Suster yang bernama Tika menepati perkataannya kepada Safira. Dokter masuk ke ruangan untuk mengecek keadaan Safira.Tika hanya berdiri sambil menatap Dokter yang tengah mengecek keadaan Safira. Zaidan menatapnya dari samping, seperti biasa.
"Kamu ini kekurangan minum air putih. Paksakan saja. Apa yang membuat kamu enggak suka sama air putih?" Tanya Dokter yang bername tag 'Muhammad Ibrahim Nur Aidan'
"Enggak suka aja, Dok. Rasanya kaya aneh gitu menurut saya," jawab Safira pelan.
Aidan mengangguk pelan, kemudian berkata,"Kalo ke depannya kamu minum air putih enggak apa-apa kan?"
"Gapapa, tapi biasanya saya suka langsung muntah gitu,"
"Gapapa, nanti kedepannya juga pasti udah normal lagi. Kamu muntah kaya gitu juga karena jarang minum air putih."
"Oke, Dok." Balas Safira.
Aidan berdiri sambil membawa kertas-kertas di tangannya. Pandangannya mengarah ke Zaidan yang sedang memperhatikan Safira. Zaidan yang sadar saat diperhatikan oleh Aidan pun langsung mengalihkan pandangannya ke kanan.
"Zaidan, kamu sudah makan siang?" Tanya Aidan.
"Ya belum, Suster nya aja lagi urusin Safira kan," jawab Zaidan.
Aidan menghadap ke Tika. "Tika, mereka berdua belum makan. Ingat...," Ucap Aidan dan Tika mengangguk.
Setelah mendapat anggukkan itu, Aidan langsung keluar dari ruangan ini. Disusul oleh Tika yang hendak mengambil makanan siang untuk mereka.
Safira menghela napasnya kasar. Ia harus belajar bisa minum air putih. Tiba-tiba Zaidan meniru yang Safira lakukan, yaitu menghela napasnya kasar. Safira pun langsung menoleh ke Zaidan. Lelaki itu tengah menatap ke atas, entah menatap apa tapi seperti acuh.
Mata Safira mengikuti pandangan Zaidan. Tidak ada apa-apa, Safira pun menatap Zaidan lagi, badannya sedikit terhentak karena Zaidan bukan menatap ke atas lagi melainkan menatapnya. Otomatis Safira langsung mengalihkan pandangannya.
"Bosen enggak disini?"
Safira melirik ke Zaidan pelan-pelan dan menatapnya dengan memasang wajah bertanya apakah ia menanyai Safira?
"Iya, saya nanya kamu." Jawab Zaidan yang memandang Safira juga.
Safira menggigit bibir bawahnya, bukan berarti gugup namun hanya ingin saja.
"Enggak sih. Kalo kamu?"
Mereka berdua masih saling memandang. Namun, pada akhirnya Zaidan langsung mengalihkan pandangannya ke atas.
"Bosen lah," jawab Zaidan acuh.
"Ya udah, enggak usah marah gitu kan bisa," gerutu Safira ikut mengalihkan pandangannya ke atas juga.
"Safira," panggil Zaidan tanpa menagap gadis itu.
"Apa?" Sahut Safira cuek, pandangannya masih sama-sama ke atas.
"Mau denger sebuah kisah enggak? Dulu ada perempuan bunuh diri di rumah sakit ini,"
Kepala Safira langsung menoleh ke Zaidan. Zaidan menengok ke Safira sebentar kemudian menatap ke atas lagi.
"Dulu ada perempuan namanya Piya. Dia cewek cantik, pintar, sexy-"
"Heh!" Hardik Safira saat mendengar kata Sexy.
"Kenapa? Enggak ada yang salah kok, emang Sexy dia mah," balas Zaidan sambil melirik sedikit ke Safira.
"Terus abis gitu gimana?" Tanya Safira mengalihkan pembicaraan.
"Dia orangnya pemalu banget. Bahkan kalo diajak ngobrol sendirian aja tuh dia gemetaran sampai tangannya dingin gitu. Waktu itu dia dilamar sama laki-laki di tempat umum, dia takut ditambah gugup gitu. Terus-"
Ceklek
Kedua orang ini menatap Tika yang masuk membawa makanan untuk mereka berdua.
Pertama-tama, Tika menyimpan piring yang berisi nasi dan juga sayur di atas meja Zaidan. Lalu menyimpan satu piring lagi nya di atas meja Safira, dengan isi yang sama. Juga minuman air putih di setiap meja.
Tika duduk di kursi samping kasur Safira. Ia menatap Zaidan terlebih dahulu yang sedang terdiam sambil menatapnya.
"Zaidan, mau makan sendiri atau saya suapi?"
"Makan sendiri," jawab Zaidan kemudian ia mengambil piringnya dan makan dengan posisi duduk.
"Sus, kenapa dia dibolehin makan sendiri? Padahal saya sama dia sama-sama kanker paru-paru kan?" Tanya Safira penasaran.
Tika beralih menatap Safira. "Sebenarnya kamu juga boleh makan sendiri, tapi kondisi kamu masih kaya gini. Dan, Zaidan juga sudah berpengalaman. Kamu tau kan kalo Zaidan sudah stadium 2b dan hampir satu tahun dia di rumah sakit ini?" Safira mengangguk paham.
"Makannya yang lama di rumah sakit biar bisa makan sendiri," sahut Zaidan yang sedang makan.
"Enggak ada hubungannya kali," celetuk Safira tanpa menoleh ke Safira.
Tika menggelengkan kepalanya mendengar percakapan singkat di antara mereka. Ia mengambil piring yang ada di atas meja Safira dan mulai menyuapinya.
Ketika makanan yang dikunyah sudah hancur lebur dan masuk ke dalam perut, Safira berkata, "Sus, nanti sore biar aku makan sendiri aja."
"Eh gapapa, selagi kondisi kamu masih kaya gini mah masih tugas saya," ucap Tika lalu menyuapkan suapan lagi ke mulut Safira.
"Sus, kalo penyakit kanker kaya gini kira-kira sembuhnya berapa Minggu ya?" Pertanyaan ini terdengar konyol di telinga Zaidan, lelaki itu pun tertawa namun terkesan meremehkan.
"Gak usah jauh-jauh deh, saya aja belum sembuh." Safira melirik ke Zaidan sebentar kemudian menatap Tika.
"Benar kata Zaidan, dia aja belum sembuh. Tapi, ada beberapa pasien yang beberapa bulan pun sudah sembuh. Tergantung ya," jawab Tika.
Suapan kembali masuk ke dalam mulut Safira dan Safira mengunyah juga menelan sampai nasinya habis.
Tika mengambil gelas lalu diberikan ke Safira yang berisi air putih. Safira menerimanya, namun terdiam sebentar.
"Minum aja, enggak ada racunnya kok," ucap Zaidan.
"Apaan sih," sinis Safira. Zaidan kan enggak merasakan apa yang Safira rasakan.
Air putih mulai masuk ke dalam mulut dan langsung ditelan oleh Safira. Satu menit, belum ada reaksi apa-apa. Safira menghela napasnya lega lalu memberikan gelas itu kepada Tika lagi.
Tika berdiri dan mengambil piring juga gelas bekas Zaidan. Sebelum pergi, Tika berhenti di ambang pintu dan berbalik menghadap mereka.
"Oh iya, besok hari kalian mau lihat-lihat ruangan yang ada di rumah sakit ini enggak?" tawar Tika.
Senyuman timbul di wajah Safira. Ia memasang wajah bersemangat. "Oh ya, memang boleh, Sus?"
"Emangnya enggak boleh kenapa? Asalkan ada yang jagain, untuk Safira nanti ada Suster Nabila yang jagain kamu. Zaidan biar sama saya,"
"Oh iya itu pun kalo kondisi kamu baik ya, Safira." Lanjut Tika.
Safira tersenyum kecut. Untuk sekarang kondisinya masih lemas, tapi ia rasa agak membaik daripada tadi pagi.
"Makannya sering-sering minum air putih biar bisa ikut," ucap Zaidan.
Safira melirik ke arah Zaidan, ia mengabaikan ucapan Zaidan itu.
"Oh ya Safira, nanti sore ada jadwal kamu mandi. Jadi, habis ini kamu tidur ya," ucap Tika lalu keluar dari ruangan ini.
Safira melamun sebentar. Membayangkan apa yang ia lakukan jika dirinya tidak sembuh-sembuh, dan tetap disini?
"Tidur, bukan melamun." Tegur Zaidan.
Safira menghela napasnya kasar tanpa menatap sinis ke Zaidan. Kemudian ia memejamkan matanya, dan tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we surrender? (End)
Roman pour AdolescentsSafira itu gadis biasa, bukan gadis yang terkenal karena kecantikannya atau kepintarannya. Tidak terlalu cantik dan tidak terlalu bodoh. Ia menyukai salah satu lelaki di kelasnya yang bernama Arka. Hingga suatu hari Safira mengalami gejala-gejala k...