Suster Tika masuk ke dalam ruangan pada pukul 07.12 dan tentunya sudah berganti hari. Ia mendekati sosok perempuan yang tertidur di kasur. Itu bukan kasur yang biasa ia tempati, melainkan kasur yang biasanya ditempati oleh Zaidan.
Seperti biasa, di tangannya membawa piring yang berisi makanan dan gelas yang berisi air putih. Kedua benda itu disimpan di atas meja.
Kursi ditarik namun tidak terlalu jauh dan digunakan dirinya untuk duduk di samping Safira. Tangannya menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu. Gadis ini tak kunjung bangun, akhirnya Tika memilih untuk mengambil obat kemoterapi terlebih dahulu di lemari. Lalu kembali lagi duduk di kursi. Obat yang masih terbalut dengan plastik itu disimpan terlebih dahulu di atas kasur.
Tika kembali menggoyang-goyangkan tubuh Safira. Perlahan mata Safira pun terbuka dan menatap ke arah Tika.
Saat membuka mata dan mendapati Tika, Safira langsung ingat bahwa hari ini dirinya akan di operasi. Juga langsung mengingat pada sosok Zaidan. Apakah lelaki itu sudah bangun? Itu pertanyaan yang keluar dari otaknya, bukan mulutnya.
"Selamat pagi, Safira. Gimana keadaan kamu?" Tanya Tika memberi efek positif. Safira tersenyum kemudian mengangguk. "Alhamdulillah, baik."
"Butuh sesuatu?" Safira menggelengkan kepalanya. Tika menanyai itu sebelum mengajaknya sarapan pagi, barangkali Safira butuh sesuatu.
"Ya udah. Sekarang makan ya?" Pinta Tika hangat.
"Oke," kepala Safira menoleh sedikit menuju meja yang di atasnya ada gelas dan juga piring, yang pada akhirnya piring itu diambil oleh Tika.
Satu persatu suapan itu masuk ke dalam mulut Safira. Piring kembali disimpan di atas meja, berganti dengan gelas yang diambil oleh Tika dan diberikan kepada Safira.
Safira meminum air itu, lalu gelasnya diberikan kembali kepada Tika. "Minum obat sekarang?" Tanya Safira saat matanya tak sengaja menatap obat yang ada di samping kakinya.
"Iya." Jawab Tika setelah menyimpan gelas di atas meja. Obat itu diambil oleh Tika lalu berpindah kepada Safira.
"Ah iya," Tika mengambil kembali gelas untuk Safira minum. Masih ada air di dalam gelas itu.
Plastik bekas obat disimpan di perutnya oleh Safira. Lalu ia menelan obat dan langsung minum agar tidak terasa pahitnya.
"Masih pusing?" Tanya Tika.
Safira mengerutkan dahinya kepada Tika. "Pusing? Aku enggak pusing, Sus."
"Oh. Baik, operasi nanti akan dilaksanakan pada pukul 8 pagi. Kamu persiapkan mental ya," pesan Tika.
"Iya, Sus." Tika berdiri. "Saya keluar dulu ya, nanti saya kembali lagi,"
Safira mengangguk dan Tika pun langsung pergi. Disini, Safira berdiam diri sambil memainkan plastik bekas obat yang tadi diambil olehnya. Rasa takut menyerang dirinya, bersamaan dengan rasa khawatir.
Kepalanya menunduk. Di saat yang bersamaan juga dirinya teringat dengan Zaidan. Pagi hari ini, ia kembali merindukan Zaidan.
Ceklek
"Ibu?" Safira mendongakkan kepalanya, matanya menuju pada sosok yang membuka pintu.
Meli tersenyum kepada anaknya. Lalu berjalan mendekati Safira dan duduk di kursi. Ia sedikit merasa aneh, kini Safira tiduran di kasur Zaidan.
"Kamu kok tidur disini? Enggak di kasur kamu?" Tanya Meli.
Pandangan Safira mengarah kepada ibunya. Kepalanya menggeleng lemah.
"Kenapa?"
"Pengen aja. Ketiduran juga sih pas kemarin," jawab Safira jujur.
"Udah minum obat?" Safira mengangguk lalu menjawab, "Udah kok,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we surrender? (End)
Teen FictionSafira itu gadis biasa, bukan gadis yang terkenal karena kecantikannya atau kepintarannya. Tidak terlalu cantik dan tidak terlalu bodoh. Ia menyukai salah satu lelaki di kelasnya yang bernama Arka. Hingga suatu hari Safira mengalami gejala-gejala k...