"Sya udah mamam?"
Ya Tuhan, sabar Nebula. Memang seperti ini yang harus kamu saksikan setiap harinya, melihat kedatangan Arcas yang sudah duduk di sebelah Asya, kemudian menatap gadis itu cukup lama seperti melihat sebuah sushi salmon.
Asya mengangguk pelan.
"Ya udah, kantin nggak?"
"Boleh," balasnya sambil mengangguk kecil.
Sontak saja keduanya bangkit dan berjalan keluar dari kelas. Terpampang jelas di depan mata Nebula bahwa setiap langkah yang mereka tempuh, kedua jemarinya saling berpaut satu sama lain.
Memang lebay saja itu. Mungkin kalau terlepas sedikit, jarinya akan putus dan bergelinding di atas lantai sambil berteriak meminta tolong. Najis!
Tak dapat dihindari, kedua mata Nebula rasanya tak bisa berhenti untuk mengikuti ke mana arah mereka berjalan. Hingga akhirnya, gadis itu pun bangkit dan mengikuti keduanya dari belakang secara terang-terangan.
Ini memang bukan skenario, dan dapat ia buktikan jika Asya dan Arcas terus becengkrama seolah keduanya memiliki hubungan paling special di muka bumi. Tak akan ada yang bisa memisahkan, terkecuali malaikat maut mungkin. Itu pun kalau ia sudi.
Jantung Nebula terus berdegup dengan kencang, bahkan kepalanya pun ikut memanas seolah ada sebuah tumpukan bara api yang berkeliling di area otaknya. Melihat bagaimana Arcas dan Asya berjalan, jemari Nebula semakin gatal rasanya untuk menarik ujung rambut gadis yang pernah dekat dengannya itu.
"Lupa. Buah kalau jatuh enggak akan jauh-jauh dari pohonnya."
Seperti mendengar sebuah hawa panas dari belakang, sontak saja langkah Asya terhenti sepihak. Membuat Arcas yang sedang berjalan bersamanya pun ikut menoleh ke arah sumber suara.
"Gue lupa. Ibu lo matanya jelalatan kalau liat ayah gue, pantes nurun ke anaknya. Sama-sama bitches ga, sih?"
Asya maju selangkah lebih dekat dengan Nebula. Sekujur wajahnya memerah menahan amarah. Tidak bisa ia biarkan kalau nama ibunya sudah dibawa-bawa seperti ini.
Hingga sebuah tamparan keras pun mendarat di pipi Nebula saat itu juga. Asya tampak puas, bahkan tertawa kecil usai menyadari apa yang ia lakukan. Reaksi Nebula yang begitu syok, bahkan sampai menampakkan kaca-kaca bening di area pelupuk matanya sambil mengepalkan kedua tangan kuat justru semakin membuat Asya bersorak dalam hati.
Asya paham, bahkan sudah mengenal Nebula walau belum terlalu lama. Namun, kedekatan mereka justru membuat Asya tahu bahwa gadis yang baru saja ia berikan treatment awal untuk menuju kehancuran ini pasti sedang melakukan senam jantung sembari menahan isak tangis karena tak mau mempermalukan diri sendiri. Menjadi Nebula itu gengsinya besar.
"Terus lo enggak mau belain gue? Di depan Ayah, lo sok sopan dan ngajak ke kafe cuman buat minta maaf," seru Nebula tak terima. Ia arahkan jari telunjuknya ke depan wajah Arcas, kemudian menyipitkan mata dan memandangnya penuh kehinaan.
"Oh, iya, lupa. Jalang sama cowok berwajah lima emang serasi."
"Don't be stupid, Nebula," balas Asya santai sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Ya ... Nebula akui ia tak mengerti apa yang mantan sahabatnya ini katakan sekarang. Tapi yang pasti, tak mungkin sebuah kalimat baik terlontar dengan jelas dari bibir gadis itu.
"Sebenernya gue udah tau semua, Sya. Lo itu sebenernya merasa terhina karena jadi anak jalang, cuman ... ya demi menjaga reputasi ibu lo yang kayak sampah, lo sok jadi anak baik. Padahal i to the yuh, you full are pencitraan!"
Nebula sadar kemampuan berbicara bahasa asingnya sangat rendah, tetapi dalam hal ini, ia tak merasa bahwa dirinya sedang mempermalukan diri sendiri. Bukankah ini akan membuat Asya semakin memuncak? Mana ada anak yang menerima bahwa ibunya dihina sedemikian rupa.
"Cie ... diem, berarti bener, ya. Hahahaha ... semoga cepet kena azab, ya. Lo dan ibu lo, mati aja ke laut."
Baru saja berniat melayangkan tamparan untuk yang kedua kalinya, namun pergelangan tangan Asya terpaksa dikalahkan oleh kelihaian Nebula dalam menangkis. Sekali saja disakiti, maka Nebula sudah profesional dalam hal melindungi diri sendiri.
"Hati-hati, Sya. Gue bisa viralin lo kapan aja."
"Yakin Bul-Bul nya Nebula masih setia?"
"Udah. Asya, Nebula, diem. Kita bubar." Arcas mendadak bersuara, lantas membawa Asya pergi secara paksa dari sana agar tak tercipta sebuah kerumunan yang justru semakin bisa merusak nama baiknya.
"Oh, iya, satu lagi. Kita enggak pernah pacaran serius, dan yang kemaren gue emang cuman main-main sama lo."
Nebula dapat mendengar, bahkan dengan sangat jelas kala Arcas menoleh dan melontarkan kalimat yang tak lagi menakjubkan itu. Nebula sudah tidak kaget, bukankah memang seperti itu dari awal?
"Gue udah nggak heran. Gigolo sama lonte emang cocok, apalagi keturunan. Ups!" Tawa Nebula pecah seketika, lantas gadis itu pun melanjutkan langkahnya lebih cepat dan menabrakkan bahunya pada bahu Asya cukup keras.
"Bye! Orang suci mau lewat!"
"Nebula bangsat!" Telinga Nebula seolah tertutup rapat dengan apa yang Asya ucapkan. Biarkan, gadis berketurunan pelakor seperti dirinya itu memang pantas diperlakukan seperti itu.
Dengan sengaja pula Nebula sengaja berjalan bak seorang model. Melenggangkan pinggul ke kiri dan kanan sembari mengibaskan rambut agar kedua manusia di belakangnya semakin panas.
Nebula sadar, bahkan sangat. Ia juga masih bisa merasakan sesuatu yang meremas hatinya sekarang. Ada sebuah panah yang menusuk sambil mengajak panah lain untuk membunuh perasaannya sekarang.
Ia tak bisa berbohong, air matanya pun sudah berlari dengan cepat. Semua orang memang kejam. Tapi percayalah, Nebula tak akan pernah diam di balik sakit hatinya. Ia anak kuat dan tak akan bisa dilemahkan oleh siapa pun!
"Tenang, karena itu artinya yang murahan itu mereka, bukan lo."
Iya, Nebula harus mengingat satu kalimat itu, yang kerap diucapkan oleh sang ibu. Di mana artinya, ketika seorang lelaki berani berbuat tidak setia pada pasangan, maka jangan pernah saahkan perempuan, tetapi tanyakan pada diri lelaki itu sendiri, apa yang membuatnya harus menurunkan harga diri demi bersama perempuan lain.
"Lo juga enggak boleh overthinking soal dua manusia berengsek itu, karena masih ada Ayah sama Nash."
Nebula sedikit mengangguk pelan, seolah tampak menguatkan dirinya sendiri. Lagi pula ada betulnya juga, untuk apa menyiksa diri dan membuang waktu kalau masih ada hal lain yang harus dikerjakan? Apalagi bisa menghasilkan uang.
"Aaa ... semua manusia di dunia ini berengsek!" teriaknya sembari menyakan fitur Instastory.
Iya, Nebula juga sudah tau akibat apa yang bisa ditimbulkan, dan ia yakin, mungkin karena musibah ini pula, dirinya akan kebanjiran job dan bisa membeli es krim sebanyak mungkin yntuk dibuat sebuah museum pertama di Indonesia.
"Sekarang Asya udah sama Arcas, Bul. Itu artinya apa? Lonte sama gigolo bersatu bukan? Menakjubkan!" Dengan cepat dan lincah Nebula mengetikkan kalimat tersebut, kemudian menekan tombol post to story.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Pacar Proposal
JugendliteraturCitra Nebula sebagai selebgram yang baik dan apa adanya mendadak hancur ketika dirinya tidak sengaja mendorong Ms. Sunshine saat ponselnya disita. Baru saja berniat untuk meminta maaf, walau tidak ikhlas, Arcas--si Ketua OSIS galak, songong, berwaja...