Pintu kelas dibuka oleh Pak Herman, selaku Guru yang akan mengajar di kelas ini. Pak Herman duduk di kursinya, ia membuka buku kehadiran siswa.
"Abhi?"
"Hadir Pak!"
"Adel?"
"Adel??" Panggil Pak Herman sekali lagi.
"Woy Adel!!" Panggil Arka.
"Eh iya Pak, hadiroh!"
"Arka?"
"Hadir Pak!"
"Bagas?"
"Hadir!"
"Clara?"
"Saya!"
"Dea?"
"Saya!"
"Elang?"
"Alhamdulillah hadir Pak!"
"Farel?"
"Hadir!"
"Gilang?"
"Hadiroh!"
"Gisel?"
"Hadir, Pak."
"Lili?"
"Saya!"
"Panca?"
"Saya!"
"Ratu?"
"Hadir!"
"Safira?"
"Saya, Pak."
Setelah dirinya di absen, Safira merebahkan separuh tubuhnya di atas meja. Ia mengeluarkan bulpen untuk menulis sesuatu.
Arka ♡
"Talita?"
"Saya hadir!"
"Vano?"
"Hadir!"
"Wesel?"
"Hadir!"
"Zaidan?"
"Hadir saya Pak!"
"Yang gak bapak sebutkan berarti tidak datang ya. Zahra sakit? Atau kenapa?"
"Sakit katanya, Pak." Lapor Arka selaku ketua kelas.
"Baik. Sekarang kita baca buku paket IPS halaman seratus dua puluh tiga. Semuanya baca! Jangan sampai ada yang tidak membaca!" Ucap Pak Herman.
"Iya, Pak."
Safira menegakkan tubuhnya. Ia menggeser buku tulisnya ke kiri. Buku paket IPS dibuka olehnya, ia melaksanakan perintah Pak Herman.
Buku tulisnya diambil oleh Winda, yang duduk sebangku dengannya.
"Cie Arka!!" Seru Winda keras.
Semua orang langsung menoleh ke arah Winda.
"Apaan?" Tanya Arka cuek.
"Sini!" Safira berusaha mengambil buku itu, tapi Winda berdiri. Tubuh Winda sangatlah tinggi.
"Nih tadi Safira nulis nama Lo pake love!" Winda berusaha membuka buku Safira. Tapi gagal karena Safira berhasil mengambilnya.
"Cie Arka!!" Ucap teman-temannya yaitu Abhi, Bagas, Wesel, Gilang, dan beberapa lainnya.
"Ekhem ekhem! Safira semakin di depan!" Ucap Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we surrender? (End)
Teen FictionSafira itu gadis biasa, bukan gadis yang terkenal karena kecantikannya atau kepintarannya. Tidak terlalu cantik dan tidak terlalu bodoh. Ia menyukai salah satu lelaki di kelasnya yang bernama Arka. Hingga suatu hari Safira mengalami gejala-gejala k...