"Safira? Kenapa kesini? Kamu kan lagi sakit, ke kamar ya." Meli membawa masuk Safira ke kamarnya lagi.Safira kembali tiduran di atas kasurnya. Meli duduk di atas kasur Safira.
"Istirahat dulu disini, Ibu mau ke depan dulu sebentar," pesan Meli yang dibalas dengan anggukan Safira.
•••
Jam yang berada di rumah sakit menunjukkan pukul 14.04 dan tepat pada hari Kamis tanggal 12 Agustus 2021.
Beberapa hari yang lalu, tepat pada tanggal 6 Agustus 2021, Safira telah mengalami gejala-gejala seperti batuk berdarah, pilek, badan lemas, tidak nafsu makan, berat badan menurun, suara pun memberat.
Seorang perempuan berusia 45 tahun tengah duduk di kursi yang menempel dengan tembok. Kakinya bergerak resah, tangannya juga berkutik sendiri. Semua ini karena anak satu-satunya sedang menjalankan operasi.
Matanya menyorotkan kesedihan. Berdoa di dalam hati agar semuanya berjalan dengan lancar. Lalu setengah jam kemudian, dokter keluar dari ruangannya dengan pakaian bersih.
Dokter itu langsung dilihat oleh Meli dan langsung perempuan ini mendekati Sang Dokter.
"Gimana, Dok?" Tanyanya terburu-buru.
"Ke ruangan saya dulu ya, Bu. Biar enak dibicarakannya," ucap Dokter sambil melepas sarung tangannya.
Meli mengangguk cepat dan langsung mengikuti dokter yang masuk ke ruangannya.
Dokter mempersilahkan Meli duduk di hadapannya yang hanya dibatasi dengan meja. Sang Dokter mengambil sebuah buku lalu menulis sesuatu dan merobeknya. Kertas sobekan itu diberikan ke Meli.
"Kami telah melakukan operasi Biopsi. Tujuannya adalah untuk mendiagnosis apakah pasien terkena penyakit ini atau tidak, juga untuk mengetahui jenis kankernya."
"Kanker telah tumbuh lebih besar dan lebih dalam pada jaringan paru. Tumor telah berkembang ke pleura."
"Stadium berapa, Dok?" Tanya Meli.
"1B. Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit dari dulu?"
Meli terdiam. Selama ini ia kira hanyalah penyakit biasa, walaupun hatinya sedikit berkata bahwa ini penyakit kanker.
"Sudah stadium 1B lho,"
"Saya kira ini penyakit biasa," balas Meli.
Sang Dokter menghela napasnya kasar. " Ya sudah. Pasien akan dirawat di rumah sakit sampai ia sembuh,"
"Ini ruangan 25 ya untuk pasien bernama Safira. Dan ya dia punya teman sekamar, gapapa? Sebenarnya semua ruangan terdapat dua kasur. Untuk ruangan 25 ini, ada salah satu pasien yang menetap dari tahun kemarin."
"Gapapa, Dok. Siapa tau bisa jadi teman anak saya, biar enggak kesepian soalnya saya kan sibuk terus."
Meli mengangguk. "Makasih, Dok! Oh ya untuk pembayaran dimana ya?"
"Dari sini lurus aja terus belok kanan, ke perempuan berbaju hijau ya," Meli mengangguk lalu pergi. Dokter juga pergi dari ruangan 25 ini.
•••
Beberapa jam kemudian, tepatnya pada jam tujuh malam. Matanya terbuka. Ini bukan kamarnya, ini di rumah sakit. Sudah jelas Safira bisa menebak bahwa ibunya akan membawanya ke rumah sakit. Safira menengok ke kanan. Ia kira di ruangan ini hanya untuk satu orang, tapi nyatanya untuk dua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we surrender? (End)
Teen FictionSafira itu gadis biasa, bukan gadis yang terkenal karena kecantikannya atau kepintarannya. Tidak terlalu cantik dan tidak terlalu bodoh. Ia menyukai salah satu lelaki di kelasnya yang bernama Arka. Hingga suatu hari Safira mengalami gejala-gejala k...