16. SATU ATAP

256 56 8
                                    

Nathan baru saja menutup pintu rumahnya, ia berniat untuk segera berangkat sekolah dan menjemput Allysia sekarang juga.

Mobil hitam yang tiba-tiba masuk ke halaman rumah Nathan membuat Nathan mengerutkan dahinya, heran.

"Pagi Nathan!" suara cempreng itu berasal dari seorang gadis yang baru saja turun dari mobil hitam itu.

"Shela?"

"Lo ngapain kesini?" bingung Nathan.

Tak lama setelahnya, pria ber jas hitam turun dari kursi pengemudi.

"Om Steven?" beo Nathan lagi. Nathan semakin dibuat bingung dengan kehadiran Shela dan Steven yang sangat tiba-tiba.

"Selamat pagi, Nathan," sapa Steven menghampiri Nathan.

Nathan segera menyalimi Steven sebagai tanda menghormatinya. "Ada apa ya om kalau boleh tau?" tanya Nathan dengan sangat hati-hati.

Steven tersenyum, "Ada hal penting yang mau saya bicarakan dengan kamu."

"Oh, boleh om, mau ngomong di dalem aja?" tawar Nathan.

"Nggak perlu Nath, di sini aja," tolak Steven.

Nathan mengangguk dan tersenyum canggung, "Baik om."

"Jadi gini, hari ini saya berencana untuk ke Bali, mengurus perusahaan kerja sama Papa kamu."

"Nah, rencananya itu, saya ingin menitipkan Shela untuk tinggal bersama kamu di sini selama saya di Bali." Steven menjelaskan maksud dan tujuannya kesini.

Nathan sontak membulatkan matanya dengan sempurna, Cowok itu terkejut bukan main, "Maksud om? Saya harus tinggal berdua satu rumah sama Shela om?!" cerca Nathan tak bisa mengontrol mimik wajah terkejutnya.

Steven mengangguk sembari tersenyum. Begitu pula dengan Shela, gadis itu sudah tersenyum puas penuh kemenangan.

"Mohon maaf om, bukannya saya nggak mau, tapi kan saya dan Shela nggak ada ikatan pernikahan atau saudara, mana bisa tinggal satu atap om?" tutur Nathan. Cowok itu berharap ini hanya gurauan belaka.

Steven terkekeh sembari menggelengkan kepalanya. "Kan Shela bisa di kamar bawah, kamu di kamar atas, jadi aman Nathan."

Nathan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, rasanya ingin menolak hal ini mentah mentah namun tidak bisa, "Duh gimana ya om, kalau ada kakak saya di rumah sih nggak masalah, cuman inikan..."

Nathan menggantungkan ucapannya, "Lagian saya juga belum tentu dapet izin dari Mami sama Papi saya," ujar Nathan dengan senyum kemenangannya menatap Shela.

"Tenang aja Nathan, Mami Papi kamu sudah mengizinkan kok, begitu pula dengan kakak kamu," balas Steven cepat sambil terkekeh ringan.

Sial! Nathan kalah telak. Di dalam hatinya mengumpat habis-habisan, bagaimana bisa kedua orang tuanya itu menyetujui tanpa seizin dirinya? Ia benar-benar tak habis fikir.

Nathan tiba-tiba teringat ucapan Thania kala itu.

"Lo udah berkali-kali di warning sama Mami Papi buat putus sama Ally Nath."

"Jadi ini, cara Mami Papi buat misahin gue sama Ally?" bantin Nathan bertanya-tanya.

Saat ini, Nathan sudah tak dapat berkutik lagi, tak ada pilihan lain selain menyetujui permintaan Steven untuk menitipkan Shela di rumahnya.

"Y-yaudah Om, Shela di sini aja," ujar Nathan dengan keraguan dan kegelisahan yang jelas tercetak di wajahnya.

Steven dan Shela tersenyum kompak lalu saling menatap satu sama lain, seolah sedang berbahagia misinya berhasil.

Tentang AllysiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang