawah dengan posisi Fathan yang telungkup.

Fathan mendongak untuk menatap wajah Deka. "Enggak, gak mau, ntar lo nonjok Gerry lagi, kasihan kan dia."

Deka langsung menyentakkan kakinya agar terlepas dari pegangan Fathan. Fathan langsung bangkit dengan wajah sedihnya. "Jahat."

"Kalian semua jangan pernah ikut campur urusan gue sama Dika." Setelah mengatakannya, Deka langsung pergi meninggalkan ketiga manusia tampan itu.

"Kembar sih kembar, tapi sifat sama kelakuannya beda banget. Yang satu bego, yang satu bangsat." Fathan geleng-geleng kepala sendiri diikuti Daniel di hadapannya.

"Lo berdua jangan pernah kasih tau keberadaan Fio ke Deka. Karena, dia udah ngincar Fio dari awal."

***

"Halo."

"Dik, gue perlu ketemu sama lo sekarang. Gak ada penolakan. Buru. Sekarang. Di rumah gue."

Dika menatap ponselnya aneh seolah-olah ponsel itu adalah wajah Gerry yang sedang menghubunginya sekarang.

"Gue baru aja nyampe rum-"

Panggilan tiba-tiba saja langsung terputus.

"Setan!" umpat Dika.

Dengan setengah hati Dika keluar kamar dan menuju garasi rumahnya. Sekarang waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Dika mengeluarkan motornya. Bersamaan dengan itu Deka baru saja tiba di rumah.

DIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang