Part 14 : Penasaran

461 76 6
                                    

Note : ada perbaikan dikit.

"Kalo gitu, izinin Gue jadi suster versi laki-laki tanpa digaji yang tugasnya membantu Lo dan selalu ada untuk Lo,"

Safira tersenyum mendengar itu. Walaupun tidak tau tujuan gombalan itu untuk Safira atau hanya sekedar mengucapkan saja. Bagi Safira, ini sudah cukup menghibur.

"Jangan senyum-senyum gitu," tegur Arka pelan.

"Why?"

"Nanti orang ngira kita pacaran,"

Bibir Safira maju, manyun. Arka yang melihat itu terkekeh pelan.

"Kamu masih sama kaya biasa, dingin. Ciri khasnya Arka Channoch,"

"Masa sih? Gue enggak dingin juga," tangan lelaki itu memegang dahinya. Mengira bahwa yang dingin adalah badannya.

"Maksudku sifat kamu yang dingin, kaya es batu,"

"Sedingin itu kah?" Safira mengangguk.

"Kamu dikelas gimana?"

"Gak gimana-gimana. Kaya biasa aja. Lo tau gak? Si Winda, si cerewet itu deketin si Abhi hahaha."

Mata Safira berbinar. "Serius?"

Arka mengangguk. "Iya, dia deketin Abhi. Ada gosip juga katanya Winda suka sama Abhi terus Abhi nya juga suka balik sama si Winda,"

"Tapi ya cuma gosip," lanjut Arka.

"Dekat-dekat Abhi maksudnya gimana?"

"Ya kaya pinjem alat tulis. Terus kalo ada pembagian kelompok pasti dia milih kelompok yang ada Abhinya terus,"

"Biasa sih, namanya orang suka." Celetuk Safira.

"Iya. Kaya sifat Lo ke Gue kan?"

"Ih jangan di inget-inget! Malu serius!"

"Malu kenapa? Lo udah enggak suka sama Gue lagi?"

"Masih. Cuma jangan di inget-inget aja,"

"Eh iya sama ada tugas praktek sholat jenazah. Tapi itu untuk nanti katanya mah," ucap Arka.

"Safira, kalo boleh tau. Alasan Lo suka sama Gue kenapa sih?"

Safira berpikir sejenak. Kembali ke masa-masa di saat dirinya bertemu dengan Arka, dan beberapa hari setelahnya beredar kabar bahwa dirinya menyukai Arka.

"Eum..., Kenapa ya? Lupa sih,"

Angin mengangkat rambut Safira yang ada di pinggir dahi. Rambut tipis itu terangkat, lalu diselipkan ke telinga oleh Safira sendiri. Mungkin kalian berharap Arka yang melakukannya.

"Tadi ngobrol apa aja sama mereka?"

"Ratu sama Talita?" Arka mengangguk dengan wajah ceria.

"Cuma cerita-cerita aja. Btw, tadi kamu tau aku sedih darimana?"

Kepalanya yang tidak gatal, digaruk oleh Arka. Menatap gadis yang ada di hadapannya ini.

"Nebak aja sih. Dari muka, keliatan banget kesepiannya,"

"Kasian banget ya aku,"

"Iya, kasian banget," ucap Arka menimpali.

Dari jauh, Talita berlari ke arah mereka berdua. Berhenti tepat di samping Safira.

"Heh, ada Ibu Lo tuh. Temuin gih, barengkali dicariin,"

Arka berdiri. Talita hendak pergi, tapi tidak jadi karena tidak ada yang membawa Safira.

Can we surrender? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang