Talita menatap ke arah meja. Di atas meja itu ada segala sesuatu milik Safira. Meli sendiri yang bilang bahwa semuanya ini harus diberikan kepada yang membutuhkan atau menginginkan, karena barang-barang ini sudah tidak terpakai lagi bagi pemiliknya.
Bukannya tak rela, hanya saja saat melihat barang-barang Safira membuatnya teringat dengan gadis itu lagi. Meja ini terletak di pinggir jalan raya yang ramai. Jalan yang dilewati berbagai kendaraan dan banyak juga orang-orang yang lewat.
Sudah banyak barang yang diminta oleh orang-orang yang lewat tanpa membayar. Talita senang, ini akan mengalir sebagai pahala untuk Safira disana. Karena sebagai manusia, ia hanya bisa berdoa dan membantu Safira untuk membagikan barang-barangnya.
Seorang perempuan tua yang sudah berambut putih berhenti di hadapan Talita bersama anak kecil yang digandeng oleh perempuan itu.
"Aku mau ini ya, Kak?" Pinta seorang anak perempuan yang memakai tas pink bergambar kartun. Tangan anak itu menyentuh sebuah polaroid.
Talita benar-benar terkejut saat melihat foto itu adalah foto Zaidan bersama Safira. Saat polaroid itu digapai olehnya, barulah ia menyadari ternyata ada dua polaroid. Yang satu foto Zaidan bersama Safira di rumah sakit, sedangkan yang satunya hanyalah foto Safira yang sedang manyun.
Bibirnya tersenyum. Mungkin jika Safira melihat fotonya yang satu ini, ia akan meminta untuk menghapusnya. Namun siapa yang berani-beraninya menyetak foto Safira dalam kondisi muka seperti ini?
Menyadari anak kecil ini masih di hadapannya, Talita menoleh ke anak itu.
"Maaf ya dik, foto ini masih terpakai." Anak itu sangat lucu, Talita menjadi tidak tega tapi ia akan tetap menyimpan foto ini dan akan menanyakannya pada Meli atau pada seseorang yang ada di dalam foto itu yaitu Zaidan.
Bibir anak itu melipat kemudian mengangguk manis.
"Ya udah, Kak. Makasih ya, aku balik dulu."
Hangatnya. Melihat anak kecil yang berani mengucapkan terima kasih.
"Yuk Nek! Pulang aja!" Ajak anak itu sambil menarik-narik neneknya.
Namanya anak kecil, tenaganya tidak kuat untuk menarik orang tua.
Perempuan tua itu menatap Talita. Dan Talita pun menatap nenek itu.
"Neng, ini siapa yang buka bagi-bagi kaya gini?"
"Teman saya, Bu." Jawab Talita enteng.
"Oh gitu. Bagus ya, bangga Nenek liat kaya ginian."
Hatinya semakin menghangat.
Bangga Gue sama Lo, Ra. Di saat Lo udah pergi aja Lo masih bisa bikin orang lain kagum sama Lo. Bahkan barang yang Lo pakai aja masih berharga dan berguna bagi orang lain.
"Kemarin Nenek ketemu sama anak perempuan, masa dia hamil karena pacarnya. Mereka belum menikah, malu-malu in orang tua aja. Nenek malu, mereka sekolah tapi kaya gitu. Haduh ada-ada saja ya,"
Tanpa mereka sadari, anak perempuan itu melepas tangannya dari tangan Neneknya lalu menghadap ke arah Neneknya dengan wajah kesal namun lucu karena masih anak-anak.
"Iya, Nek, emang masih ada aja ya orang kaya gitu," timpal Talita.
"Nenek! Ayo pulang!" Geram anak itu.
"Nenek pulang dulu ya," pamit Nenek itu kepada Talita sebelum akhirnya ditarik sendiri oleh cucunya karena kesal.
"Dadah!" Talita melambaikan kedua tangannya. Lucu saja melihat dua manusia itu.
"Siapa, Tal?" Tanya Meli yang baru datang dan berdiri di samping Safira.
"Enggak tau, tadi minta foto ini." Talita mengangkat foto itu, dan barulah ia sadar akan niatnya untuk bertanya.
"Oh iya Tan, ini foto siapa yang cetak ya?" Tanya Talita sambil menyodorkan foto itu kepada Meli.
Meli mengambilnya dan memperhatikan baik-baik dua foto itu. Saat melihat foto anaknya, ia terkekeh pelan.
"Anakku lucu banget, apalagi pas manyun gini,"
Talita menatap Meli dari samping. Semenjak kepergian Safira beberapa hari yang lalu, kini Meli berubah menjadi baik. Baik yang dimaksud olehnya yaitu tidak galak seperti sebelumnya.
"Kayanya di ambil sama Zaidan deh, soalnya ini kan lagi di rumah sakit dan posisinya ada Zaidan juga,"
"Hm iya kayanya sih, tapi lucu ya? Mereka sedekat itu," gumam Talita.
Meli mengembalikan foto itu pada Talita lalu berkata, "Disimpan dulu ya, nanti kamu tunjukkin ke Zaidan barangkali dia mau tau,"
Tangannya menerima itu kemudian kepalanya mengangguk. Kedua foto itu disimpan di kantong celananya.
"Permisi, Ibu saya minta yang ini boleh?" Seorang ibu-ibu datang dan menunjuk sebuah novel.
Pakaian perempuan itu tampak kumuh.
"Oh novel? Boleh kok boleh," Meli mengambil plastik hitam dan memasukkan novel yang tadi ditunjuk oleh perempuan itu.
"Ibu suka baca novel?" Tanya Talita. Perempuan itu menerima plastik hitam yang diberikan oleh Meli.
Perempuan itu beralih menatap Talita yang tadi bertanya padanya. "Saya enggak bisa baca, Neng. Ini mah untuk anak saya,"
"Harga novel tuh sekitar delapan puluh ribuan kan? Nah nasi kuning yang saya jual itu harganya empat ribuan dan saya harus menjual dua puluh biji nasi bungkus buat beli novel yang anak saya mau.
"Anak saya sampe nangis-nangis pengen beli novel, Alhamdulillah ada yang bagi-bagi kaya gini."
"Makasih banyak ya Bu, Neng," ucapnya sambil menyapa satu persatu mereka berdua.
"Maaf saya harus langsung pergi soalnya sekarang waktunya saya jualan. Jam segini tuh waktunya orang istirahat kerja kan? Biasanya pada nyari nasi kuning gitu,"
"Iya, Ibu hati-hati ya." Ucap Talita.
Perempuan itu mengangguk lalu pergi.
"Kasian ya?" Tanya Meli dan Talita pun mengangguk.
Talita duduk di kursi sambil menunggu orang yang datang. Ada banyak baju-baju Safira yang bagus, sebenarnya Talita mau tapi ia tak ingin saat menggunakan dirinya malah teringat dengan Safira lagi.
"Oh ya Tan, mau kapan lagi ke rumah sakitnya? Kan mau kasih liat ini ke Zaidan," usul Talita.
"Iya juga sih, abis ini aja kali ya?"
"Tunggu Papahnya Safira datang ya, abis itu kita ke rumah sakit sekalian antar kamu pulang."
"Okay, Tan!" Balas Talita bersemangat.
Ia melakukan ini juga untuk Safira. Safira menginginkan semua ini untuk dirinya juga. Karena ketika kita bermanfaat bagi orang lain, disitulah Tuhan akan sayang kepada Hambanya.
Jam menunjukkan pukul 12.45 dan selama sepuluh menit dirinya menunggu Gema, Ayahnya Safira datang.
"Hai!" Sapa Gema saat baru datang.
"Lama deh kamu, mobil aku pake yah? Mau ke rumah sakit sekalian antar Talita pulang,"
"Hm okay, aku yang jagain nih?"
"Iya," jawab Meli enteng.
Meli berdiri. Gema memberikan kunci mobil kepada Meli.
"Ayo Talita!" Ajak Meli dan Talita pun berdiri.
Saat melihat Gema, Talita seperti melihat Safira. Walaupun Gema adalah laki-laki dan Safira adalah perempuan, mereka terlihat sangat mirip. Mungkin karena mereka Ayah dan Anak. Kebanyakan anak perempuan mirip dengan Ayahnya.
"Pulang dulu ya, Om?" Pamit Talita kepada Gema.
"Iya, makasih ya Nak."
Talita mengangguk.Meli masuk ke mobil dan disusul oleh Talita yang duduk di samping Meli.
"Safira orangnya baik ya, Tan? Di saat dia pergi, dia masih berguna bagi orang lain,"
"Alhamdulillah, Tante berhasil mendidiknya sebagai perempuan berguna."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we surrender? (End)
Fiksi RemajaSafira itu gadis biasa, bukan gadis yang terkenal karena kecantikannya atau kepintarannya. Tidak terlalu cantik dan tidak terlalu bodoh. Ia menyukai salah satu lelaki di kelasnya yang bernama Arka. Hingga suatu hari Safira mengalami gejala-gejala k...