Makasih sudah setia membaca sampai part ini. Ini hanya cuplikan, lengkapnya bisa dibaca di KBM App dengan judul yang sama: DIJODOHKAN DENGAN ADIK SUAMIKU (sudah sampai bab 20)
Btw kalau di part ini kolom komen rame di atas 20 komen, part 19 akan saya kasih full di sini. Selama seminggu aja ya, jadi jangan lupa follow juga biar dapat notif saat update dan bisa baca part full nya.
Aku sampai di rumah sekitar jam 7 malam. Setelah makan malam di rumah Mama, baru Arman mengantarkanku pulang. Saat tiba di rumah, Rania sudah tertidur dari dalam mobil.
"Sampai bertemu besok," kata Arman setelah meletakkan Rania di sofa ruang tamu.
"Hmm, tunggu," kataku, membuatnya urung pergi. "Besok tidak perlu menjemputku."
"Kenapa? Ada orang lain yang akan menjemputmu?' ia menatapku tajam.
"Ada. Tukang ojek!" jawabku kesal, emang aku harus dijemput orang kemana-mana gitu? Aku juga bisa pergi sendiri! Huh!
Ia menghela napas, mungkin merasa kesal dengan jawabanku.
"Rania... sekolah mulai besok, aku sudah bilang sama Mama," kataku sedikit takut-takut.
Saat Arman sempat keluar rumah kemarin, aku memanfaatkannya untuk bicara dengan Mama tentang rencanaku menyekolahkan Rania. Tentu saja aku harus berhati-hati memilih kalimat agar Mama tidak tersinggung. Aku katakan kalau Rania selalu minta sekolah, aku juga menceritakan tentang anaknya teman-temanku yang semenjak kecil sudah pandai berbahasa Inggris dan meraih berbagai macam prestasi di sekolahnya. Mama langsung antusias. Meski sebenarnya bukan itu alasan utamaku menyekolahkan Rania.
Untung juga jam kerjaku tidak harus full time di kantor. Pak Wira bilang jika tidak ada event khusus, aku bisa datang ngantor seminggu tiga kali, jamnya juga tidak mengikat, selebihnya pekerjaanku bisa dikerjakan dimanapun, karena lebih banyak berurusan dengan aktivitas online.
"Sekolah? Anak sekecil Rania sekolah?" Arman seperti menertawakan keputusanku menyekolahkan Rania. Aku sudah bisa menerka akan seperti ini pasti responnya.
"Rania sudah hampir tiga tahun! Bahkan teman-temanku ada yang menyekolahkan anak mereka semenjak umur setahun!" jawabku sedikit emosi. "Kamu dengar kan kemarin bu Bejo bilang apa. Aku ngga enak dilihat tetangga, bolak-balik ke rumah Mama melulu."
"Memangnya kenapa? Rania cucu Mama, tidak boleh dia mengunjungi omanya? Apa kalau ayahnya sudah tidak ada, hubungan dengan keluarga ayahnya harus terputus?"
"Bukan gitu.. Aku juga ngga enak ngerepotin Mama tiap hari nitip Rania," aku mencoba mencari alasan agar Arman paham.
"Kalau mama tidak merasa direpotkan bagaimana?"
"Tetangga nanti pikir kita ada apa-apa."
"Tetangga lagi. Kalau begitu kita ikuti saja kata Mama."
"Apa?"
"Menikah."
Hah? Secepat itu aku menikah setelah ditinggal suami, apa ngga bikin tetangga kasak-kusuk lagi tuh? Aku hanya membatin, tapi enggan mengutarakannya pada Arman.
"Sudahlah, kamu ngga ngerti! Dan ngga akan pernah ngerti, pulang aja sana." Aku mendorong punggungnya sampai ia terdorong keluar ruang tamu.
Sampai di ujung pintu Arman menoleh ke arahku. "Rania masuk sekolah jam berapa?"
"Delapan," jawabku.
"Baiklah. Aku, pamannya, yang akan mengantar Rania sampai depan pintu kelasnya besok."
"Terserah," jawabku sambil menutup pintu. Lalu mengintip dari sudut jendela sampai Arman melajukan mobilnya.
Kuhempaskan tubuh ke sofa. Baru beberapa detik, notif WA berbunyi. Aku biarkan. Masih malas mengambil ponsel dari dalam tas. Tapi kemudian berbunyi lagi, dan lagi. Siapa?
Akupun membuka ponsel.
Galang?
"Kenapa tidak menghubungi?"
Hah, apa lagi ini?
"Kamu di mana?"
"Harusnya malam ini kamu mengingatkan saya agenda besok. Kamu tdk lupa kan besok siang saya ada jadwal syuting???"
Astagaa..... Sepertinya ia tak butuh asisten, buktinya dia malah yang mengingatkanku akan jadwa kegiatannya.
"Baru mau saya hubungi Pak."
Hanya begitu balasanku. Aku malas ribut. Tapi lihat saja besok, aku akan lakukan apa yang dia minta, sampai dia menyesal!
Esok paginya. Pukul 04.30 selepas sholat Subuh, aku menelepon Galang. Cukup lama baru ia menerima panggilan dengan suara parau khas orang bangun tidur.
"Hmm.. siapa?" nampaknya ia menerima pangilan dalam keadaan baru setengah bangun.
"Nadia Pak."
"Ada apa? Jam berapa sekarang? Apa sudah saatnya kita berangkat?"
Kudengar suara gorden dibuka, lalu hening sesaat.
"Ngapain kamu hubungi saya sepagi ini hah?" nada suaranya meninggi, nampaknya ia mulai sadar sepenuhnya.
"Lho katanya saya harus selalu mengingatkan jadwal kegiatan bapak, harus selalu peduli dengan keadaan dan keselamatan bapak," aku membela diri. Dalam hati tertawa mendengar ia marah besar.
"Tapi syuting masih 5 jam lagi, saya masih mengantuk!"
"Ada hal penting yang harus bapak lakukan sebelum syuting," jawabku sok serius.
"Apa?"
"Sholat Shubuh."
Klik! Panggilan telepon ia matikan. Nampaknya ia sangat kesal dengan apa yang kulakukan. Kembali aku menelponnya.
"Apa lagi?" bentaknya.
"Jangan lupa Pak, dua rokaat sebelum Shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya."
Jangan lupa kasih komen, vote di semua part, dan follow. Oh iya ada cerita baru loh "Merawat Istri Sang CEO" ramaikan juga ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan dengan Adik Suamiku
RomanceDIJODOHKAN DENGAN ADIK SUAMIKU "Nadia, Arman, bagaimana kalau kalian menikah?" pinta ibu mertuaku penuh harap, tepat di hari masa iddahku usai. Menikah dengan Arman? Adik suamiku yang dingin itu? Bahkan setelah empat tahun kami hidup seatap di...