Seorang perempuan terletak di atas kasur yang tengah di dorong oleh Suster Nabila. Nabila mendorong kasur sampai ke ruang operasi. Dan diletakkannya kasur itu di tempat biasa untuk operasi. Mata perempuan itu terpejam, karena sudah dibius.
"Semuanya sudah disiapkan?" Tanya Aidan kepada Tika. Perempuan itu mengangguk.
"Sudah saya cek lagi, Dok. Sudah benar,"
Aidan selaku Dokter tengah mengecek kembali alat-alat. Lalu tangannya mengarah ke pintu, mengode kepada Suster itu untuk pergi. Nabila pun langsung keluar.
Segera ia memasang kaos tangan khusus operasi pada tangannya. Di ruangan ini ada Tika untuk membantu Aidan. Lalu Aidan pun mulai beraksi dengan alat-alatnya.
•••
Ratu dari arah belakang Talita, berjalan menuju gadis itu yang tengah makan di kantin. Di tangannya membawa buku cetak Bahasa Indonesia, hanya satu buku.
"Dua hari yang lalu dia operasi ya?" Ratu meletakkan buku cetak itu di atas meja. Tubuhnya duduk di hadapan Talita.
Talita mengunyah lalu menatap Ratu. "Iya," jawab Talita. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman saat mendengar nada balasan dari temannya itu tidak terdengar seperti orang marah. Artinya Talita sudah tidak marah lagi padanya.
Mata Talita beralih ke arah kiri dengan sinis, lalu berkata, "Perduli apa Lo sama dia." Lalu senyumannya pun luntur.
"Gue kan nanya baik-baik, Tal. Dibales baik-baik juga bisa kan?" Tuding Ratu.
Talita menghela napasnya kasar lalu menghadapkan kepalanya ke arah Ratu.
"Udah deh, Lo enggak usah nanya-nanya lagi. Mending pergi, urus aja urusan Lo sendiri," usir Talita muak.
"Kok gitu sih?" Tangan Ratu perlahan mengambil kembali bukunya dan dipeluk olehnya.
"Ya emangnya Lo berharap gimana? Gue ajak Lo jenguk dia tapi Lo nolak, sekarang Lo nanyain dia?"
"Ya udah deh," Ratu berdiri dan memilih untuk pergi daripada malah menyakiti perasaan temannya ini.
Talita terdiam, tanpa menatap kepergian Ratu. Sudah beberapa hari ini mereka marahan, tapi Talita bukan marah lagi melainkan kecewa.
Tangannya kembali bergerak untuk mengambil suapan dan mengunyahnya.
Dari belakangnya, ada seorang lelaki yang berjalan ke arahnya.
Kursi yang tadi ditempati oleh Ratu, kini ditempati oleh lelaki itu.
Talita menatap ke depan. "Ada apa?" Tanya Talita langsung kepada inti.
"Mau jenguk Safira enggak?"
"Boleh, tapi Gue sendiri aja deh," jawab Talita enteng.
"Kenapa?"
"Gapapa, lebih enak sendiri."
"Okay," balas Arka.
Talita menatap Arka lalu kembali makan, setelah makan ia pun minum. Selama itu juga Arka masih ada di hadapannya.
"Lo masih marahan sama Ratu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we surrender? (End)
Teen FictionSafira itu gadis biasa, bukan gadis yang terkenal karena kecantikannya atau kepintarannya. Tidak terlalu cantik dan tidak terlalu bodoh. Ia menyukai salah satu lelaki di kelasnya yang bernama Arka. Hingga suatu hari Safira mengalami gejala-gejala k...