"Nggak usah ngomong sembarangan."
Meskipun Seira memperlihatkan sikap sesantai mungkin, dia tetap waspada. Sambil berpikir mengenai tindakan yang akan dia ambil jika Sagara mulai bertindak macam-macam.
Sagara terdengar mendengus. Lalu tawanya terdengar.
"Emang lo nggak butuh?"
"Nggak."
"Serius, Seira. Are you human? Bahkan gue rasa, alien juga butuh seks."
Apa sekarang Sagara sedang mengolok-oloknya? Mau alien atau makhluk dari planet Mars, kalau mereka mau melakukannya, silahkan saja.
"Aku nggak bilang nggak butuh."
Sagara pasti mengerti maksudnya. Seira pasti terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak menyadari Sagara telah duduk di tepi tempat tidur.
"Tapi suatu saat pasti butuh?" tanya Sagara. Dari nadanya yang terdengar frustrasi, Seira menebak, nafsu Sagara saat itu sedang on fire. Dia pasti tengah mencari pelampiasan, tapi Seira tidak akan menyerahkan dirinya saat itu juga.
Dia butuh waktu untuk berpikir. Dan untuk saat ini, Sagara tidak pernah ada di dalam list.
Ketika Seira tidak menjawab, Sagara melanjutkan pertanyaan lain.
"Gue harus gimana kalau gue lagi pengen?"
Seira menggigit bibir.
Pertanyaan yang sulit.
Kenapa Sagara tidak bertanya saja kepada orang lain?
"Gue bisa melampiaskannya sendiri. Tapi rasanya nggak enak. Gue nggak puas." Sagara menopangkan kedua tangannya menumpu badannya. "Mungkin lo ada ide? Gue nggak punya siapa-siapa di sini untuk diajak bertukar pikiran."
Seira mendesah pelan.
Kalau saja Sagara bisa menjaga dirinya.
Dan kalau saja waktu itu Seira tidak memergoki Sagara bersama Maysa...
Mereka dengan kelakuan mereka yang sangat menjijikkan.
Mungkin Seira bisa mempertimbangkan Sagara.
Tapi tidak akan mungkin bisa. Dia tidak akan melakukannya dengan Sagara ketika bayangan perempuan lain masih juga menetap di benaknya dan tidak mau pergi.
Sagara jelas bukan orang yang tepat.
Tapi kalau bukan Sagara siapa lagi?
Sagara adalah suaminya.
Dan mungkin kalau Seira bisa sedikit berkompromi dengan keadaan, sambil menunggu laki-laki yang tepat...
Memangnya laki-laki mana yang ditunggunya?
Argh. Seira benci berada dalam keadaan seperti ini.
"Apa kalau nggak ngelakuin itu kamu bisa mati?"
Mula-mula Sagara terdiam mendengar pertanyaan Seira. Lama kelamaan, senyum mengembang di wajahnya.
"Nggak akan mati. Tapi mungkin gue bisa gila."
Seira mencoba membayangkan bagaimana rasanya. Barangkali nyaris seperti rasa gatal pada luka yang tidak bisa digaruk. Tidak menyakitkan namun bisa membuat rasa tidak nyaman.
Dalam status pernikahan mereka yang hanya sebuah nama, mereka tetaplah sepasang suami istri yang sah, dengan segala hak dan kewajiban yang menyertai.
KAMU SEDANG MEMBACA
OVERRATED WIFE
General FictionSeira Dahayu, telah lama mengetahui jika dirinya dan Sagara terikat kawin gantung sejak mereka masih kecil. Kala itu Seira masih berusia 9 tahun dan Sagara berusia 11 tahun. Ia bahkan diminta untuk tidak menjalin hubungan asmara dengan laki-laki ma...