Akhir yang menjadi Awal

1K 122 38
                                    

"Ya Allah.. Allysia udah nggak kuat!" teriak gadis itu terhadap air sungai yang mengalir dengan tenang dan hujan malam hari yang menusuk kulitnya.

Ya, gadis itu kini sedang berada disebuah jembatan. Air matanya terus mengalir deras bersamaan dengan air hujan yang menerpa wajah cantiknya, matanya sudah sembab, ia lelah menangis hampir satu minggu berturut-turut.

Hari ini, ia berniat mengakhiri hidupnya di Jembatan yang tampak lebih sunyi di malam hari.

Suasana yang sepi, sunyi, gelap, serta suara dentingan Air hujan yang terdengar semakin keras seolah mendukung gadis itu untuk segera mengakhiri hidupnya.

Ia merasa sudah tidak ada gunanya hidup, sampai detik ini ia belum menemukan titik bahagianya. Ia selalu berada dibawah cengkeraman Bunda nya.

Bunda nya yang kasar ucapannya, kasar perilaku kepadanya, dan seolah membunuh dirinya secara perlahan.

Bahkan sampai detik ini, ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada Bundanya, sedari dulu Bunda nya selalu bertingkah kasar kepada semua orang, jelas itu membuat nama baik keluarganya jatuh dan hancur!

Dulu, dua tahun yang lalu ketika Ayah dan kedua Kakak laki-lakinya masih bersama, semua terasa baik-baik saja bagi Allysia.

Tapi ketika Ayahnya memutuskan bercerai dengan Bundanya..
Kehidupan Allysia seolah berubah 180°.

Saat itu..
Hanya satu hal yang terbesit dipikiran Allysia, "Aku, ingin ikut Ayah"

Tapi saat itu sepertinya keadaan sedang tak berpihak pada Allysia, Bunda nya menahan Allysia mati-matian untuk tetap tinggal bersamanya.

Kedua kakak lelakinya, dibebaskan untuk ikut Ayah nya, sementara Allysia seolah terikat bak di dalam jeruji besi.

Allysia tersiksa,

Penyiksaan secara mental maupun fisik tak ada henti-hentinya Allysia terima dua tahun belakangan ini.

Dulu, selalu ada tubuh Ayah nya yang melindungi Allysia dari serangan Bundanya.

Dulu, selalu ada Kak Deven, Kakak pertamanya yang membantu Allysia untuk menangkis ucapan pedas dari Bunda nya.

Dulu, selalu ada Kak Zayn, Kakak keduanya yang kapanpun siap untuk memeluk Allysia kala gadis itu sedang sedih dan terpukul akibat ulah Bunda nya.

Tapi itu dulu, kini.. ketiga tameng Allysia lebih memilih menyelamatkan dirinya masing-masing daripada menolongnya yang masih berada naungan gila Bunda nya itu.

Orang mengira, Allysia hanyalah gadis polos, lemot, dan hidup dengan bergelimang kebahagiaan.

Rumah mewah, apapun yang ia inginkan bisa ia dapatkan hanya dalam satu petikan jari.

Nyatanya, kehidupan Allysia yang sebenarnya sangat menyeramkan, Seberapa mewah rumahnya itu tidak pernah menjadi tempat paling nyaman untuk beristirahat.

"Ya Allah.. Kapan Allysia bisa hidup tenang?!" teriak Allysia lagi, teriakan gadis itu mengandung sejuta pilu di dalamnya.

" Ya Allah.. Allysia capek.. izinin Ally menyerah, ya?" pinta Allysia dengan suara yang bergetar hebat, Air mata terus menerus jatuh dari pelupuk matanya.

Allysia memajukan langkahnya untuk lebih dekat dengan ujung jembatan.

Iya, ini adalah keputusan yang tepat, ia harus mengakhiri hidupnya.

Sampai kapanpun kebahagiaan tak akan datang dan tak akan berpihak padanya.

Bahkan posisi gadis itu kini sudah berada benar-benar nyaris jatuh ke sungai apabila dirinya melangkah satu langkah lagi.

Tentang AllysiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang