PART DUA PULUH SEMBILAN

2.1K 413 1
                                    


            PART 29

Malam di kawasan ketinggian Puncak semakin larut. Semilir angin berhembus dari sela pepohonan menghadirkan rasa ngilu serta gelenyar di tengkuk.

Sagara menggosok-gosokkan kedua tangannya setelah mendekatkan ke panas api.

Memakai jaket tebal untuk menghalau udara yang semakin dingin ditambah menyalakan api unggun adalah pilihan terbaik di udara terbuka. Rasanya begitu asing mengalami keadaan iklim pegunungan setelah bertahun-tahun menetap di kota yang terkenal panas dan penuh polusi seperti Jakarta.

Berada di alam terbuka di bawah cahaya bulan dan bintang. Suara binatang penggeret seperti jangkrik adalah satu-satunya musik alam yang terdengar bersahutan tanpa putus.

"Apa enaknya sih makan marshmallow bakar?" tanya Sagara.

Pertanyaan yang sering keluar dari mulut Sagara ketika melihat marshmallow bakar. Keheranan dalam wujud pertanyaan, lebih tepatnya.

Api unggun dinyalakan pada sebuah area berbentuk kotak dari tumpukan batu bata yang sengaja tidak diplester. Acara makan malam sudah berlalu berjam-jam lalu, dan saat itu menyisakan Sagara, bersama kakaknya dan juga Seira, duduk mengelilingi api unggun sambil memanggang jagung, ubi, dan marshmallow. Sagara merasa aneh dengan makanan kenyal yang lebih mirip mainan daripada sesuatu yang bisa dimakan. Dia pernah mencobanya dulu di acara camping SMA dan dia tidak menyukainya sampai sekarang. Kalau diingat-ingat lagi, rasanya ingin mual dan muntah. Dia tidak anti makanan tertentu asal tidak dipanaskan setelah dimasak, tapi marshmallow adalah pengecualian.

"Nggak gitu enak sih. Cuma pengen makan aja," jawab Talita. Masih mengunyah makanan aneh itu, Talita kemudian mengambil ubi bakar yang sudah matang dan masih panas, lantas mengupas sambil meniup-niup supaya cepat dingin.

Sementara Seira lebih memilih mengolesi jagung bakar dengan aneka olesan seperti barbeque dan gurih manis mentega, lalu mengambil satu untuknya. Mereka masing-masing membakar bahan yang tersedia sesuai keinginan. Sagara juga sama, memilih jagung, tapi pilihannya jagung bakar original. Dia hanya akan menambahkan sedikit saus dan garam setelah selesai dibakar.

Para orangtua sudah beristirahat di kamar masing-masing. Udara dingin ditambah waktu sudah hampir tengah malam bukanlah pilihan favorit manusia paruh baya.Terlebih lagi, makanan yang tersaji tidak cukup bersahabat dengan gigi. Orangtua biasanya lebih suka makanan serba rebus dan lunak. Itu teorinya saja, setelah melihat menu makanan Mami setelah mengidap penyakit jantung. Usia 50-an ke atas seharusnya dalam tahap ekstra memilih asupan diet harian.

"Katanya makan ubi bisa bikin sering kentut," ledek Sagara kepada Talita dan Seira yang berbagi ubi bakar dan menikmatinya dengan sambal botolan. Setelah marshmallow, eksperimen mereka berlanjut dengan makan ubi dicampur sambal botolan.

Nanti apa lagi? Es krim pakai sambal?

"Kalau mau kentut ya tinggal kentut aja. Lagian kentut nggak bakal bikin orang mati. Malah bagus, gas-gas berbahaya bagi tubuh bisa dikeluarin semua."

Seira mengangguk setuju, sambil mengacungkan jempol.

"Betul banget, Mbak. Setuju."

Heh. Apakah dua perempuan ini tengah menjadi sekutu?

"Lo kalo nggak suka makan, nggak usah ngeledek ah." Talita mencomot potongan ubi terakhir yang dicocol sambal. Sagara semakin bergidik ngeri padahal pilihan makanannya sudah lebih normal ketimbang marshmallow.

Piring sudah berisi hasil panggangan yang kesemuanya telah matang. Ada tiga buah jagung bakar yang diolah Seira. Perempuan itu tidak menawarkan secara spesifik untuk siapa dia membakar jagung-jagung itu. Siapapun boleh mengambil, katanya.

OVERRATED WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang