"Tak ada yang tau apa yang akan terjadi hari esok atau nanti jika takdir itu diperjuangkan bukan pasrah terima keadaan"
Author Pov
Gadis cantik dengan rambut panjang tergerai menjuntai berjalan keluar dari rumahnya.
"Non sudah siap?" Tanya seorang pria berbaju seragam hitam. Yang sudah berdiri di samping mobil Alphard berwarna putih untuk mengantar Hujan ke sekolahnya.
Hujan terdiam tak menjawab. Entah kenapa sangat malas hari ini untuk diantar menggunakan mobil, apalagi jam sudah menunjukan pukul 07:24 WIB yang berarti dia tinggal memiliki waktu 6 menit lagi untuk tidak terlambat masuk sekolah.
"Bapak kesini bawa apa?" Tanya Hujan kepada pak Doni supirnya.
"Saya bawa motor non"
"Nah cocok, sini pak kuncinya" Sahut Hujan membuat Pak Doni membelalakan matanya.
Dia menggeleng cepat, "ng-ngga non, nanti saya dimarahin bapak dan ibu" Jawab pak Doni ketakutan.
"Ngga pak, Bunda dan Ayah gabakalan tau. Kali ini ada deh..."
"Maaf non Hujan, bibi ngga ngizinin" Kali ini tiba-tiba seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu rumahnya. Ikut melarang Hujan menaiki motor ke sekolah.
Menyerahkan sebuah kotak bekal ke tangan Hujan yang langsung diterimanya.
"Makasih Bi, tapi Huj-"
"Ngga non" Jawab Bi Siti dan Pak Doni berbarengan.
Kali ini Ia satu lawan dua, dan itu pasti dia akan kalah.
"Bi tapi" Ucapnya memelas.
"Ngga ada tapi-tapian non, cepat berangkat. Sudah siang" Hujan menekuk wajahnya pasrah.
"Yaudah ayo pak berangkat, bi Hujan pamit"
Dia lalu memasuki mobil yang pintunya sudah di bukakan sebelumnya oleh pak Doni.
Di Sekolah
"Hujan, Buruan lari! Belum lewat 5 menit bel nih" Teriak seorang siswi wanita dengan rompi bertuliskan "OSIS" disana.
"Makasih banyak kak Farah!" Teriak Hujan tak kalah keras pada wanita baik yang belum lama ini menjadi dekat dengannya karena bantuan Hujan menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi pada Farah.
Dengan terburu-buru Hujan berlari di koridor yang mulai sepi karena siswa sudah banyak yang masuk ke kelasnya. Dia sedikit berhati-hati karena nasi goreng yang masih ia genggam di tangannya.
Bruk
"Shit" Hujan menepuk mulutnya sendiri yang mengumpat sembarangan.
Matanya tertuju pada kotak nasi gorengnya yang sudah terpental jauh dengan posisi terbuka. Nasi goreng yang ia berusaha hargai sekarang tercecer berantakan di lantai.
"NASI GORENG GUE?!"
"Eh sorry, sorry. Gua gasengaja" suara bariton seorang pria terdengar mendekat.
Mata Hujan terkejut saat seorang pria sekarang sudah terjongkok menjajarkan diri dengannya. Wajah ini tak asing baginya.
"Nasi gorengnya dia jatuh tuh El" Lamunan Hujan tersadar saat ada suara lain dari belakang pria itu. Dia mengalihkan matanya, tiga orang pria tampan berdiri dengan kefokusannya masing-masing.
"Sini gua bantu bangun" Hujan terdiam membeku saat tangan pria ini terjulur di depannya. Dengan canggung Ia meraih tangan pria itu dan mulai beranjak dari posisi jatuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN | TAMAT✓
Novela Juvenil{FOLLOW SEBELUM MEMBACA} "Kalo nama gue bukan Hujan, apa takdir gue juga akan berubah?" Kadang kala kita itu buta, tak bisa membedakan antara yang mana cinta dan obsesi. Awalnya membahagiakan, namun lama lama menjadi menyesakan. Hujan kira memang t...