Tumbuh dewasa itu menyakitkan.
Bumi bagai ikut menjadi saksi, hingga tak kuasa untuk mengatur banyaknya air yang mengguyur permukaan aspal kasar yang dilewati gadis itu dengan gontai. Membasahi tubuh Nebula yang tak lagi kuat untuk terus melanjutkan langkah, walau ia sendiri tak tahu ke mana harus berpulang.
"Ma, kenapa sekarang Kakak enggak ada yang bela kayak di rumah? Emangnya kalau udah besar itu, harus serba sendirian? Harus berkorban buat orang lain biar mereka happy?" tanyanya pada diri sendiri. Telapak tangannya terus menyilang di depan dada sembari mengusap lengannya pelan.
"Kata Ayah, nama Nebula itu diambil dari rasi bintang, artinya awan cantik. Tapi kenapa awannya kakak mendung terus?" Sesekali ia menatap langit, melihat betapa miripnya warna langit saat itu dengan apa yang ia rasakan sekarang. Iya, gelap–sampai menyulitkan semua orang yang tengah berkendara untuk menyusuri jalanan. Sama 'kan? Sama-sama menyusahkan banyak orang.
Senyum tipis gadis itu mendadak tertarik dengan sempurna. Suara tawa kecilnya terdengar–sangat pelan–hingga hanya dapat dirasakan.
"Didewasakan sebelum usianya itu enggak enak, ya, Yah. Harus terlihat sempurna, sampai mau nangis atau speak up aja dianggap salah–bahkan depan guru–yang katanya pahlawan. Soalnya semua emosi harus dipendem 'kan sampe ketawa sendiri di pinggir jalan?"
Nebula lelah! Dia bukan Tuhan yang bisa sempurna. Ingat, kita hanya manusia biasa. Tapi sayangnya, masyarakat dan lingkungan tak pernah mau tahu itu. Kita tidak boleh memiliki celah sedikit pun.
Tuhan, capek.
Semesta seolah mendengar apa yang gadis itu rasakan dalam. Sebuah cahaya kuning terang dari mobil Range Rover putih dengan whisper yang tak henti-hentinya bergerak ke kiri dan kanan, berhenti tepat di depan tubuhnya.
Matiin aja Nebula-nya, biar semua orang tenang. Enggak pusing lagi sama hujatan orang-orang yang soon coming gara-gara Sya.
Ia menutup matanya erat–antara pasrah dan sengaja–agar semua masalah bisa selesai dalam hitungan detik. Mudah 'kan? Urusan selesai ditabrak, masuk rumah sakit atau neraka, itu tak lagi melintas di pikirannya. Yang terpenting sekarang adalah, jangan buat dirinya sadar bahwa dunia masih berjalan–dalam waktu yang lama.
"Nebula Merichie Karmayanti!"
Iya, Nebula dapat mendengar, bahkan mengenali siapa yang tengah memanggil. Namun, baru saja sepersekian detik berlalu, pandangan matanya mendadak gelap seperti kehidupan, tubuhnya terjatuh menyentuh aspal yang dingin. Tak lagi ada rasa sakit, matanya terpejam dengan napas yang mulai teratur.
Tubuhnya dapat merasakan sesuatu, tetapi matanya tak bisa membuka. Sebuah telapak hangat yang kerap menggendongnya penuh kelembutan, namun kali ini ia tahu, orang yang membawanya pun sedang tidak baik-baik saja. Sama seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Pacar Proposal
Teen FictionCitra Nebula sebagai selebgram yang baik dan apa adanya mendadak hancur ketika dirinya tidak sengaja mendorong Ms. Sunshine saat ponselnya disita. Baru saja berniat untuk meminta maaf, walau tidak ikhlas, Arcas--si Ketua OSIS galak, songong, berwaja...