Karena Waktu

266 57 1
                                    

"Waktu itu alasan, alasan gua semakin dekat sama lo"

Author Pov

"Loh, non Hujan kok dari luar?" Tanya Bi Siti terkejut dengan kedatangan Hujan yang tiba-tiba dari arah luar. Ternyata memang benar tidak ada yang menyadari kepergiannya tadi.

"Iya bi, Hujan dari luar" Jawabnya.

Hujan menoleh ke kanan dan ke kiri, entah kenapa rasanya rumah ini agak sepi. Bahkan saat Ia masuk tadi, mobil ayahnya tidak ada di luar.

"Kok rumah sepi bi? mobil ayah juga gaada di luar?" Akhirnya Hujan melontarkan pertanyaan itu karena rasa penasarannya.

"Anu..itu non" Bi Siti agak gugup menjawab pertanyaan Hujan. Ia merasa tak enak dan kasihan dengan gadis ini, bahkan tidak ada yang menyadari kepergiannya.

Hujan menatap bingung ke arah wanita paruh baya di depannya ini. "Kenapa Bi?"

"Mereka pergi makan malam non" Bi Siti menjelaskan. Hujan sempat terdiam mendengar hal itu. Tidak ada panggilan atau pesan masuk yang menanyakan keberadaannya, berarti mereka tidak berniat mengajak Hujan bukan?

Gadis itu tersenyum tipis. "Jangan natap aku gitu bi, gak perlu kasian" Kata Hujan melihat sang Bibi yang menatapnya menyedihkan. Itu semakin membuat sesak di dalam.

"M-maaf non, bibi ga bermaksud"

"Udah bi, santai aja. Hujan naik dulu ya"Gadis itu meninggalkan senyum tipis lalu membalikan badannya dan melangkah pergi dari ruang tamu yang sepi itu. Ia melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju ruang hampa pribadinya.

Udara malam terasa dingin, angin menusuk ke dalam tubuh gadis yang sedang berdiri menatap langit gelap.

Hampa langit tanpa bintang sama seperti yang Ia rasakan kali ini.

Hari ini Ia lelah, cukup lelah untuk berniat tidur saat sampai di rumah. Namun sekarang dia malah berdiri di balkon sendirian dengan menyedihkan. Rasa kantuknya hilang untuk sejenak.

"Hah.." Hela nafasnya terdengar jelas dan berat. Baru saja Ia merasakan sedikit kelegaan saat di luar rumah, namun saat kembali malah menambah beban pikiran.

Kling

Suara ponsel itu menyadarkan Hujan akan lamunannya. Ia menoleh ke arah meja kecil tempat Ia meletakan ponselnya.

Ia maju selangkah dari posisinya. Mengambil ponsel itu saat ada beberapa notifikasi pesan di sana.

Hujan tersenyum kecil. Menarikan jarinya di atas papan ketik untuk membalas pesan yang tertera.

Entah sejak kapan kedekatan ini, bahkan berkali-kali Hujan bertanya pada dirinya sendiri. Apa benar seperti ini? Pasalnya Hujan belum lama putus dari James.

Tin, tin

Mendengar hal itu, Hujan menoleh ke bawah, mobil yang tadi tidak ada di rumah baru saja kembali sekarang.

Gadis itu mengusap kencang tangannya yang mulai terasa sangat dingin. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kaca itu.

Dengan langkah kecil Hujan menuju ke salah satu meja yang ada di pojok kamarnya, mencolokkan tremos listrik di sana untuk memanaskan air dan membuat segelas teh hangat.

Tok, tok, tok

Gadis pemilik ruangan yang di ketuk itu menoleh cepat ke arah pintu. Mengerutkan dahi bingung, siapa yang menganggangunya malam-malam begini.

"Hujan, Bunda bawain makanan buat kamu sayang" Hujan terkekeh kecil dalam hatinya. Menaikan sudut bibirnya mendengar perkataan itu. Jangan harap Hujan senang, sepertinya sang Bunda benar-benar mengira Ia ada di kamar seharian.

"Hujan, bunda masuk ya?" Hujan menghela nafasnya panjang. Ia berjalan ke arah pintu, bukan bermaksud membukakan.

Klek

Tapi mengunci pintu itu.

"Hujan uda kenyang, cape, mau tidur" Kata gadis itu dari balik pintu kamarnya.

Ia membalikan tubuhnya dan melemparkan diri ke atas ranjang. Sangat membosankan hidup seperti ini.

🦋🦋🦋

"Hujan, kali ini gaada alasan untuk kamu gak sarapan dengan kami kan?" Bunda menghentikan langkah anak gadisnya yang sudah siap dengan baju olahraga miliknya.

Hari ini hari minggu, Hujan pun terkejut kenapa semua orang makan di meja pada pagi hari begini. Sepertinya kali ini Ia gagal menghindari mereka.

Sang bunda dengan tiba-tiba menarik pergelangan tangannya. Hujan tak bisa berkutik dan hanya bisa mengikuti langkah Bundanya.

"Kak, gue baru beberapa hari disini, dan kita baru ketemu sekali. Kangen banget" Gadis dengan rambut pendek berwarna ombre blonde itu beranjak dari duduknya, tersenyum manis dan mendekati gadis yang baru saja tiba di sekitar meja makan.

Dengan lancang, Biru merebut genggaman tangan sang Bunda dan menarik Hujan untuk duduk tepat di sampingnya.

Hujan menghempaskan tangan Biru saat Ia akhirnya terduduk di kursi samping gadis yang di bencinya itu.

Bunda mendekati Hujan, mengisi piring kosongnya itu dengan nasi goreng buatannya sendiri.

Hujan tak merasa aneh dengan itu. Namun saat menyantap dan menelan sesendok nasi goreng itu, bau tak asing muncul di hidung dan tenggorokannya.

"B-bun, ini nasi goreng apa" Tanya Hujan tersekat, kepalanya terasa amat pusing. Bau amis ini, dia kenal bau ini. Namun tak tampak fisiknya sama sekali, membuat Hujan tak menyadari nasi goreng apa ini.

"Nasi goreng udang Hujan, k-kamu kenapa?" Bunda panik dan langsung beranjak mendekati Hujan.

Bi Siti yang mendengar keributan langsung datang ke ruang makan. Ia panik setengah mati saat nasi goreng itu ada di depan wajah Hujan. Dan sepertinya gadis itu memakannya..

"BU, NON HUJAN KAN ALERGI UDANG" Panik Bi Siti langsung berlari mendekati Hujan yang mengalami sesaknya. Alerginya memang cukup parah, sehingga hanya campuran udang pun bisa membuatnya kambuh dan langsung sesak nafas.

Want to continue?
Don't forget to follow me, vote and gimme krisar in comment sect♡

🔥: Apa yang kalian rasain, kalo bunda kalian sendiri lupa sama hal yang bisa bahayain hidup kalian?

Cast in this chapter

1. Kanaya Hujan

2. Zanuel Evagas

Supporting chara

1. Xabiru

2. Syela (Bunda Hujan)

3. Bima (Ayah Hujan)

HUJAN | TAMAT✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang