Gaes bacanya sambil dengerin lagu Yovie Nuno yang ini yak biar lebih syahdu wkwkwk.
POV Galang
Kesal. Itulah kesan pertamaku terhadap Nadia. Pertama kejadian di taxi. Bisa-bisanya dia bilang kalo dia yang lebih dulu memanggil taxi itu. Padahal dari sebrang jalan jelas aku lihat, dia baru melambaikan tangan setelah aku. Enak aja aku disuruh turun!
Kedua, dia tidak mengenaliku. Bagaimana mungkin orang setenar aku, dia tidak tahu. Sungguh kuper. Semua calon karyawan yang masuk ke ruangan untuk wawancara – terutama yang wanita- langsung histeris begitu melihatku, dia tidak. Dia malah memandangku sinis, dan baru tersenyum manis (yang dipaksakan) setelah Bang Wira bilang aku adalah pemilik café. Setelah wawancara, ia langsung pergi, padahal calon karyawan lain pasti meminta wefie. Sombong. Huh!
Ketiga, di sebuah resto, ketika seorang anak kecil memanggilnya Mama. Oh jadi dia menipu kami? Jelas-jelas di info lowongan pekerjaan kami mencari pegawai yang masih single, mengapa dia melamar? Dan di KTP nya tertulis dia masih single, dia memalsukan data?!
Yang bikin kesal lagi Bang Wira membelanya. Ah Bang Wira memang terlalu baik. Bahkan setelah perempuan itu menipu kami, Bang Wira masih memberinya kesempatan.
"Pak Galang, maaf saya harus mengambil foto bapak dengan aneka menu ini," kata Nadia ketika aku sedang bersantai sambil minum kopi dan ngecek instagram di salah satu kursi café. Aku hanya menjawab dengan deheman. Masih kesal dengan rentetan peristiwa yang kuceritakan tadi. Padahal aku selalu ramah pada setiap orang. Yah namanya juga artis terkenal kan. Aku harus menjaga image, meskipun kesal dan tidak suka aku harus tetap memasang wajah manis dengan tersenyum. Tapi dengan Nadia, aku tak mau. Biar saja dia tahu, aku kesal sama dia!
"Pak maaf, bapak bisa pegang sendok dan garpunya?"
"Pak, bisa noleh sedikit ke kanan Pak."
"Pak, maaf noleh ke kanan, tapi tidak usah menghadap kamera."
"Senyum dikit pak."
"Jangan kebanyakan Pak, dikit aja!"
Dasar bawel, saking kesalnya aku sampai membentaknya.
"Kasih instruksi itu yang jelas, jangan sepotong-potong!"
"Maaf Pak." Cih mulutnya meminta maaf tapi raut wajahnya tak menunjukkan penyesalan sama sekali.
"Sekarang Bapak pakai kostum chef ya."
Belum lagi aku bilang ya, ia asal pasang aja celemek itu di badanku. Setelah itu dia minta aku berdiri di dekat pintu lah, duduk dekat jendela, jalan sambl pegang ni dan itu. Lama-lama dia suruh aku jungkir balik, koprol, kayang, huh! Kalau bukan karena Bang Wira, aku pasti menolak mentah-mentah di perintah sama bawahan kaya dia.
"Nah, fotonya bagus-bagus nih," ia tersenyum melihat hasil jepretan ponselnya.
"Yaiyalah siapa dulu modelnya?" celetukku yang hanya dibalas dengan pandangan sinis dan cibiran darinya.
"Saya kirim ke Bapak ya. Nomor WA berapa?"
"Satu.." jawabku asal.
Ia menghentakkan napas sambil menatapku kesal, lalu merebut ponselku. Kurang ajar sekali!
"Kelamaan, pinjem bentar!" katanya sambil memencet nomor di ponselku, sampai ponselnya berbunyi. Lalu mengembalikan padaku.
Tak berapa lama ia sudah mengirimkan foto-foto melalui whats app.
"Diupload di instagram Bapak ya!" katanya sambil melenggang pergi dan berhenti di depan meja yang penuh makanan.
"Oh iya, bapak mau makan yang mana?" ia menoleh ke arahku, menunjuk makanan yang ada di meja yang digunakan untuk pemotretan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan dengan Adik Suamiku
RomantizmDIJODOHKAN DENGAN ADIK SUAMIKU "Nadia, Arman, bagaimana kalau kalian menikah?" pinta ibu mertuaku penuh harap, tepat di hari masa iddahku usai. Menikah dengan Arman? Adik suamiku yang dingin itu? Bahkan setelah empat tahun kami hidup seatap di...