PART DUA PULUH EMPAT
Seira salah jika berpikir Sagara mengganggunya karena menganggap Seira perempuan murahan. Sejak awal, dia selalu melihat Seira sebagai seorang perempuan baik-baik. Perempuan terhormat. Apapun perlakuannya selama ini kepada Seira tidak pernah dimaksudkan sebagai bentuk pelecehan. Karena dia tahu Seira menjaga diri dengan baik selama bertahun-tahun untuk menjadi istrinya.
Tapi Sagara tidak pernah mengatakannya.
Karena Sagara merasa tidak perlu mengatakannya.
Kalau dia bicara, Seira tidak akan percaya. Seira akan memilih melihatnya marah ketimbang mendengar Sagara membual.
"Terserah lo deh."
"I warned you, Sagara." Seira berkeras. "Aku serius soal ini. Dulunya aku menjaga diriku untuk kamu, tapi sekarang nggak lagi. Karena aku juga akan menjaga diriku dari kamu. Jadi jangan pernah sentuh aku lagi."
Sudah pinter mengancam, Sagara tertawa miris.
Sagara mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah.
"Fine. Jangan khawatir. Gue nggak akan sentuh lo lagi." Sagara berusaha bersungguh-sungguh mulai dari suara hingga ekspresi wajah. Setidaknya begitu.
"Bagus kalo begitu."
Atau Sagara bisa menyentuh Seira dengan syarat dan ketentuan berlaku. Misalnya di depan keluarga mereka. Sekadar pegang tangan atau cium kening, masih bisa dipertimbangkan. Biar akting jadi lebih meyakinkan, bukan?
Tidak lama, Seira mengambil langkah kecil dan cepat. Taring dan tanduknya akan muncul jika Sagara ngotot menahannya di sana serta mengulangi kejadian semalam. Tidak akan mungkin beneran seperti itu. Dan kalau Sagara mencoba membantah, bukan tamparan sekali yang akan diterimanya, tapi tamparan bolak-balik. Itupun masih ditambah tendangan di selangkangan, adegan yang kerap muncul di film di saat tokoh perempuan melawan penjahat laki-laki.
Mengerikan.
"Fine. Lihat saja nanti gimana."
Seira dalam versi dewasa yang seperti ini adalah sosok Seira yang paling mendekati karakter ketika dia masih kecil. Bedanya, ancaman itu ditujukan kepada anak-anak bandel yang sesekali datang mengganggu saat mereka bermain bersama. Seira tidak pernah gentar menghadapi anak-anak bandel sekalipun beberapa di antara mereka berwajah garang dengan postur tubuh tinggi besar. Laki-laki pula. Sementara dia sendiri lebih banyak mengalah karena selain tidak suka berkelahi, juga karena tidak suka mencari masalah.
Sagara tidak tahu berapa lama dia merenung, memandangi langkah Seira yang semakin menjauh sebelum menghilang di balik pintu kamar.
Meninggalkannya dalam keheningan.
Sagara merogoh saku celana, menyadari jika kunci mobil yang seharusnya diberikan kepada Seira ternyata tidak pernah keluar dari sana. Sementara begitu banyak orang-orang di luar sana akan merasa girang mendapatkan hadiah mobil, Seira malah sebaliknya. Menolak. Melihatnya pun enggan.
Bagi Seira, warna hitam dan putih itu jelas berbeda.
Hitam tidak akan menjadi putih.
A tidak akan berubah menjadi B.
Mengubah pendiriannya adalah hal yang sia-sia.
Memang tidak salah, Seira bisa menjadi menantu Mami. Keras kepalanya sama persis dengan Mami. Jika keduanya terlibat perselisihan, Sagara sudah bisa membayangkan semencekam apa suasananya. Seira sudah jelas akan mengalah, namun hanya karena dalih menghormati. Hari itu dia mengalah, besok-besok belum tentu akan sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
OVERRATED WIFE
General FictionSeira Dahayu, telah lama mengetahui jika dirinya dan Sagara terikat kawin gantung sejak mereka masih kecil. Kala itu Seira masih berusia 9 tahun dan Sagara berusia 11 tahun. Ia bahkan diminta untuk tidak menjalin hubungan asmara dengan laki-laki ma...