TUJUH

4.1K 296 202
                                    

"Terus maksud lo apa?" Fio bertanya dengan nada tak suka sambil menatap lawan bicaranya.

"Ya, gimana ya," ucap seseorang itu sambil menggaruk pangkal hidungnya yang mendadak gatal. "Gue tinggal di sinilah," sambungnya tanpa beban.

Fio menghela napas kemudian menghembuskannya kasar. "Lo kira gue izinin lo tinggal di sini?"

"Mau lo izinin atau enggak, itu bukan urusan gue. Yang jelas, gue disuruh sama Tante Rena ataupun Bunda lo, buat tinggal di sini, sampe urusan Tante Rena selesai di Bandung," ucapnya sambil berkacak pinggang dan menatap Fio malas.

"Enggak, Vin!" Hampir saja Fio kembali menutup pintu rumah, Davin sempat menahannya dan tersenyum sinis.

"Jangan buat gue kena semprotan dari nyokap lo lagi ya. Gue di sini buat jagain lo, Jaenab! Kalo ada maling yang mau grepe-grepe lo gimana? Kan gak lucu, ya." Davin menjelaskan sambil terus menatap Fio yang juga sedang menatapnya datar.

"Gue gak perlu dijagain." Fio berkata dengan sorot mata tajam.

"Sepupu gue yang baik hati ... itukan menurut lo, kalo menurut Tante Rena gimana?" Davin merogoh tas ranselnya. "Nih madu buat lo," kata Davin sambil menyodorkan satu botol madu berukuran kecil kepada Fio dan Fio langsung saja menyambarnya.

"Awas ah, gue mau masuk," kata Davin gemas sambil mendorong Fio pelan.

Fio yang tidak terima atas perlakuan Davin barusan, langsung saja menendang tulang kering Davin. "Mampus!"

"Anjir sakit bego!" Davin memegang tulang keringnya sambil meringis kesakitan. "Awas lo ya!" Lalu ia berjalan menuju kamar tamu yang berada di lantai atas.

Fio menatap sepupu laki-lakinya itu yang mulai menaiki tangga satu-persatu, lalu ia tak lagi memperdulikannya dan lebih memilih untuk latihan menggunakan samsak pemberian Ayahnya tujuh tahun yang lalu tepat di hari ulang tahunnya.

Bug!

Berulang kali Fio menendang dan memukul samsaknya selama satu jam, sampai ia tak sadar bahwa sejak lima belas menit yang lalu, Davin menatapnya sambil bersender di pintu dengan gelas air mineral yang berada di tangan sebelah kanannya.

"Gue denger di sekolah, lo ikut turnamen lagi ya?" Davin memulai pembicaraan yang membuat Fio menghentikan aktivitasnya.

"Iya," jawab Fio sambil mengelap keringatnya.

"Ck, kalo menurut gue nih, seharusnya lo kaga usah ikut-ikutan turnamen lagi dah. Kita kan udah kelas 12 nih, fokus buat belajar aja, Fi."

"Ini kesukaan gue."

"Ya, kan buat kebaikan lo juga." Davin meneguk air mineral yang berada di genggamannya. "Emang gak ada yang bisa gantiin lo?"

Fio menggeleng, "gak ada."

"Yaudadeh." Batu banget nih orang. Davin berjalan ke kamarnya meninggalkan Fio yang kembali melanjutkan latihannya.

***

Dika berjalan santai di lantai koridor yang terlihat sepi itu, karena lagi-lagi ia terlambat datang. Tangan sebelah kirinya menenteng satu kotak berisi martabak kesukaannya.

"Emang lagi manja, lagi pengen dimanja, pengen berduaan dengan dirimu, Rampi." Dika cekikikan sendiri setelah menyanyikan lagu yang diakhiri dengan singkatan yang dibuatnya.

"Dika!" Satu tepukan mendarat di bahu sebelah kirinya.

"Anjir goblok," umpatnya. Kemudian ia berbalik badan untuk melihat orang yang menepuknya. "Siapa yang goblok? Kamu ngatain saya?" Tanya Bu Sarah sambil memelototkan matanya.

DIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang