26. MENGERTI

224 38 7
                                    

Allysia berjalan dengan tertatih memasuki SMA Trisakti. Semalam, saat keluar dari kamar mandi, ia menginjak serpihan botol kaca yang tergeletak di kamar mandi yang membuat telapak kakinya mengeluarkan banyak darah karena beling itu menancap cukup dalam.

Tapi entahlah, pada malam itu Allysia tak merasakan perih karena beling melukai telapak kakinya. Saking hampanya perasaan gadis itu, ia tak merasakan luka yang menancap di telapak kakinya.

Padahal masih pagi sekali, lagi-lagi Allysia melihat pemandangan di mana Nathan dan Shela baru saja turun dari motor Nathan. Kali ini, Allysia tak mau menjadi lemah lagi, gadis itu kini menghampiri keduanya.

Rasa sesak itu tetap memenuhi rongga dadanya, namun hal itu sudah terbiasa bagi Allysia sehingga kini gadis itu menampilkan mimik wajah kalau semuanya baik-baik saja.

"Morning, Nath," sapa Allysia menghampiri Nathan

Nathan dibuat kaku di tempatnya ketika Allysia menghampirinya ketika sedang bersama Shela.

"M.. morning.. kok.. kamu di sini?" tanya Nathan kaku.

Allysia tersenyum simpul, ia mengangguk dengan ceria. Seolah hari-hari kemarin tak terjadi apapun.

"Ini lo ngapain masih di sini sih?" cibir Allysia menatap Shela dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Dih? Ya lo ngapain tiba-tiba di sini? Kayak ulet lo! Tiba-tiba nempel. Ewh!"

"Waras lo ngomong gitu? Gue yang pacarnya Nathan di sini! Atau lo emang lagi deskripsiin diri sendiri?! Kalo iya, gue setuju sih! Lo emang kayak ulet, suka nempel-nempel, bikin gatel lagii! Iwww!" sindir Allysia membuat Shela menggeram.

"Lo pacarnya, tapi buktinya Nathan maunya berangkat sekolah bareng gue, tuh!" balas Shela tak mau kalah.

Allysia menganga tetapi dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat. "Wooww.. Oh gituu? Oke dehh, makasih ya udah temenin pacar gue yang ganteng ini berangkat sekolah bareng. Karena sekarang udah ada PACAR aslinya, jadi mending lo cabut aja deh kata gue mah!"

"Sumpah lo bacot! Liat aja nanti, Allysia!" tekan Shela lalu berbalik meninggalkan Nathan dan Allysia.

Allysia tertawa puas melihat kekalahan Shela. Bagaimana pun, kalau soal debat antara pelakor dan pacar aslinya, pelakor akan tetap kalah.

Nathan justru dibuat bingung dengan sikap Allysia, gadis itu bukan dating untuk marah-marah namun justru datang untuk menyindir Shela habis-habisan dan membuat Shela beringsut mundur dengan otomatis.

Allysia menoleh ke kanan, ke arah Nathan yang memandangnya bingung. "Kenapa?" tanyanya

Nathan menggeleng. "Nggak. Kamu..?"

Allysia mengangkat kedua alisnya. "Waktu itu, Mami sama Papi kamu kenapa?" Allysia langsung mengalihkan topik. Ia sedang berusaha sekuat mungkin mengontrol mood nya sendiri agar tak berubah dalam sekejap sekarang juga.

Oleh karena itu, ia menghindari pembahasan berbau Shela yang akan menghancurkan mood nya.

Nathan menarik nafas cukup panjang. "Mami sama Papi, nitipin Shela ke aku, kamu nggak apa-apa, kan?"

Allysia tersenyum kecut, haruskah ia membagi Nathan untuk Shela juga? Apakah ia benar-benar rela?

Allysia mengangguk pelan, memaksakan senyumannya untuk terbit. "Iya udah, nggak apa-apa. Aku ngerti kok."

"Aku duluan, mau ke toilet dulu." Allysia meminta izin kepada Nathan lalu segera berlari, tak peduli dengan rasa perih di telapak kakinya. Tujuannya saat ini adalah toilet belakang sekolah. Ternyata benar saja, mendengar pernyataan dari Nathan perihal menjaga Shela membuat mood Allysia berantakan dalam sekejap.

Tentang AllysiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang