Ending

948 72 5
                                    

Redaksi_Athena

Kalender menampilkan tanggal 10 November 2021.

Talita menunjuk tanggal 10 Oktober, hari dimana temannya itu pergi untuk selama-lamanya. Dan hari ini, tepat satu bulan.

Sekarang bukan waktunya untuk bersedih. Cukup kirim doa saja, tak perlu di ingat-ingat jika hanya membuatnya sedih.

Talita menatap dirinya di cermin. Ada lipatan baju di bagian lengan, dan langsung dibenarkan olehnya.

Talita mengambil tas nya yang ada di kursi lalu memakainya di punggung. Ia berangkat ke sekolah di antar oleh Ibunya sekalian berangkat bekerja.

Masuk ke kelas, dan langsung duduk di kursinya. Sudah ada beberapa murid yang datang, hanya sepuluh orang. Sisanya mungkin belum datang atau sedang pergi.

Sambil menunggu bel berbunyi, ia mengeluarkan novel yang ada di dalam tasnya. Entah kenapa akhir-akhir ini ia suka membaca buku. Apalagi novel seperti yang ia pegang saat ini. Ada buku tulis juga yang ia keluarkan hanya untuk coret-coret jika bosan.

Di saat tangannya membuka halaman pertama, pintu kelas terbuka dan yang masuk adalah Arka. Tatapan Talita langsung menuju pada Arka yang sudah duduk di kursinya.

Ada Arka pasti ada Ratu, namun itu saat dulu saja. Sekarang sudah tidak lagi. Mengingat Ratu, kini pandangannya beralih pada kursi Ratu. Kursi yang dahulu ditempati oleh Safira.

Dulu juga Talita mempunyai rasa benci kepada Ratu karena Ratu berubah. Talita pikir mungkin karena Ratu cemburu saat melihat Arka mendekati Safira. Walaupun ia belum tau apa penyebabnya. Ia lebih memilih untuk melupakannya saja. Dibahas pun tidak ada gunanya lagi.

Matanya terpaku pada kursi yang akan diduduki oleh Ratu. Tanpa sadar Ratu pun duduk di disitu dan Talita tersentak.

Tiba-tiba Ratu menghadapkan badannya ke belakang untuk mengambil buku di dalam tasnya. Ia pikir akan langsung membuka buku itu, ternyata Ratu malah berjalan ke arahnya.

Buku itu disimpan di atas meja Talita. Buku tulis biasa seperti buku tulis milik Talita yang ada di atas meja, yang tadi dikeluarkan olehnya.

"Apa ini?" Tanya Talita sebelum Ratu kembali ke kursinya.

"Buka aja," ucap Ratu lalu kembali ke kursinya.

Talita langsung mengambil buku itu dan membukanya. Ia kira ini adalah buku miliknya karena gambar yang sama. Namun, ini hanyalah buku kosong yang halaman pertamanya dipenuhi dengan tulisan.

Ini buku yang pernah Lo kasih ke Gue. Sorry gue pake buat nulis ini. Awalnya gue mau pake kertas tapi takutnya Lo nolak jadi ya udah lah pake ini aja.

Gue gak mau basa-basi. Gue mau minta maaf sama sikap gue yang kaya anak kecil. Tapi Tal, gue nolak buat jenguk Safira itu bukan karena gue cemburu atau apalah... Ayah Gue beneran sakit, dan kebetulan sakit kanker juga. Ayah gue di rawat di rumah sakit Ciremai, jauh kan?

Pas dengar kabar Safira meninggal dunia, gue juga sedih dan merasakan apa yang Lo rasain... Karena gue temen Safira juga, bukan Lo doang.

Gue denger katanya barang-barang punya Safira dibagi-bagiin ya? Gue ada barang-barang yang enggak terpakai di rumah, tapi InsyaAllah masih bisa terpakai sama orang lain. Gue mau sumbangin barang-barang Gue juga, sama mau ikut bagiin juga boleh gak? Kalo gak boleh juga ga apa-apa.

Ah please gue mau nulis kaya gini, kaya anak kecil huhu tapi ya udah lah di wa juga takutnya Lo gak bales dan gak ada kuota juga sih haha.

Btw di halaman sebelah itu ada bukti surat pernyataan bahwa ayah gue kena kanker, barangkali Lo gak percaya.

Btw mau main bareng kaya dulu lagi gak? Gue kangen asli.

Tanpa sadar bibir Talita tersenyum. Ratu menuliskan surat yang lucu, apalagi bahasa yang digunakan olehnya.

Ada perasaan rindu ingin bermain seperti dulu lagi. Lagian tidak ada salahnya kan memaafkan? Bukan sepenuhnya itu kesalahan Ratu.

Kertas halaman berikutnya dibuka oleh Talita. Hanya ada sebuah kertas, kertas pernyataan yang dimaksud oleh Ratu.

Benar, itu hanya surat pernyataan bahwa Ayahnya mempunyai penyakit kanker.

Talita mendongakkan kepalanya menatap punggung Ratu dari belakang.

"Gue juga kangen sama Lo, Rat."

Talita berdiri dan mendekati Ratu. Langsung lah ia memeluk Ratu, temannya itu. Ratu terkejut.

"Ratu maapin Gue juga ya!!" Ucap Talita.

Ratu terdiam. Talita memaafkannya?

Talita melepaskan pelukannya itu. Ia duduk di kursi yang ada di depan Ratu. Kursi itu dibalikkan menghadap Ratu terlebih dahulu.

"Gue minta maaf udah marah-marah sama Lo, ya intinya Gue minta maaf atas segala kesalahan Gue."

"Gue juga mau minta maaf kalo Safira ada kesalahan sama Lo." Tambah Talita.

"Iya gapapa, semuanya dijadiin pelajaran aja," jawab Ratu.

"Tadi Tante Meli nelpon Gue. Dia nawarin kita-kita buat pergi ke makam Safira. Lo mau ikut?" Tanya Ratu.

"Maksudnya nanti kita dijemput sama Tante Meli atau kita pergi ke sana sendiri?"

"Nanti Tante Meli kesini, katanya mau ada sesuatu yang diobrolin juga sama Pak Husein,"

"Oh ya udah Gue ikut aja,"

"Kalo Arka sih gimana?" Tanya Talita.

Kepala Ratu menoleh ke Arka.

"Lo aja yang ajak dia ya? Gue mau minta maaf juga sama Arka tapi gue yakin banget dia gak bakal respon,"

"Jangan gitu ah, minta maap aja ayo gue Anter!" Talita berdiri lalu menari tangan Ratu menuju bangku Arka.

Arka menatap kedua perempuan ini. Apakah mereka sudah maafan?

"Kenapa?" Tanya Arka sambil melihat wajah kedua orang ini satu persatu.

Tangan Ratu yang digenggam oleh Talita kini disodorkan kepada Arka."Ratu mau minta maaf. Maafin dia ya Arka? Safira enggak mau lihat kita marahan kaya gini. Bentar lagi kita lulus, maafin ya??" 

"Oke, Gue maafin." Ucap Arka tanpa menjabat tangan Ratu.

Mendengar Arka berkata seperti itu sudah cukup baginya. Tangannya kembali menyamping di tubuhnya, otomatis tangan Talita pun lepas darinya.

"Maafin gue juga,"

"Itu pun kalo ada salah haha!" Arka memasang wajah tengil yang membuat Ratu kesal. Di atas meja ada tepak milik Arka, tepak itu diambil oleh Ratu dan digunakan untuk memukul kepala Arka. Tidak sakit tentunya karena berbahan kain.

"Biasa nih tukang mukul," ejek Arka.

"Oh iya, Ka, pulang sekolah Tante Meli ajak kita buat ke makam Safira. Lo mau ikut?"

"Enggak dulu deh, gue mau ada latihan voli soalnya. Kalian dulu aja, gue di lain hari juga bisa," tolak Arka secara halus.

"Hm okay, kalo bisa Lo kabarin Tante Meli ya? Gue gak enak kalo gue yang ngomong,"

"Oke." Balas Arka.

Setelah Arka mengucapkan itu, bel masuk pun berbunyi.

Talita dan Ratu kembali ke kursinya masing-masing.

"Sebentar lagi lulus. Sebentar lagi juga Gue pisah sama Arka dan Ratu. Nyatanya di kehidupan saat ada pertemuan pasti ada perpisahan." Batin Talita.

Can we surrender? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang