Play The Media 🔊
"Terkadang apa yang kita harapkan tidak selalu sesuai kenyataan"
Author Pov
Kali ini Hujan tak mundur. Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah James. Tak ada alasan untuk lanjut kan setelah ini?
"Kak? Menurut aku kali ini cukup kan?" Hujan mendekatkan dirinya pada James dan gadis yang tak diketahui siapa itu.
James tersentak menyadari Kehadiran Hujan dari sisi sampingnya. Ia memundurkan langkah dari gadis yang berada di depannya saat ini.
"Jan, kakak bisa jelasin" James hendak meraih tangan Hujan, namun sebelum itu Hujan dengan cepat menghindarinya.
"aku pulang, jangan ikutin aku kak.." Hujan memundurkan langkahnya. Ia memeluk novel yang ada di genggamannya. Dengan langkah cepat Hujan meletakan kembali novel-novel itu, entah mengapa hasrat bacanya sudah hilang. Satu novel yang saat ini masih enggan untuk Ia kembalikan, Ia jatuh cinta dengan blurb yang tercantum dalam sekali baca.
***
Dengan gontai Hujan keluar dari Mall itu sendirian, dengan tas belanja berisi buku yang akhirnya tetap berada di pelukannya. Ia menghabiskan dompet digitalnya untuk membeli buku tanpa memperhitungkan bahwa Ia tidak membawa dompet nyata untuk pulang.
James tidak mengikutinya, Ia menuruti perkataan Hujan tanpa berusaha sama sekali.
Langit sudah mulai gelap, pikirannya kalut membuatnya tidak punya pikiran apapun selain pulang dengan berjalan kaki. Apa hubungannya akan kandas begitu saja?
Ia berjalan di tengah keramaian kota Jakarta, banyak orang yang berlalu lalang di sekitarnya, namun ini terasa sepi sekali. Ponsel barunya tidak memiliki nomor siapapun untuk dihubungi, hanya James...
Hujan membuka tasnya, mencari uang yang mungkin terselip, disaat seperti ini Ia benci keteledorannya tidak membawa dompet.
Selembar kertas lecak tertekuk dipegang oleh Hujan saat ini. Hampir saja Ia membuangnya sebelum membuka isi kertas tersebut.
Isinya biaya administrasi rumah sakit yang sangat familiar olehnya. Tertampang nama sang pembayar "Zanuel Evagas" dengan nomor telp lengkap di samping namanya.
Hujan mengusak kencang air matanya yang hampir jatuh. Tanpa pikir panjang Hujan mengetik nomor itu di ponselnya. Menghubunginya dan mengubahnya menjadi nada dering.
Berdering
00.01
Siapa?-Nuel
Ucap suara dari sebrang membuat Hujan tertegun. Entah kenapa salivanya tak tertelan untuk melanjutkan bicara. Ia malah menangis dalam panggilan yang masih terhubung.
Halo? Eehh lo kenapa nangis?-Nuel
Mbak tenang dulu,lo salah sambung?-Nuel
T-tolongin gue hiks-Hujan
Hah? Lo kenapa?-Nuel
dan..dapet nomor gua darimana?-Nuel
Hujan terdiam tak menjawab, jika ia jawab namanya apakah pria itu akan ingat pada dirinya? Tapi Hujan tidak punya pilihan lain, dia hanya ingin pulang dan merebahkan dirinya sekarang.
g-gue Hujan, please gue cuma butuh pulang sekarang-Hujan
Sebut alamat lo, ah gausah. Sharelock sekarang-Nuel
Lalu panggilan itu berakhir begitu saja. Hujan mengirimkan alamatnya pada nomor yang baru saja Ia hubungkan itu. Hujan terduduk di trotoar tempatnya berdiri. Udara malam terasa lebih menusuk karena hanya seragam yang Ia gunakan.
***
"Bangun, lo keliatan kayak gelandangan kalo kayak gitu" Suara bariton yang terdengar familiar membuat Hujan menaikan kepalanya. Ia menatap sebentar pria itu, lalu dengan cepat beranjak dan menabrakkan diri ke dada bidangnya. Udara ini terlalu dingin.
"M-makasih udah dateng hiks" tangisan Hujan pecah di pelukan itu. Nuel sebenarnya bingung dengan apa yang harus Ia lakukan, Ia membiarkan gadis di depannya ini berada di pelukannya untuk waktu yang tidak sebentar.
Hujan melepaskan pelukannya, menyadari kebodohannya karena lancang memeluk orang yang bahkan baru Ia kenal.
Nuel melepaskan jaketnya, memakaikan itu pada Hujan yang tampak kedinginan.
"Sorry gua cuma bawa motor, dari tongkrongan" Nuel menuntun Hujan ke arah motornya, membantunya naik ke atas motor sport itu.
"Tunggu" Kata Nuel menyadari bahwa gadis yang diboncengnya ini menggunakan rok sekolahan.
Nuel memindahkan tasnya ke depan, membuka tas itu dan mencari sesuatu dari dalam sana.
"Taro ini di atas rok lo" Nuel menyerahkan sebuah kaos polos dari dalam tasnya itu, setidaknya kaos itu dapat berguna untuk gadis itu.
Hujan menerimanya tanpa mengungkapkan sepatah kata pun, dulu James pernah melakukan hal yang sama untuknya..
***
"Gue beneran gatau gimana caranya bilang makasih untuk ini, seharusnya lo bisa gak dateng karena kita gak saling kenal" Hujan turun dari motor sport hitam milik pemuda yang beberapa saat lalu menolongnya.
"Lo punya nomor gua kan?" Jawab pemuda itu.
Hujan hanya mengangguk, Ia sudah menyimpan nomor itu saat tadi harus mengirimi location pada Nuel.
"Lo bisa hubungin kesana kapanpun lo butuh bantuan, mata lo sembab, masuk, terus tidur sana" Ucapan Nuel itu membuat Hujan bungkam, entah mengapa ada rasa hangat di tengah kedinginan ini.
Sederhana rasanya..
***
Hujan menutup pintu kamarnya, melemparkan tas belanja yang dimilikinya
Ia merebahkan dirinya ke ranjang queensizenya. Menatap langit-langit kamar yang tampak berbayang karena matanya yang berkaca-kaca. Matanya lelah sekali karena banyak menangis.
Entah kenapa walau sudah melihat kejadian itu dua kali, Hujan masih tak percaya itu James yang Ia kenal.
Dengan tenaga seadanya, Hujan beranjak dari ranjang untuk mandi dan menenangkan pikirannya sejenak.
Want to continue?
Don't forget to follow me, vote and gimme krisar in comment sect♡🔥: Nuel anu banget..
Cast in this chapter
1. Kanaya Hujan
2. James Prince
3. Zanuel Evagas
Supporting chara
-
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN | TAMAT✓
Teen Fiction{FOLLOW SEBELUM MEMBACA} "Kalo nama gue bukan Hujan, apa takdir gue juga akan berubah?" Kadang kala kita itu buta, tak bisa membedakan antara yang mana cinta dan obsesi. Awalnya membahagiakan, namun lama lama menjadi menyesakan. Hujan kira memang t...