DUA PULUH TIGA

1.8K 128 16
                                    

Pikiran Dika kali ini benar-benar kacau. Mengapa di saat ia tau semuanya, di saat itu juga Deka tertangkap?

Suasana rumah yang kini hening, membuat Dika tidak tau harus berbuat apa. Kedua orangtuanya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.

Dika memilih untuk masuk ke kamarnya. Berusaha menenangkan pikiran. Setelah ia tau bahwa Deka tertangkap karena memakai benda haram itu.

Dibukanya kaos yang dikenakannya, lalu dilemparkan asal ke lantai. Tidak peduli dengan kondisinya yang sedang bertelanjang dada itu, ia berjalan menuju balkon kamarnya dan membiarkan udara malam menyentuh kulitnya.

Berulang kali ia menghela napas gusar. "Sial!" umpatnya sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

Dika termenung cukup lama hingga akhirnya sebuah lemparan batu kecil mengenai pipinya. "Anjir! Siapa sih main batu tengah malam gini?"

Dika celingukan melihat ke bawah, tapi tidak ada satu orangpun di sana. Dika tidak terlalu memperdulikannya dan kembali menatap lurus ke depan sambil memejamkan matanya.

Tetapi sepertinya ketenangan Dika masih terus terganggu, karena sebuah lemparan kembali mengenai pipinya. "Woy! Jangan bercanda dong! Lo gak lihat gue lagi galau!" Entah pada siapa Dika berbicara, yang pasti Dika ingin melontarkan kata-kata itu.

Kembali dilihatnya ke bawah, tidak ada orang. "Kalo gue tau siapa orang yang iseng lempar-lempar batu ini, bakalan gue lempar itu orang pake batu karang! Kesel ba-" ucapan Dika terpotong karena lagi-lagi batu kecil itu mengenai jidatnya.

Emosi Dika sudah sampai di ubun-ubun, dia marah, dia murka. "Kena lo anjir, kena lo!" Dika melangkahkan kakinya cepat keluar kamarnya dan turun ke bawah untuk mencari orang yang melemparnya.

"Dika, kamu mau ke mana?"

"Mau bunuh orang, Ma," jawab Dika cepat. Tapi sedetik kemudian ia sadar dengan apa yang diucapkannya.

Ditatapnya wajah Mamanya yang sembab akibat dari tangisan yang tadi. Dika merasa gagal menjadi anak yang bisa menjaga keluarganya. Bahkan untuk menenangkan Mamanya saja, ia tidak bisa.

Dika berdehem. "Mau nyari angin, Ma," ucap Dika lembut.

"Kamu keluar gak pake baju?"

Dika langsung melihat penampilannya lalu menyengir. "Gak pa-pa, Ma. Biar anginnya masuk tanpa celah, hehe."

Rizka-Mamanya hanya tersenyum lalu mengangguk. Kemudian Dika berjalan cepat menuju luar rumahnya.

"Woy! Sini lo, setan! Jangan beraninya ngumpet dong! Tunjukin kejantanan lo!" teriak Dika sambil berkacak pinggang.

Dika mengerutkan keningnya heran ketika ia melihat badan seseorang di balik pohon halaman rumahnya. Dihampirinya orang tersebut yang seperti tidak asing di matanya.

"Fio," gumam Dika.

Fio menatap Dika dengan wajah datarnya.

"Lo ngapain di sini?" tanya Dika dengan raut wajah heran sekaligus kaget.

Bukannya menjawab. Fio malah langsung menghambur ke pelukan Dika.

Shit! Gue lagi gak pake baju njir, batin Dika.

"Lo, lo kenapa?" tanya Dika gugup.

Fio tidak menjawab dan malah memejamkan matanya.

Merasa aneh dengan sikap Fio, Dika menundukkan kepalanya untuk melihat wajah gadis itu. Wajah dinginnya masih terlihat, tetapi yang membedakannya kali ini Fio terlihat tenang.

Dika membiarkan posisi mereka sekarang, walaupun posisi ini sangat tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Berusaha untuk memberanikan diri, dibalasnya pelukan gadis itu. Nyaman. Seolah-olah bebannya terangkat begitu saja.

Cukup lama hingga akhirnya Fio merenggangkan pelukan mereka. Kemudian Dika menatap Fio yang juga menatapnya.

"Jadi, lo setannya?"

Fio yang sepertinya kaget dengan ucapan Dika langsung pergi begitu saja meninggalkan Dika di tempat itu.

"Lah anjir malah ditinggal gue." Dika mengejar Fio, tetapi Fio sudah terlanjur pergi menggunakan motor yang dibawanya.

Dika tiba-tiba diam dan menyadari kejadian yang baru saja terjadi. "Kok gue bisa khilaf gini?"

***
Alasan Fio untuk menghampiri Dika di malam itu karena dirinya tidak mengerti dengan perasaannya. Ia terus memikirkan cowok itu. Dan keputusannya untuk menemui Dika adalah hal yang sama sekali tidak sesalinya.

Suasana kelas yang tiba-tiba hening membuat Fio buyar dari lamunannya. Ditatapnya ke arah pintu kelas yang di sana sudah berdiri cowok dengan cengiran khasnya. Dika.

"Ada perlu apa, Dika?" Itu Bu Aisyah, guru yang saat ini tengah mengisi pelajaran Fisika di kelas Fio.

Dika berdehem. "Permisi, Bu. Saya ada perlu sama Fio."

Hampir semua tatapan mengarah kepada Fio dan ia tidak suka menjadi pusat perhatian. Gadis itu kemudian bangkit dari kursinya dan meminta izin kepada guru yang bersangkutan agar dapat keluar.

Fio menaikkan alisnya sebelah. "Kenapa?"

"Jalan-jalan yuk?"

Fio langsung membelalakkan matanya kaget. Sebelum ia benar-benar melakukan protes, cowok itu sudah menarik tangan Fio dan diajak berlari bersamanya.

"Lo apa-apaan sih?!" tanya gadis itu kesal. Dika hanya tertawa kecil yang tentu saja Fio dapat melihatnya.

Kemudian gadis itu terdiam ketika Dika membawanya ke rooftop sekolah. Anginnya benar-benar berhembus kencang hingga gadis itu memejamkan matanya.

Dika tersenyum menatapnya. Lalu kembali ditariknya tangan Fio menuju dinding yang berada di belakang mereka.

Gadis itu tidak dapat menyembunyikan raut wajah kagetnya. Di dinding itu tertera besar tulisan 'I'm Sorry, Fionandya Calandra' beserta gambar tas yang waktu itu disembunyikan Dika di rumahnya.

"Lo terima maaf gue 'kan?" Dika mengubah posisi tubuhnya menghadap Fio.

"Maaf lo gak ada maksud."

Dika menghela napas lalu menatap Fio yang lebih pendek darinya. "Gue ngerasa kalo gue harus minta maaf aja ke lo. Kayak dulu gue pernah sembunyiin tas lo di rumah gue, sampe buat lo hampir gagal buat ikut turnamen, udah pernah nabrak lo di koridor, ninggalin lo pas di Bandung, udah buat lo nungguin gue waktu gue mau ketemu sama Kara, udah ngatain lo setan tadi malam, gue juga mau minta maaf karena gue udah buat lo terlibat dalam masalah ini, Fi."

Fio masih menatap cowok di hadapannya itu berbicara. Mendengar kata maaf terakhir Dika membuat Fio berpikir keras. Apa Dika sudah tau kalo Deka telah membicarakan tentang kematian adiknya kepada Fio? Sampai-sampai Deka mengatakan Fio dan sepupunya adalah pembunuh?

"Dan satu lagi, gue minta maaf banget banget banget karena gue udah suka sama lo."

Deg!

***

Maaf banget udah lama gak update hehe. (Yang ini maaf dari author lgsg yaa, bukan dari Dika :v)

Ja, matta nee :)

Bonus pict 👀

DIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang