Part 7 : Penasaran atau perduli?

767 145 3
                                    

Suara sendok menyentuh piring berkali-kali terdengar, membuat mata Safir perlahan terbuka. Bibir Zaidan tersenyum saat aksi membangunkan Safira lewat trik ini berhasil.

Tangan pucat milik Safira mencari-cari sesuatu untuk digenggam. Hingga akhirnya mendapat ranjang kasur dan ia mengubah posisinya menjadi duduk. Kepalanya menoleh ke arah Zaidan yang tengah duduk, lelaki itu sudah makan dan memakai pakaian yang berbeda dari kemarin. Warnanya masih sama putih, namun putih yang sekarang terlihat lebih bersih.

"Keadaan kamu gimana? Udah rada mendingan atau masih pusing?" Tanya Zaidan.

"Masih sedikit pusing sih, kayanya saya enggak ikut dulu deh." Balas Safira. Kepalanya memang masih pusing, tapi hatinya berkata ingin ikut. Namun, ia tidak bisa memaksa diri di saat tubuhnya sedang tidak sehat.

"Makan gih, tadi udah di bawain sama Suster. Kamu juga tadi dibangunin tapi enggak bangun-bangun," Safira mengangguk-angguk pelan.

Safira kembali tiduran di kasur.
Perutnya tidak terlalu lapar dan kepalanya pusing, akhirnya ia memilih untuk tidur lagi.

Zaidan menghela napasnya kasar. Padahal kan ia ingin jalan-jalan bersama teman barunya ini.

Piringnya disimpan di atas meja. Di saat yang bersamaan, Tika datang.

"Lho, dia belum bangun juga?" Tanya Tika yang berdiri di samping ranjang Safira.

"Tadi bangun sebentar. Kayanya dia pusing banget," sahut Zaidan.

"Ya udah, kamu aja dulu ya yang keluar," Tika membantu Zaidan turun dari kasur dan duduk di kursi roda.

Tika membawa Zaidan yang duduk di kursi roda ke hadapan pintu. Pintu terbuka, yang membuka bukan mereka melainkan Nabila. Mereka berhadap-hadapan, tadinya Tika ingin membuka pintu.

"Zaidan sama Gue aja, deh." Tangan Nabila sudah menggenggam pegangan kursi roda.

"Udah, Gue aja. Lo jagain Safira gih, tadi keliatannya pusing banget," balas Tika.

Tangan Nabila lepas dari pegangan kursi. Ia menatap pasien perempuan yang matanya terpejam di atas kasur.

"Namanya Safira?" Tanya Nabila, ia tadi mendengar tapi lupa.

Tika mengangguk. "Iya."

"Cantik ya, cocok sama Lo, Dan." Nabila melirik ke arah Zaidan dan memasang tatapan meledek.

Kedua suster ini tentunya sudah dekat dengan Zaidan, karena mereka sendiri sudah saling kenal hampir satu tahun selama Zaidan ada di rumah sakit.

"Gue keluar dulu nih, jagain Safira." Tika membawa Zaidan keluar dari ruangan ini.

Nabila memberikan jari jempolnya, namun Tika sudah pergi duluan. Nabila mendekati Safira dan duduk di kursi.

Ketika mendengar suara kursi, mata Safira perlahan terbuka. Dan, menatap sosok suster di sampingnya ini.

"Hai! Kenalin nama saya Nabila, salam kenal ya!" Ucap Nabila.

Respon Safira hanya tersenyum kecil. Lalu, Nabila mengambil piring sarapan Safira.

"Mau makan sekarang?"

"Boleh," jawab Safira dan selanjutnya Nabila mulai menyuapi Safira.

•••

Seorang lelaki sedang menatap temannya yang sedang menatap bangku kosong seorang gadis yang tidak berangkat selama satu Minggu lebih.

Can we surrender? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang