🥪44. Bermulut Ular

41 10 4
                                    

"Gue percaya sama lo, Bul."

Tidak, telinga Nebula masih belum bisa menerima kalimat itu. Sudah jelas itu semua penuh dengan dusta. Logikanya, orang yang benar-benar tulus tak akan pernah mengakui dirinya tulus. Paham 'kan?

Nebula tampak mengembuskan napasnya gusar, lantas melirik ke arah Halona yang terduduk di sebelahnya–kali ini sedang puasa memegang ponsel–karena jujur, dirinya pun mulai diajukan sejumlah pertanyaan oleh netizen.

"Everything gonna be okay, Bul. Lo kuat banget. Gue tau." Halona kembali bersuara. Jiwa-jiwa super positive thinking-nya memang pintar kali ini, kambuh di waktu yang tepat.

"Nggak usah bacot, Halona Avisya."

"Oke." Mulutnya bungkam seketika. Baiklah, ini memang waktu yang salah. Tapi melihat Nebula seperti ini, rasanya ia ingin membawa gadis itu kembali heboh, jadi tukang marah-marah enggak jelas kayak dulu lagi. Harus gimana ini caranya? Kan siapa tahu bisa menebus dosa karena suka main handphone tanpa mengenal batas waktu.

Tatapan Nebula sontak kembali pada pepohonan rindang yang tertiup angin di seberang sana. Sedikit mengayunkan kaki sembari menikmati tiap cibiran yang terdengar dari balik kaca raksasa belakang kursi yang ia duduki.

Lucu. Mereka sok tahu. Sudah begitu tak mau melihat bukti. Nebula yakin sekali, mereka akan sangat malu apabila nanti kebenaran sudah terungkap. Bila ia sedang dibisikki oleh iblis, akan ia paksa mereka semua 'tuk menjadi asisten pribadinya atau bahkan menjual rumah mereka untuk Nebula berinvestasi. Adil bukan?

Sebab orang tak akan pernah mau tahu soal apa yang terjadi sebenarnya, mereka hanya mau berkomentar. Lantas nanti ketika semua sudah diklarifikasi dan terbukti, wajah-wajah para tukang gosip itu mendadak membelah diri menjadi empat. Sama seperti Arcas.

"Sya mau makan apa? Biar gue beliin," tanya Arcas pada Asya yang mulai melangkah ke area taman sekolah sembari membetulkan kepangan rambutnya.

"Sya belom laper."

Arcas tampak mengangguk paham, lantas mengusap puncak kepala gadis di sebelahnya sembari berkata, "Berarti nggak cacingan, ya."

"Enggak, dong! Enak aja! Sya selalu makan 4 sehat 5 sempurna."

Inget, Nebula. Mungkin kemaren lo disantet sampe bisa nerima cinta dia kemaren. Jangan sampe keliatan lemah.

Ah, tapi sekuat apa pun Nebula menolak, hatinya semakin terasa diremas ketika melihat pasangan baru itu, seperti ada sesuatu yang ingin dikeluarkan dari pelupuk matanya.

Tahan. Lo pasti bisa. Kata ayah, dia bangga sama lo karena lo kuat.

Kenapa semakin lama rasanya tangan Nebula gatal? Ingin sekali menarik rambut Asya sampai botak biar impas.

Ya Tuhan, sejujurnya Nebula rindu berada di posisi Asya, tapi ia harus sadar, kalau laki-laki yang sempat menjadi pacarnya kemarin itu bukan cowok baik-baik. Dia sungguh berengsek, bahkan ikut meninggalkan dirinya di kala semua orang menghujat.

Kamu harus ingat, Nebula. Siapa yang justru membuat pengaduan paling kencang di depan Bu Azty? Apakah itu masih bisa dikatakan wajar?

"Lo kalau ada apa-apa, bilang aja, ya. Misal butuh ke psikolog juga ngomong, biar gue temenin."

Asya tersenyum tipis sambil mengangguk. "Nanti Sya akan laporin apa pun ke Kakak."

Me and My Pacar ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang