FLASH UPDATE
VOTE DAN COMMENT DULUUU :D
Sagara pasti membeli oleh-oleh parfum untuknya dalam keadaan setengah sadar.
Sudah pasti.
Karena Sagara tidak perlu membawa oleh-oleh. Dia tidak meminta, dan Sagara pun tidak perlu memberikan. Seira tidak pernah peduli sejak kepergian Sagara ke Singapura. Tentang apa yang akan dikerjakannya di sana. Bayangan Sagara melewatkan waktu bersama kekasihnya pun tidak pernah sekalipun melintas di benak Seira.
Jadi untuk apa Sagara membelikan Guerlain itu untuknya?
Seira berkesempatan menanyakan hal itu ketika dia telah selesai merampungkan urusan di pantri. Dia akan meminta penjelasan dari Sagara sebelum masuk ke dalam kamar.
"Aku mau ngomong."
Seira selalu memulai setiap obrolan dengan kalimat itu untuk memberikan kesempatan bagi Sagara, apakah akan menanggapi atau tidak.
Sagara mengambil remote untuk mengecilkan volume TV yang sebetulnya juga tidak begitu nyaring. Satu tangannya ditopangkan di sandaran sofa.
"Soal apa?"
"Parfum yang kamu beli itu," jawab Seira.
"Oh." Sagara berbalik melihat ke arah televisi. "Kenapa? Lo nggak suka?"
"Bukan begitu." Seira menjawab lagi. Kali ini dia menunggu sampai Sagara kembali menatapnya. "Parfum itu buat aku kan?"
"Hmm, ya."
"Kenapa kamu harus beli?"
Sagara menatapnya bergantian dengan TV. "Iseng. Gue lihat botol parfumnya bagus, jadi gue beli. Tadinya mau gue kasih ke Talita, tapi gue baru ingat, dia udah punya. Mami bukan penggemar parfum sekarang. Jadi gue kasih aja ke lo."
"Oh, gitu ya?" Seira mengangguk-angguk. Terjawab sudah alasannya. Entah benar atau Sagara hanya mencari alasan saja.
"Simpan aja. Nggak usah dibalikin ke gue. Kalau lo nggak mau pake. Just keep it."
Sagara mengambil remote dan mulai mengganti-ganti channel TV. Tidak lama, Sagara meraih stoples berisi permen coklat dan merobek bungkusnya. Seira melirik ke arah coffee table. Stoples lain yang biasanya berisi camilan kering, sudah sepenuhnya kosong. Kalau sempat, dia akan berbelanja kebutuhan bulanan besok pagi di hypermart. Pilihan barang-barang di retail besar jauh lebih banyak dan lebih lengkap dibandingkan di minimarket bawah.
"Oke kalo gitu. Thanks, anyway." Seira bangkit dari duduk karena sudah selesai dengan urusannya.
Pisang goreng dingin masih ada di pantri. Siapa tau saja Sagara berminat.
"Aku tadi habis goreng pisang. Masih ada di pantri. Tapi udah dingin. Kalau kamu mau, nanti aku panasin dulu." Seira menambahkan. "Sekali dipanasin nggak apa-apa kok. Minyak gorengnya juga masih baru. Memang nggak pake minyak zaitun tadi, sayang aja buat goreng pisang."
Seira masih mengingat jelas kata-kata Sagara kalau dia tidak suka dengan makanan yang sudah dipanaskan berulang-ulang.
"Bawa aja ke sini. Nggak usah dipanasin."
Seira nyaris bertepuk tangan mendengar jawaban Sagara. Bagus deh. Dia tidak perlu repot goreng-goreng lagi.
"Teh hangatnya sekalian. The chamomile. Kasih madu sesendok teh."
"Pisang goreng lebih cocok dengan teh tubruk." Seira mencoba memberikan pilihan lain. Ya kan? Seingatnya, teh Twinings pure chamomile di lemari penyimpanan juga sudah habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
OVERRATED WIFE
General FictionSeira Dahayu, telah lama mengetahui jika dirinya dan Sagara terikat kawin gantung sejak mereka masih kecil. Kala itu Seira masih berusia 9 tahun dan Sagara berusia 11 tahun. Ia bahkan diminta untuk tidak menjalin hubungan asmara dengan laki-laki ma...