Part 21 : Pernyataan dokter

453 72 0
                                    

Ruangan kembali sunyi. Bahkan sangat sunyi. Kedua orang yang tinggal disini sama-sama belum sadar. Benar-benar sepi. Yang masuk ke ruangan ini hanya Tika dan Nabila secara bergantian, itu pun jarang. Sudah tiga hari ruangan ini sepi.

Kalender menunjukkan tanggal 1 September 2021 dan jam menunjukkan pukul 09.34.

•••

Dua hari kemudian, ada yang berbeda dari ruangan ini. Pertama, sosok Zaidan sudah bangun. Namun, belum sepenuhnya sadar. Matanya terbuka perlahan. Lalu ingatannya pun mulai sadar.

Ditatapnya Safira yang terbaring di atas kasur. Otaknya langsung menangkap informasi secara tak langsung bawah gadis itu telah melaksanakan operasi.

Berapa lama ia tak sadar? Itu pertanyaan yang timbul di otak Zaidan.

Matanya beralih menuju pintu ruangan. Tidak ada yang masuk atau keluar melalui pintu itu. Ia hanya berharap Tika atau Suster lainnya datang karena tiba-tiba kepalanya pusing.

Badannya tersentak saat tiba-tiba pintu terbuka. Bisa langsung ditebak bahwa yang membuka pintu adalah Tika. Namun, ternyata dugaannya salah.

Yang membuka pintu merupakan seorang lelaki berbadan tinggi tegap. Zaidan memang tidak tahu siapa namanya, tapi ia tahu lelaki itu adalah teman sekolah Safira.

Lelaki itu masih menggunakan seragam abu-abu putih. Ia duduk di kursi yang berdekatan dengan kasur Safira, lebih tepatnya di samping kasur gadis itu.

Zaidan menoleh ke arah lelaki itu. Tapi tidak terlalu menunjukkan bahwa ia memandangi lelaki itu, agar tidak terlalu mencurigakan. Sialnya, lelaki itu mengetahui bahwa diam-diam Zaidan menatap mereka berdua.

Alhasil, Zaidan langsung mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

Tanpa Zaidan sadari, Arka memandangi wajah Safira. Jari jemari Safira digenggam oleh Arka, namun Zaidan tidak menyadari itu.

Ceklek

Baik Zaidan maupun Arka langsung menoleh ke pintu ruangan. Tika masuk ke dalam dan menyimpan apa yang ia bawa di meja Zaidan.

"Sudah enakan badannya?" Tanya Tika.

"Lumayan," jawab Zaidan.

Tika menangkap sosok Arka. Lalu mendekati lelaki itu.

"Arka ya?" Tebak Tika.

Alis Arka berkerut. Darimana Suster ini mengetahui namanya?

"Ini punya Safira, saya menemukan ini di bawah bantalnya," Tika mengeluarkan sesuatu dari saku roknya.

Diberikannya dua polaroid itu kepada Arka. Mata Arka tertuju pada foto itu, begitu juga dengan Zaidan yang melakukannya secara diam-diam.

"Punya Safira?" Tanya Arka dengan tangannya yang mulai menerima foto itu.

"Iya, tadi ada di bawah bantalnya. Atau enggak simpan dulu aja di atas meja,"

Arka mengangguk sambil menatap polaroid itu. "Makasih, Sus." Jawab Arka dengan nada tak enak.

"Oke." Tika kembali kepada Zaidan.

Can we surrender? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang