🎙26. Nebula atau Alaia?

65 6 0
                                    

Kemelekatan itu nyata. Rasa itu juga nyata. Lantas, apa yang harus dilakukan untuk memperjelas semuanya?
-Arcas Orchastor-

Sambil mengusap tetesan air keringat yang tak henti-hentinya berlari, Nebula pun menghela napasnya pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil mengusap tetesan air keringat yang tak henti-hentinya berlari, Nebula pun menghela napasnya pelan. Mengedarkan pandangan ke sekeliling lapangan yang tengah dipenuhi oleh anak-anak OSIS justru membuat gadis itu menggelengkan kepala. Apalagi yang harus ia lakukan selain melirik ke arah bendera merah putih yang tengah berkibar di depannya?

Sudah, enggak usah tanya ke mana Halona dan Asya yang sudah menghilang seperti biasa. Mana mau mereka duduk di atas kursi kayu panjang yang entah buat apa diletakkan di ujung lapangan. Apa? Untuk melihat pemandangan? Orang yang dilihat saja cuman rerumputan hijau secenti sama lantai yang dilapisi oleh semen tebal.

Lagi dan lagi, Nebula mengembuskan napasnya kasar. "Kak Arcas! Mau balik gue. Ngapain coba jadi pajangan di sini?"

Sontak saja cowok yang merasa dipanggil itu berbalik. Baru saja selesai memberikan arahan pada anak-anak dekorasi untuk membetulkan posisi spanduk "Selamat Hari Guru" agar bisa dilihat oleh semua orang. Digantung di besi pembatas antara lapangan basket dan juga futsal yang menjulang tinggi. Jadi semua murid yang tengah berupacara beberapa hari lagi pun bisa mengingat hari apa yang tengah mereka peringati sekarang.

Kepalanya ia angkat sedikit ke udara sembari menyipitkan mata. Lantas sembari berkacak pinggang, lelaki itu berteriak, "DUDUK DIEM DI SANA!"

"BOSEN!" balasnya sambil bangkit dan membawa tas ransel putih bertuliskan Jinsport berlatar belakang hitam.

Baru saja beberapa langkah Nebula ambil, Arcas yang sepertinya tak pernah bisa jauh dari gadis itu langsung menarik kasar pergelangan tangan milik Nebula hingga keduanya saling bertatapan.

"Nanti gue panggil. Sekarang lo duduk. Bila perlu kasih lem. Sekali lagi bangun, gue gendong lo ke atas pohon," perintah Arcas tanpa menerima bantahan sekata pun.

"Nyebelin!"

"Perlu gue panggilin Miss. Sunshine? Udah kangen diajarin sama dia dan nggak mau dimentorin gue lagi? Bebas."

Nebula pun memutar bola matanya malas, baru kemudian melipat kedua tangannya di depan dada. Dasar cowok emosional! Amit-amit kalau nanti punya jodoh kayak dia, bisa gila!

"Duduk."

"Iya anjir. Sabar."

"Cas, ini kurang apa? Udah pas belum?!" Seorang gadis berambut sebahu dengan bando cokelat muda polos yang sedang berdiri beberapa langkah dari spanduk hari guru itu kembali bertanya.

"Iya! Tunggu, 5 detik!" Sebelum berbalik, masih sempat-sempatnya pula si Arcas pake menunjuk ke arah kursi sambil berjalan—sesekali menoleh pula 'tuk memastikan bahwa Nebula memang benar-benar diam di sana.

Me and My Pacar ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang