"Jadi besok saya putuskan Safira akan menjalankan operasi lagi. Tumornya semakin menyebar, lebih cepat lebih baik. Dua hari yang lalu saat Ibu kesini, saya sudah mengecek keadaan Safira dan menanyai keadannya lagi kepada Safira."
"Baik Dok. Apapun yang terbaik untuk Safira,"
Ini sudah berbeda hari, dua hari setelah Safira dan teman-temannya video call.
Di ruangan Aidan, mereka bertiga tengah membahas operasi Safira. Mereka bertiga yang dimaksud yaitu Aidan, Gema, dan Meli.
"Baik, dari pihak orang tua setuju kan?" Meli dan Gema pun mengangguk.
Disisi lain, seorang gadis yang rambutnya ditutup dengan kupluk berwarna hitam tengah menatap kalender yang ada di tangannya. Biasanya kalender ini ada di atas meja, namun kali ini ia pegang.
"Katanya mau jenguk," ketahuilah bahwa Safira menunggu kehadiran teman-temannya. Biasanya ia berharap Arka datang, namun kali ini ia berharap teman-temannya datang. Arka masuk ke dalam golongan teman-temannya.
"Mungkin teman-teman kamu lagi ada urusan, Ra," timpal Zaidan saat melihat wajah sedih Safira.
"Hm iya kali," balas Safira tanpa menoleh ke arah Zaidan. Kalender itu disimpan diatas meja. Tubuhnya tiduran di atas kasur, matanya terpejam.
Melihat itu, Zaidan semakin tidak tega. Kepala Safira menggunakan kupluk karena rambutnya mulai rontok. Semakin hari semakin banyak yang rontok. Mungkin besok akan rontok semuanya, karena bisa ditebak melalui hari-hari kemarin.
Keadaan Safira semakin terpuruk, badan gadis itu semakin kurus. Dagingnya saja sudah tidak terlihat lagi, bibirnya pucat pasi.
Punggung Safira dipandang oleh Zaidan dari belakang. Betapa menyedihkannya gadis itu. Zaidan langsung emosi kepada teman-temannya Safira. Mengapa mereka tidak ingin menjenguk? Bagaimana jika nyawa Safira dipanggil oleh Tuhan? Apakah mereka tidak perduli?
•••
Kring kring
Bel istirahat berbunyi, semua murid di kelas ini langsung merapihkan alat tulisnya.
"Tu, gimana?" Talita menghadapkan tubuhnya ke arah Ratu.
Setelah memasukkan bukunya ke dalam tas, Ratu menghadap ke depan.
"Terserah, intinya Gue enggak ikut." Ucapnya.
"Kenapa sih, Tu? Dia temen Lo! Jangan kaya anak kecil deh!" Talita sudah sangat geram. Dari kemarin, ia mengajak gadis itu menjenguk sahabatnya sendiri. Tapi Ratu selalu menolak dengan alasan ayahnya sedang sakit.
Ratu berdiri hendak ke kantin, tapi tangannya ditahan oleh Talita.
"Apa sih?" Ratu menolehkan kepalanya ke arah Talita sekalian menarik tangannya.
"Lo kenapa sih enggak mau ikut? Kasih alasan yang jelas!!"
"Ayah Gue lagi sakit, Tal. Gue enggak bohong." Ratu menghadapkan tubuhnya ke Talita. Gadis itu berdiri kemudian menatap Ratu dengan tatapan marah bercampur dengan kecewa.
"Dasar bocah! Safira itu sahabat Lo sendiri!!! Jangan mentang-mentang Arka suka sama dia Lo jadi kaya gini!!!" Talita sudah emosi sampai ubun-ubun, tak habis pikir dengan Ratu.
"Bukan itu Tal, Ayah Gue beneran lagi sakit!" Bela Ratu.
"Kemarin Lo udah jaga Ayah Lo kan? Gue rasa sehari juga enggak apa-apa?" Sindir Talita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we surrender? (End)
Teen FictionSafira itu gadis biasa, bukan gadis yang terkenal karena kecantikannya atau kepintarannya. Tidak terlalu cantik dan tidak terlalu bodoh. Ia menyukai salah satu lelaki di kelasnya yang bernama Arka. Hingga suatu hari Safira mengalami gejala-gejala k...