Seira membuang napas panjang. Duduk di ruang tunggu rumah sakit dalam keadaan mengantuk berat selama berjam-jam benar-benar menghabiskan nyaris seluruh energinya. Dia tidak bisa tidur karena tidak enak dengan Sagara yang berada di situ. Ditambah sikap Sagara yang seakan-akan alergi kepadanya sepanjang waktu.
Dan kini, ia berada di dalam sebuah apartemen 2 BR milik Sagara.
Entah apa yang bisa dilakukannya di sana.
Diliriknya pantri super bersih yang didominasi warna putih. Barangkali ada sesuatu yang bisa dikerjakannya di sana. Sesuatu yang mungkin bisa sedikit mengambil hati Sagara.
Suaminya dan pernikahan mereka yang baru berjalan seminggu.
Konon katanya, salah satu cara tercepat menuju hati seorang laki-laki adalah melalui makanan. Istri bisa memasak itu salah satu poin penting yang dilihat seorang suami.
Tapi Sagara tidak sedang berada di sana. Suaminya itu masih berada di rumah sakit menemani mami yang tengah dirawat karena serangan jantung yang juga terjadi seminggu lalu, dua hari sebelum pernikahannya. Seharusnya ia juga berada di sana sebagai menantu yang baik, tetapi Sagara menyuruhnya pulang ke apartemen dengan alasan ia dan kakaknya bisa mengurus mami. Seira tidak ingin membantah karena tatapan Sagara begitu tajam. Mungkin jika ia bertahan beberapa menit saja di sana, ia khawatir laki-laki itu akan melayangkan tamparan ke pipinya.
Mungkin tidak akan separah itu. Sagara tidak pernah mengasarinya secara fisik.
Sagara melakukannya secara verbal melalui kata-kata yang cukup menyakitkan. Dan hal itu sudah cukup menciutkan nyalinya.
Seira menguburkan wajahnya pada kedua telapak tangan.
It's gonna be the hardest thing in my life.
***
Sagara membuka pintu apartemen dan membiarkannya terkunci secara otomatis. Tubuhnya lelah luar biasa. Yang diinginkannya saat itu hanya segera mandi air hangat dan tidur. Lalita, kakaknya berjanji akan menjaga mami sampai besok. Kalau keadaannya memungkinkan, mami pun bisa pulang besok siang.
Sebelum masuk ke kamar, ia melangkahkan kaki menuju pantri. Meletakkan bungkusan berisi kotak nasi Padang yang sengaja dibelinya dalam perjalanan pulang. Tidak perlu repot membeli dua, karena dia yakin Seira bisa mengurus makanannya sendiri. Bukan berarti pelit, ya? Dia hanya enggan melonggarkan sikap kerasnya kepada perempuan itu. Bisa-bisa makin bertingkah.
Sagara berhenti untuk mencari tahu apa ada makhluk lain di sana selain dirinya.
Seira memang disuruhnya pulang duluan ke apartemen ini. mungkin saja dia malah sudah tertidur pulas.
Apa pedulinya?
Sagara mengerutkan kening.
Sesuatu mengusik pandangannya. Tepatnya seseorang.
Siapa lagi kalau bukan Seira?
Perempuan itu tengah berjongkok di depan lemari bawah dari kitchen set, tempat dia meletakkan tabung gas dan benda-benda pertukangan.
"Lo ngapain di pantri gue?" tanya Sagara setelah mengambil piring dan sendok.
"Eh, udah pulang, Mas?"
Nggak usah basa-basi!
"Ini, lagi masang tabung gas."
"Emang bisa?"
"Ya, bisalah, Mas. Ngangkat galon juga bisa kalau saya mah."
Informasi tidak penting.
"Mas udah makan? Saya lagi masak. Tadi kebetulan nemu ayam sama...,"
KAMU SEDANG MEMBACA
OVERRATED WIFE
General FictionSeira Dahayu, telah lama mengetahui jika dirinya dan Sagara terikat kawin gantung sejak mereka masih kecil. Kala itu Seira masih berusia 9 tahun dan Sagara berusia 11 tahun. Ia bahkan diminta untuk tidak menjalin hubungan asmara dengan laki-laki ma...